Suluh Indonesia – Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah-sekolah, khususnya di DKI Jakarta, kembali digelar. Kasus penyebaran pandemi Covid-19 tampaknya sudah cukup bisa dikendalikan. Di wilayah DKI Jakarta, misalnya, kini sudah tidak ada lagi zona merah yang menandakan gawatnya penyebaran virus Covid-19.
Setelah para siswa berbulan-bulan belajar secara online di rumah atau tempat-tempat lain di luar sekolah, kini mereka bisa merasakan kembali belajar di kelas. Mereka senang dapat bertemu lagi dengan para guru dan kawan-kawan di sekolah.
Ya, pemerintah telah membolehkan pembukaan pembelajaran luring di sekolah seiring dengan penurunan tingkat penyebaran virus Covid-19. Dalam sebulan terakhir, grafik penyebarannya landai, meski skala harian dalam beberapa bulan ini tampak naik dan turun.
Sebetulnya, pembelajaran tatap muka di beberapa wilayah bukan kali ini saja dilakukan. Setidaknya sudah beberapa kali dilakukan pembukaan pembelajaran tatap muka, meski masih dalam taraf uji coba.
Terakhir, uji coba pembukaan sekolah dilakukan pada April lalu. Tapi, uji coba dihentikan beberapa pekan berikutnya karena terjadi kenaikan kasus baru Covid-19.
Opsi pembelajaran secara daring masih bisa dilakukan bagi siswa yang orangtuanya memilih pembelajaran dari rumah. Diberlakukanlah pembelajaran hibrida atau campuran, agar para siswa yang bisa datang ke sekolah maupun yang belajar secara daring tetap bisa mendapatkan hak mereka untuk belajar.
Dengan demikian, apa pun metode dan sistem pembelajarannya, sekolah tetap bisa berlangsung. Itulah strategi yang diambil untuk menyiasati situasi di tengah wabah.
Yang pasti, proses belajar-mengajar sangat tergantung pada perkembangan wabah. Bila grafik penularan virus menurun, sekolah dibuka lagi. Begitu juga kalau grafik penularannya naik, sekolah akan ditutup dan para siswa belajar secara daring.
Meski sekolah-sekolah di daerah termasuk di DKI Jakarta boleh menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, namun aturan ini masih dilakukan secara terbatas, yaitu kapasitas kelas maksimal hanya 50 persen.
Kapasitas isi kelas untuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang menggelar PTM bahkan lebih sedikit, yakni maksimal 33 persen dengan menjaga jarak minimal 1,5 meter. Atau, hanya lima peserta didik maksimal per kelas.
Di samping itu, untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus, mulai dari SDLB, MILB, SMPLB, SMALB dan MALB, kapasitas maksimal kelas hanya 62 hingga 100 persen, dengan menjaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal lima peserta didik per kelas.
Meski semua sekolah sudah diperbolehkan menggelar pembelajaran tatap muka, tapi tidak semua sekolah diizinkan untuk melaksanakannya. Setiap sekolah harus mendapatkan asesmen dan dinilai kelaikannya terlebih dahulu dari pejabat terkait.
Dari asesmen yang dilakukan, 610 sekolah di DKI Jakarta telah lolos dan diperbolehkan melakukan PTM. Daftar sekolah-sekolah ini tercantum dalam SK Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 883 Tahun 2021.
Dalam SK yang terbit 27 Agustus 2021 itu, satuan pendidikan yang mengikuti PTM terbatas harus mematuhi protokol kesehatan yang ketat serta melakukan evaluasi secara berkala.
Baca juga: Anak-anak yang Menjadi Yatim karena Covid-19 Harus Didata
Dari 610 satuan pendidikan yang masuk dalam daftar itu, sebanyak 138 sekolah sudah pernah menggelar uji coba PTM sejak Juni, tetapi terhenti karena lonjakan kasus Covid-19.
Kemudian, 85 sekolah telah menggelar pembelajaran campuran, yakni PTM dan pembelajaran daring sekaligus selama dua pekan.
Selain itu, ada 372 sekolah yang sudah memenuhi daftar isian dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, sebagai syarat menggelar uji coba PTM hingga Desember mendatang.
Untuk tahap kedua, Pemprov DKI kembali memulai PTM secara bertahap pada September di 890 satuan pendidikan lain yang sudah memenuhi daftar isian Kemendikbudristek. Seluruh satuan pendidikan ditargetkan bisa menggelar PTM mulai Januari 2022.
Berikut aturan yang harus diketahui para orang tua dan wali murid dalam pelaksanaan PTM terbatas:
Pertama, membuat kesepakatan bersama antara komite satuan pendidikan dan orang tua/wali murid terkait kesiapan melakukan PTM terbatas di satuan pendidikan dasar dan menengah.
Kedua, orang tua/wali murid tidak diizinkan menunggu peserta didik di sekolah.
Ketiga, mereka harus menjaga kebersihan pribadi, seperti mencuci tangan secara teratur menggunakan sabun, melakukan prosedur ketika batuk dan bersin yang benar, yaitu tidak menyentuh mulut, mata dan hidung.
Keempat, meminta kepada orang tua untuk mengingatkan putra-putrinya, untuk selalu menjaga kebersihan selama berada di satuan pendidikan, menjaga jarak, secara periodik mencuci tangan dengan sabun dan beretika ketika batuk/bersin.
Kelima, orang tua atau wali murid menginformasikan kepada pihak satuan pendidikan bila putra-putrinya pernah menderita sakit berat atau pernah dirawat di rumah sakit.
Semua pihak tentu berharap proses PTM di tengah pembatasan aktivitas dalam kerangka PPKM Level 3 ini bisa berlangsung lancar dan tanpa banyak kendala. [WIS]