Ilustrasi: Status Buni Yani yang menjadikannya tersangka

Koran Sulindo – Majelis hakim menolak seluruh nota keberatan (eksepsi) Buni Yani terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hari ini.

“Keberatan tidak dapat diterima sehingga sidang dilanjutkan,” kata Ketua Majelis Hakim M. Sapto,  saat membacakan amar putusannya dalam sidang yang digelar di Gedung Arsip, Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (11/7), seperti dikutip antaranews.com.

Pengadilan Negeri (PN) Bandung menyatakan berwenang mengadili Buni Yani. Jaksa melanjutkan persidangan ke pokok perkara dengan menghadirkan saksi-saksi.

“Untuk persidangan selanjutnya dipersilahkan menghadirkan saksi-saksi,” kata dia.

Sementara itu, penasehat hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian mengaku keberatan dengan putusan sela yang dibacakan majelis hakim. Meski begitu, keberatan itu akan disampaikan dalam pokok perkara.

Sebelumnya, Buni Yani melalui tim pengacaranya menyampaikan 9 eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum. Salah satu poin eksepsi yang disampaikan Buni Yani adalah munculnya pasal Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Tidak ada di penyidikan namun tiba-tiba bimsalabim muncul di dakwaan. Nah itu diakui oleh mereka bahwa dakwaan ini berasal dari resume,” kata Buni Yani, Selasa (4/7).

Latar Belakang

Berkas perkara tersangka Buni Yani dan barang bukti dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh Buni Yani ini dinyatakan lengkap (P21) pada awal April lalu.

Buni Yani menjadi tersangka penghasutan SARA dengan mengunggah video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu 27 September 2016 ke Facebook. Video yang diedit Buni Yani itu, antara lain dengan menghilangkan kata “Pakai” dalam “Ditipu pakai Surat Al Maidah” tersebut menjadi viral, dan dijadikan bukti menyeret Ahok menjadi terdakwa kasus dugaan penistaan agama. [YMA]

Selain pasal-pasal di atas, Buni Yani juga disangkakan dengan pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalam pasal tersebut dijelaskan “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Adapun ketentuan pidana Pasal 28 ayat 2 tersebut di atas diatur dalam undang undang yang sama Pasal 45 ayat 2, yang berbunyi, “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Penyidik Subdit Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya bukan melihat dari sisi video yang diunggah Buni Yani dalam kasus tersebut. Tetapi tulisan kalimat Buni Yani di media sosial Facebook pada 6 Oktober 2016.

“Yang jadi masalah adalah perbuatan pidana itu bukan memposting video, tetapi perbuatan pidana itu menuliskan tiga paragraf kalimat diakun FB-nya itu,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono, 23 November 2016 lalu.

Video yang diunggah memang video rekaman itu asli ucapan Ahok saat berbicara di hadapan masyarakat di Kepulauan Seribu. Namun, menurut Awi, video ini melalui proses editing.

Video yang diunggah Buni Yani berhasil menyedot ribuan peserta Aksi Bela Islam turun ke jalan menuntut proses hukum Ahok. Gerakan masif itu juga didorong oleh sikap keagamaan MUI yang menyebut Ahok telah menistakan agama.

Desakan publik dan ketegangan politik membuat pemerintah pun turun tangan. Polri diinstruksikan melakukan gelar terbuka khusus untuk kasus Ahok.

Ahok pun kemudian ditetapkan sebagai tersangka penista agama, dan akhirnya divonis 2 tahun penjara dan langsung ditahan.

Kejaksaan Agung menyatakan persidangan Buni Yani akan digelar di Bandung setelah Mahkamah Agung menyetujui itu. Pemindahan lokasi persidangan itu usulan dari kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Kronologi

6 Oktober 2016Buni Yani mengunggah cuplikan video pernyataan Ahok saat bertugas selaku Gubernur DKI Jakarta di Kepulauan Seribu. Dalam video itu Ahok menyitir surat Al Maidah ayat 51. Cuplikan Video Ahok yang diunggah Buni Yani menjadi viral di media sosial. Postingan itu dia beri judul ‘PENISTAAN TERHADAP AGAMA?’.

7 Oktober-Kelompok relawan Kotak Adja (Komunitas Muda Ahok Djarot) melaporkan Buni Yani terkait postingan video yang menampilkan pernyataan Ahok. Postingan yang viral di media sosial itu dinilai telah dipotong dan ditayangkan secara tidak utuh dan berpotensi memprovokasi masyarakat.

10 Oktober-Buni Yani melaporkan balik Komunitas Advokat Pendukung Ahok-Djarot (Kotak Adja). Buni merasa tidak pernah mengedit video Ahok terkait dugaan penistaan agama.

14 Oktober-Video yang diunggah Buni Yani dijadikan sebagai rujukan aksi ratusan orang dari Front Pembela Islam. Massa FPI berdemonstrasi di Balai Kota DKI Jakarta. Dalam berbagai orasi dan spanduk yang mereka bawa, para pendemo meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ditangkap.

1 November-Terhitung sejak video Ahok diunggah hingga memasuki bulan November, setidaknya ada 11 laporan terkait kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Ahok. Dari 11 laporan itu ada yang dilaporkan di Palu, Palembang, Mapolda Metro Jaya, dan Bareskrim Polri.

4 November-Demonstrasi besar-besaran terjadi pada 4 November. Aksi Bela Islam itu menuntut pemerintah turun tangan memproses tuntutan agar proses hukum terhadap Ahok dijalankan.

15 November-Desakan publik dan ketegangan situasi politik di ibu kota telah membuat Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan dan sikap resmi selaku kepala pemerintahan meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian memproses hukum Ahok secara terbuka dan transparan. Polisi kemudian untuk pertama kalinya melakukan gelar perkara terbuka.

16 November-Polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka. Hasil gelar perkara memutuskan proses hukum Ahok ditingkatkan dari penyelidikan ke tingkat penyidikan. Ahok dikenai Pasal 156-A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

23 November-Buni Yani untuk pertama kalinya diperiksa sebagai terlapor atas laporan Kotak Adja terkait Undang-Undang no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan penyelidikan, polisi memutuskan untuk menetapkan Buni Yani sebagai tersangka penghasutan SARA. [DAS]