Koran Sulindo – Akan ada banyak nama yang diduga terlubat skandal korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP), yang merugikan negara lebih dari Rp 2 triliun. Nilai proyeknya sendiri hampir Rp 6 triliun.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo pun mengharapkan, negeri ini tak menjadi gaduh bila nanti pihaknya menyebutkan nama-nama itu. “Mudah-mudahan tidak ada goncangan politik yang besar ya, karena nama yang akan disebutkan memang banyak sekali,” ungkap Agus di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat sore (3/3) sore.
Kapan nama-nama itu bisa diketahui publik? “Dalam persidangan perkara itu nanti,” tuturnya. Direncanakan, sidang perkaranya akan digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam waktu dekat. “Nanti Anda tunggu. Kalau Anda mendengarkan dakwaan dibacakan, Anda akan sangat terkejut. Banyak orang yang namanya disebut di sana. Anda akan terkejut,” ujar Agus.
Dijelaskan Agus, penyebutan nama-nama besar itu sebagai tanda dibukanya kembali penyelidikan baru atas perkara tersebut. “Nanti secara periodik, secara berjenjang. Ini dulu, habis ini siapa, itu ada ya,” katanya.
Dalam perkara yang akan disidang nanti baru ada tersangka, yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. Keduanya dikenakan Pasal 2 atau 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHAP.
Namun, sebenarnya, omong besar KPK di bawah kepemimpinan Agus sudah dimulai sejak beberapa bulan lalu. Pada awal November 2016 lalu, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengungkapkan, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus ini. “Kami lagi mengerjakannya dengan sangat hati-hati tapi cepat dan teliti. Jadi sabar sajalah. Tersangka baru pasti ada, tergantung bukti saja nanti gimana,” tutur Syarif, 9 November 2016.
Bahkan, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan sudah menyatakan hal senada juga pada 7 Oktober 2016. Pernyataan itu dibuat setelah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dikeluarkan dari sel penjara dan dibawa ke kantor KPK untuk diperiksa sebagai untuk tersangka Sugiharto, yang adalah mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, yang merupakan pejabat pembuat komitmen. Sugiharto ditetapkan sebagai tersangka sejak tahun 2014 lalu.
Sehari setelah Nazar diperiksa, penyidik KPK menetapkan Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman menjadi tersangka baru. “Penyidik telah menemukan dua alat bukti untuk menetapkan IR selaku mantan Dirjen Kemendagri sebagai tersangka,” ungkap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, 30 September 2016.
Kepada wartawan, Nazar juga mengungkapkan soal keterlibatan Gamawan Fauzi ketika menjadi Menteri Dalam Negeri dan adiknya. “Masalah mark up tentang proyek e-KTP terus uang mengalir ke Irman mengalir ke Mendagri,” ujar Nazar. KPK, tambahnya, sudah punya data soal berapa besar uang yang diterima Gamawan terkait dugaan korupsi di proyek tersebut.
Nazar juga menyebut nama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto “tersiram” uang dari proyek ini. “Pembagian uangnya yag dikoordinasikan oleh Setya Novanto,” katanya. Proyek e-KTP, lanjutnya, dikendalikan penuh oleh mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Setya Novanto. Nazar mengaku menjadi pelaksana di lapangan bersama Andi Saptinus atau Andi Agustinus atau Andi Naragong.
Petinggi di Komisi II DPR, menurut Nazar, juga terlibat. Tapi, ia tak mau menyebut namanya.