Koran Sulindo – Gelombang anti-Amerika meluas di Turki, sementara Presiden Recep Tayyip Erdogan
menyalahkan Washington atas merosotnya nilai mata uang negara itu.
Kemarahan Erdogan merupakan respons terhadap ambruknya nilai mata uang Turki, lira, yang telah turun hampir 40 persen tahun ini. Sebagian besar terjadi pada bulan Agustus ini.
“Serangan terhadap ekonomi kita tidak ada bedanya dengan serangan langsung terhadap bendera kita dan seruan adzan,” kata Erdogan. Tujuannya tidak berbeda. Ini untuk membuat Turki dan rakyat Turki lemah,” kata Erdogan sebagaimana dilaporkan VOA, Jumat (24/8/2018).
Di video yang beredar di media sosial, seorang lelaki dengan palunya menghancurkan sejumlah iPhone. Sikap anti-Amerika ini tampak mereda sewaktu suara dering iPhone terdengar dari salah seorang pendukung lelaki tersebut.
Di ruas jalan tempat belanja eceran utama di Istanbul, seorang lelaki menyatakan, “Kami akan membuat warga Amerika bertekuk lutut,” sambil membakar uang kertas dolar di hadapan kamera-kamera TV. Luapan kemarahan anti-Amerika muncul di berbagai penjuru Turki.
Presiden Recep Tayyip Erdogan telah menyerukan boikot terhadap iPhone serta teknologi Amerika lainnya sewaktu ia membangkitkan sentimen anti-Amerika dalam pidato-pidato nasionalisnya yang kian bernada permusuhan.
Presiden AS Donald Trump dikecam atas kemerosotan nilai mata uang Turki pada bulan Agustus ini setelah memberlakukan sanksi-sanksi dan tarif terhadap Turki terkait penahanan pendeta Amerika Andrew Brunson.
Erdogan menuduh Washington melancarkan perang ekonomi terhadap sekutunya di NATO.
Penasihat Keamanan Nasional Amerika John Bolton, Rabu (23/8/2018) kemarin, bersikeras bahwa Ankara dapat mengakhiri krisis itu. “Pemerintah Turki melakukan kekeliruan besar dengan tidak membebaskan Pendeta Brunson,” kata Bolton kepada Reuters.
Ia menambahkan, krisis itu bisa berakhir seketika apabila Turki melakukan hal yang benar sebagai sekutu NATO dan bagian dari Barat, untuk membebaskan Pendeta Brunson tanpa prasyarat.
Brunson telah dipenjarakan selama lebih dari satu tahun dengan tuduhan membantu jaringan yang dipimpin ulama Islam yang berbasis di Amerika Fethullah Gulen. Gulen dituduh Turki berada di balik upaya kudeta 2016 yang gagal.
Juru bicara presiden Turki Ibrahim Kalin dalam pernyataan tertulis menanggapi pernyataan Bolton itu mengemukakan, pernyataan Bolton merupakan bukti bahwa pemerintahan Trump menargetkan satu sekutu NATO sebagai bagian dari perang ekonomi.
Melansir CNBC, Senin (13/8/2018), ahli strategi dari JP Morgan Asset Management mengatakan anggota NATO itu telah menemukan dirinya “di tengah-tengah badai yang sempurna” yakni kondisi keuangan yang memburuk, sentimen investor yang goyah, manajemen ekonomi yang tidak memadai, hingga ancaman tarif dari Amerika Serikat.
“Aset Turki berada di bawah tekanan berat,” tulis ahli strategi dalam catatannya.
“Sementara Turki membentuk persentase kecil dari ekonomi global dan pasar keuangan, investor khawatir tentang masalah di Turki yang menyebabkan kerusakan di pasar lain di seluruh dunia, terutama Eropa,” imbuh analis tersebut.
Dalam jangka waktu dekat, keputusan kebijakan dari Washington telah memicu lira terus merosot terhadap dolar pada perdagangan Jumat, setelah Presiden Donald Trump mengatakan dia menyetujui melipatgandakan tarif logam di Ankara.
Namun demikian celah-celah di fondasi ekonomi Turki sudah menyebar sebelum presiden Amerika membuat langkahnya.
Erdogan, pada Sabtu waktu setempat (Minggu WIB), sebelumnya menyalahkan anjloknya ekonomi Turki kepada AS dan negara-negara lain yang ia klaim sedang melancarkan “perang” terhadap Turki. Tidak ditampik, sekarang ini mata uang lira dan ekonomi Turki sedang tertekan cukup dalam.
“Dolar Amerika Serikat (USD), euro, dan emas sekarang merupakan peluru, meriam, dan rudal perang ekonomi yang dilancarkan terhadap negara kita,” tegas Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, di provinsi timur laut Rize, seperti dilansir dari CNBC, Minggu (12/8/2018).
Erdogan berjanji kepada para pendukungnya bahwa Pemerintah Turki siap mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi ekonominya. Akan tetapi, hal yang paling penting dilakukan sekarang adalah menghancurkan “tangan-tangan” yang menembakkan senjata-senjata tersebut. [CHA]