Presiden Jokowi meresmikan Pabrik PT Etana Biotechnologies Indonesia, di Kawasan Industri Pulogadung (JIEP), Jakarta, Jumat (07/10). (Foto: Humas Setkab/Rahmat)
Presiden Jokowi meresmikan Pabrik PT Etana Biotechnologies Indonesia, di Kawasan Industri Pulogadung (JIEP), Jakarta, Jumat (07/10). (Foto: Humas Setkab/Rahmat)

KENAIKAN realisasi investasi di Indonesia menunjukkan Indonesia masih menjadi tempat menarik untuk membiakkan modal. Namun naiknya investasi masih didominasi oleh sektor padal modal sehingga berdampak kurang signifikan bagi pembukaan lapangan kerja.

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang 2022 mencapai Rp 1.207,2 triliun. Angka ini naik sebesar 34 persen dari periode tahun sebelumnya yang mencatat angka 901 triliun rupiah.

Selain itu realisasi mencapai 100,61% dari target investasi tahun 2022 yang sebesar Rp 1.200 triliun.

“Alhamdulillah kita mencapai Rp 1.207,2 triliun. Secara year on year tumbuh 34%. Ini salah satu pertumbuhan investasi yang terbesar. Dan untuk Indonesia ini sepanjang sejarah republik ada, ini paling besar,” ujar Bahlil dalam Konferensi Pers BKPM, Selasa (24/1).

Realisasi investasi tersebut terdiri atas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 552,8 triliun atau 45,8% dari total investasi sepanjang 2022. Angka tersebut naik 23,6% dibandingkan posisi 2021.

Kemudian, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp 654,4 triliun atau 54,2% dari total investasi 2022. Realisasi tersebut naik 44,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Lebih lanjut, jika dilihat secara wilayah, di luar pulau Jawa masih mendominasi investasi yang masuk sepanjang tahun 2022. Porsinya mencapai 52,7% atau setara Rp 636,3 triliun.

Sementara itu, untuk investasi di pulau Jawa mencapai Rp 570,9 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 47,3% dari total investasi 2022.

Serapan tenaga kerja

Sektor padat modal masih mendominasi sasaran investasi tahun 2022. BKPM mencatat, secara sektoral, industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya masih menguasai investasi dengan nilai sebesar Rp 171,2 triliun.

Kemudian, sektor pertambangan sebesar Rp 136,4 triliun, industri transportasi, gudang dan telekomunikasi sebesar Rp 134,3 triliun.

Selanjutnya, sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran sebesar Rp 109,4 triliun, dan industri kimia dan farmasi sebesar Rp 93,6 triliun.

Dengan pencapaian investasi di sepanjang 2022, penyerapan tenaga kerja selama investasi setahun tersebut mencapai Rp 1.305.001 orang tenaga kerja.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa hilirisasi menjadi arah kebijakan Indonesia di skala prioritas. Untuk itu, adanya hilirisasi pasti berkaitan juga dengan padat teknologi untuk meningkatkan produktivitas.

“Konsekuensinya adalah pasti tidak banyak atau tidak maksimal dengan karyawan, karena dia padat teknologi, mesin dan segala macam. Ini antara pilihan kita maju padat karya tapi lambat kita maju atau kita memakai teknologi untuk cepat kita maju,” ujar Bahlil saat menjawab pertanyaan Kontan, Selasa (24/1).

Bahlil menegaskan, memang investasi bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Hanya saja, Indonesia tidak akan bisa menjadi negara maju jika terus memakai cara investasi dengan gaya lama.

“Yang namanya tambang mana bisa kita pakai padat karya. Kalau bangun gedung oke, bawa truk oke, bawa alat oke, begitu ke industrinya itu sudah remote aja. Jadi untuk hilirisasi ini adalah perpaduan antara tenaga kerja yang tinggi dengan memakai teknologi dan padat karya,” tambahnya. [DES]