Kantor BPJS di Plumpang, Jakarta Utara

Koran Sulindo – Sejumlah rumah sakit di berbagai daerah tidak lagi dapat melayani pasien dengan BPJS Kesehatan per Januari 2019. Pasalnya, rumah-rumah sakit itu belum terakreditasi sebagaimana telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 71/2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Akreditasi ini untuk memastikan fasilitas kesehatan yang bermitra dengan BPJS Kesehatan, termasuk rumah sakit, sudah memenuhi seluruh standar dan menjalankan budaya mutu, termasuk upaya peningkatan mutu yang berkelanjutan.

Jadi, begitu kontrak habis pada Desember 2018, kemitraan rumah-rumah-sakit-yang-belum-terakreditasi dengan pihak BPJS Kesehatan pun tak dapat dilanjutkan. Permenkes tersebut memang dijalankan secara efektif pada akhir tahun 2018. Karena, dalam peraturan menteri itu juga dinyatakan pihak rumah sakit diberi waktu lima tahun sejak 2013 untuk diakreditasi.

Ilustrasi

Di Jambi misalnya, 3 rumah sakit dan 1 klinik dihentikan kemitraannya. Sebagaimana diberitakan tribunnews.com, 3 rumah sakit dan 1 klinik tersebut adalah RS Royal Prima Jambi, RS Mayang Medical Centre (MMC), RS Umum Kambang, dan Klinik Mata Kambang.

Namun, menurut Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan (PMR) BPJS Kesehatan Cabang Jambi Timbang Pamekas Jati, untuk pasien yang masih dirawat inap saat kontrak kerja dengan rumah sakit berakhir, pihaknya menjamin pasien akan terus mendapat jaminan perawatan hingga dokter mengatakan pasien dapat pulang atau dinyatakan sehat. “Bagi pasien rawat inap yang telah dirawat sebelum tanggal 1 Januri 2019 masih kami jamin hingga menurut dokter boleh pulang,” kata Timbang.

Hal yang sama juga dialami sejumlah fasilitas kesehatan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara itu, sebagaimana diberitakan lingkarjatim.com, sebanyak 11 rumah sakit di Jawa Timur terancam terhenti dalam melayani pelayanan BPJS Kesehatan terkait hal yang sama.

Diungkapkan Deputi BPJS kesehatan Wilayah Jawa Timur Handaryo, dari 315 rumah sakit di provinsi itu yang telah tergabung dengan BPJS Kesehatan ada 11 rumah sakit yang terancam tidak bisa memberikan pelayanan BPJS Kesehatan lagi. “Dari 11 rumah sakit tersebut, dua di antaranya adalah Husada Utama Surabaya dan Rumah Sakit Ibnu Sina Gresik,” kata Handaryo, Rabu (2/1).

BPJS Kesehatan sendiri sampai sekarang masihmenunggak pembayaran tagihan dari banyak fasilitas kesehatan. Pada Rabu kemarin juga, misalnya, Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin mengatakan, BPJS Kesehatan masih menunggak miliaran rupiah ke sejumlah rumah sakit umum daerah di kabupatennya. Dia berharap BPJS Kesehatan segera melunasi kewajibannya.

“Kami selama ini sudah bayar premi secara rutin, jadi kami minta BPJS Kesehatan bisa memenuhi hak kami,” kata Ade, sebagaimana dikutip republika.co.id.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tri Wahyu Harini, tunggakan BPJS Kesehatan ada di empat RSUD dan rumah sakit swasta di Kabupaten Bogor. Jumlah tunggakannya relatif tinggi. “Total keseluruhannya saya lupa. Yang jelas, di RSUD Cibinong saja, tunggakan itu ada Rp 17 miliar,” ujar Tri.

Pada September 2018, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) juga menginformasikan, BPJS Kesehatan memiliki tunggakan pembelian obat yang sudah jatuh tempo. Besarnya Rp 3,5 triliun.

Diakui Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf, pihaknya memang kekurangan dana. Dijelaskan Iqbal, uang premi yang dibayarkan masyarakat tak cukup untuk menutupi tagihan dari rumah sakit di seluruh Indonesia. Menurut catatan, belanja BPJS Kesehatan lebih dari Rp 30 triliun pada tahun 2018, sementara tahun 2017 sebesar Rp 29,37 triliun.

Pada 5 Desember 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, kementeriannya sudah mulai mencairkan dana bantuan tahap kedua sebesar Rp 5,2 triliun untuk BPJS Kesehatan. “Rp 3 triliun sudah kami cairkan hari ini,” kata Sri di Istana Kepresidenan, Jakarta, sebagaimana diberitakan banyak media. Sisanya akan dicairkan sampai Januari 2019 ini.

Pada September 2018 lalu, pemerintah telah mencairkan dana bantuan tahap pertama untuk BPJS Kesehatan sebesar Rp 4,9 triliun. Jadi, total dana bantuan sepanjang tahun 2018 mencapai Rp 10,1 triliun.

Dana tersebut dicairkan seiring Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit arus kas BPJS Kesehatan. Juga mengevaluasi sistem penagihan, agar tidak terjadi lagi penundaan pembayaran tagihan. “Kami meminta BPKP melihat sistem BPJS sendiri dan 2.400 rumah sakit,” ujar Sri Mulyani.

Rencananya, BPKP akan menyelesaikan audit kas BPJS Kesehatan tahun 2018 pada Januari 2019 ini. [RAF]