Keraton Kasepuhan Cirebon

Suluh Indonesia – Sudah berbulan-bulan dua pihak bersiteru di Keraton Kasepuhan Cirebon. Bahkan, baru-baru ini terjadi bentrok fisik antara pendukung Sultan Sepuh XV, Pangeran Raja Adipati (PRA) Luqman Zulkaedin, dan Sultan Sepuh Aloeda II, Raden Rahardjo Djali.

Kehadiran pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi perebutan kekuasaan yang berlarut-larut terjadi. Sebagai pemegang otoritas dalam sistem hukum dan kekuasaan di negara Republik Indonesia, pemerintah tak boleh tinggal diam.

Sebab, Keraton Kasepuhan Cirebon yang merupakan warisan leluhur pendiri Cirebon sudah diakui sebagai cagar budaya. Ia bukan lagi milik pribadi sultan, bukan pula milik keluarga dan keturunannya. Ia dilindungi undang-undang.

Sebagai cagar budaya, Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan milik masyarakat Cirebon, bahkan aset bangsa. Bukan hanya bangunan fisik keraton yang diakui sebagai bangunan cagar budaya, tapi juga seluruh pusaka, perangkat adat tradisi, nilai-nilai luhur dan kehormatan yang disandangnya.

Sesuai Undang-Undang tentang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah wajib menjaga dan melestarikan cagar dan warisan budaya. Karena itu, pemerintah mesti menyelesaikan segala permasalahan, perselisihan, dan konflik kepentingan yang terjadi di sana dengan asas keadilan, musyawarah mufakat dan menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perselisihan seperti ini sudah pernah terjadi pada zaman kolonial Belanda dulu. Namun dengan pertimbangan menjaga kondusifitas Cirebon, pemerintah kolonial Belanda berinisiatif melakukan mediasi soal pengganti sultan yang meninggal.

Baca juga: Asal Mula Keraton Kasepuhan Cirebon

Pada saat itu pemerintah kolonial Belanda menekan kedua pihak yang sedang berkisruh agar segera menyelesaikan perbedaan dengan cara musyawarah. Pemerintah pada akhirnya membuat surat keputusan mengenai keputusan hasil musyawarah, yang bernilai dan mengikat secara hukum.

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah memiliki kewajiban untuk menjamin keadilan bagi semua pihak yang berselisih. Selain itu, ia juga harus menjamin Keraton Kasepuhan Cirebon tetap harus terjaga kelestariannya.

Begitu pun seluruh masyarakat Cirebon, berhak merasa memiliki peninggalan yang sangat berharga ini. Mereka berhak menuntut para sultan, para sesepuh, para pengageng, dan para wargi di lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon, agar hendaknya menjaga hati dan pikiran tetap menyadari sebagai orang-orang terhormat dan priyayi panutan masyarakat.

Para pemangku Keraton Kasepuhan Cirebon hendaknya mengedepankan sikap tawadu, andhap asor dan menyelesaikan perselisihan dengan cara yang bermartabat sebagaimana diajarkan para rama guru dan leluhur mereka.

Insya Allah, dengan kesadaran demikian, mereka dapat menjaga dan mewarisi marwah serta kemuliaan Kanjeng Gusti Sinuhun Gunungjati, salah seorang wali di antara Walisongo yang sangat berjasa dalam dakwah Islam di Indonesia. [Ahmadie Thaha]