Pada Januari 2011, menurut sumber kami lagi, Irman memerintahkan dibuat tiga konsorsium yang mengikuti tender, yaitu PNRI, Astra, dan Murakabi, dengan mempersiapkan PNRI (yang beranggotakan PNRI, LEN, Succofindo, Quadra, dan SandiPala) sebagai pemenangnya. “Succofindo memang sudah sejak awal ikut mempersiapkan tender ini. Sementara itu, Quadra merupakan balas jasa,” ujarnya. Proses tender pun berlangsung dengan hasil PNRI sebagai pemenangnya.
Dalam pelaksanaan penerbitan e-KTP, Menteri Dalam Negeri membentuk Tim Teknis Penerbitan Nomor Induk Kependudukan dan Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional, Juli 2010. Yang menjadi anggota tim ini antara lain Brigjen Polisi Bekti Suhartono (BS), Kepala Pusat Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification Center) Badan Reserse Kriminal Polri. BS dari Akpol angkatan 1984, rekan dekat satu angkatan dengan Irjen Polisi Djoko Susilo, yang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam kasus korupsi simulator untuk ujian pengambilan surat izin mengemudi. Posisi atau jabatan struktural BS dalam tim tersebut tercantum sebagai anggota tim teknis.
Sewaktu menjadi Ketua KPK, Abraham Samad mengatakan, KPK akan memanggil semua pihak yang terkait dengan dugaan korupsi proyek e-KTP. Menurut Abraham, penyidik masih mengumpulkan informasi dan bukti dalam kasus itu. “Semua yang berkaitan dengan kasus ini akan kami panggil,” katanya.
Terkait tudingan terhadap dirinya itu, Gamawan Fauzi pada 2013 lalu telah membantah. “Kalau tender elektronik, bagaimana mengaturnya? Apalagi, di situ ada 15 kementerian dan lembaga sebagai pendamping teknis,” ungkap Gamawan, 25 September 2013.
Ia sebelumnya juga beberapa kali menjelaskan, setelah tender selesai, sebelum kontrak ditandatangani, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) lebih dulu diminta mengaudit. Setelah BPKP menyatakan clear, baru kontrak ditandatangani. “Bahkan, sebelum tender, saya datang ke KPK meminta masukan dan meminta agar tender dikawal. Karena itu, bohong besar kalau Nazar bilang diatur. Setelah tender berjalan, Badan Pemeriksa Keuangan juga memeriksa. Belum pernah ada temuan yang mengatakan itu salah,” tutur Gamawan. Ia juga membantah kedekatannya dengan Paulus Tanos. “Saya bukan teman akrab, saya cuma sekali ketemu Paulus. Ngawur namanya,” katanya.
Kendati begitu, Gamawan juga menyatakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memang menghukum pemenang dan yang kalah tender, karena dianggap bersekongkol. Tapi, tidak menyalahkan panitia. “Selanjutnya dibanding ke pengadilan dan pengadilan menyatakan tidak ada masalah. Putusan pengadilan ini tidak pernah disebut media, juga Nazar, itu kan tidak fair namanya,” tutur Gamawan.
Setya Novanto juga membantah keterlibatannya. “Dari dulu sudah saya katakan, saya tidak terlibat apapun dalam kasus itu,” kata Setya di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, 5 Oktober 2016 lalu. [PUR]