Koran Sulindo – Setelah pada Februari lalu pemerintah sempat membatalkan usulan jenderal aktif kepolisian menjadi penjabat sementara gubernur, kini usulan itu menjadi kenyataan. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada Senin (18/6) akan melantik Komjen Mochamad Iriawan menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat.
Melihat peristiwa itu Partai Gerindra Jawa Barat protes dan menyatakan tidak akan menghadiri pelantikan tersebut. Mereka beralasan pelantikan jenderal aktif dari kepolisian sebagai penjabat gubernur mencederai demokrasi.
Untuk itu, kata Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Barat Mulyadi, pihaknya sedang berkonsultasi dengan pusat. Mengenai pelantikan Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat disampaikan secara resmi dari Kementerian Dalam Negeri. Tapi, Kementerian Dalam Negeri menyebutkan Keputusan Presiden atas pelantikan Iriawan itu belum dikirimkan.
Mengenai kepastian itu, Gubernur Lemhanas Agus Widjojo memebnarkannya. Pasalnya, Iriawan saat ini merupakan Sekretaris Utama Lemhanas. Belum ada yang memberikan komentar secara resmi soal penunjukkan Iriawan ini, termasuk dari Istana Negara. Berdasarkan aturan, pengangkatan penjabat sementara baik di tingkat kabupaten/kota dan provinsi diputuskan presiden dan dilantik menteri dalam negeri.
“Kami menyesalkan pengangkatan tersebut, saya melihat kurang ada kepekaan dari pemerintah, mengapa bukan sekretaris daerah, misalnya,” kata Mulyadi seperti dikutip CNN Indonesia pada Senin (18/6).
Dikatakan Mulyadi, pengangkatan jenderal aktif dari kepolisian sebagai penjabat gubenur bisa menggangu proses demokrasi terutama dalam pemilihan kepala gubernur Jawa Barat. Kekhawatiran Gerindra cukup beralasan mengingat salah satu kandidat yang berlaga di pemilihan gubernur Jawa Barat berasal dari pensiunan kepolisian. Namanya Anton Charliyan mantan Kapolda Jawa Barat.
Mulyadi enggan menyebutnya akan ada kecurangan, namun yang jelas pengangkatan tersebut mencederai demokrasi. Dan Jawa Barat dikatakan sebagai salah satu daerah lumbung suara menuju pemilihan presiden 2019. Karena itu, kata Mulyadi, pemerintah semestinya peka dan taat aturan main.
Pada Februari lalu, kontroversi pengangkatan jenderal aktif dari kepolisian sebagai penjabat gubernur mencuat setelah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengumumkannya. Publik lalu protes atas keputusan tersebut. Karena besarnya penolakan masyarakat, maka Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan membatalkan keputusan tersebut. [KRG]