Sejarah yang Nyaris Terlupakan dari G30S

Sukitman adalah polisi korban G30S yang selamat.(facebook.com/DivHumasPolri)

Koran Sulindo – Memasuki bulan September rakyat Indonesia mungkin akan terlintas dengan salah satu peristiwa kelam, G30SPKI sebuah peristiwa yang merenggut beberapa nyawa dalam satu malam.

Dalam peristiwa bersejarah yang begitu mendalam seperti Gerakan 30 September (G30S) 1965 ini, banyak fokus tertuju pada keterlibatan para jenderal, tokoh politik, dan organisasi besar seperti TNI dan PKI.

Namun, di balik peristiwa monumental ini, ada individu-individu yang terjebak secara tidak sengaja dalam arus sejarah, salah satunya adalah Sukitman, seorang polisi muda yang nyaris terlupakan meski perannya cukup krusial dalam pengungkapan tragedi tersebut.

Ketika membicarakan G30S, kita sering kali mengingat kisah para korban utama, yakni tujuh jenderal TNI AD yang dibunuh, serta intrik politik yang melibatkan elite militer dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Namun, ada satu kisah penting yang kerap terlewatkan, yaitu bagaimana seorang polisi sederhana seperti Sukitman, yang hanya sedang menjalankan tugasnya, terseret dalam sejarah kelam itu dan pada akhirnya menjadi saksi kunci yang membantu menemukan tempat pembuangan jenazah para jenderal di Lubang Buaya.

Sukitman: Saksi Bisu di Tengah Ketidakpastian

Sukitman tidak pernah memiliki keterlibatan langsung dengan konflik besar yang terjadi di malam kelam G30S. Ia hanyalah seorang polisi yang sedang berpatroli di Jakarta pada dini hari 1 Oktober 1965, saat secara tidak sengaja mendekat ke rumah Mayjen DI Pandjaitan karena mendengar suara tembakan.

Kehadiran Sukitman di tempat yang salah pada waktu yang salah membuatnya diculik oleh pasukan Cakrabirawa, bersama dengan Pandjaitan, dan dibawa ke Lubang Buaya, tempat di mana tujuh jenderal TNI AD dibantai.

Sukitman nyaris menjadi korban yang terlupakan. Sersan Mayor Ishak Bahar, salah satu anggota Batalyon Cakrabirawa yang terlibat dalam operasi tersebut, menyelamatkan Sukitman dari kematian di Lubang Buaya.

Jika bukan karena campur tangan Bahar, Sukitman mungkin sudah menjadi bagian dari sejarah yang tersembunyi, terkubur bersama para jenderal lainnya. Namun, keberuntungan ada di pihaknya.

Setelah peristiwa itu, Sukitman menjadi saksi penting yang memandu pasukan RPKAD ke sumur tua yang menjadi tempat pembuangan jenazah para jenderal.

Mengapa Kisah Sukitman Sering Terabaikan?

Pertanyaan yang menarik untuk diajukan adalah mengapa peran Sukitman dalam sejarah G30S jarang dibahas secara mendalam. Salah satu alasan utamanya adalah karena Sukitman bukanlah bagian dari narasi besar konflik politik antara militer dan PKI.

Ia adalah tokoh yang terjebak dalam peristiwa besar, tetapi perannya sering kali tidak dianggap penting karena ia bukan tokoh militer atau politik yang berpengaruh.

Sejarah sering kali lebih tertarik pada narasi-narasi besar dan dramatis, terutama yang melibatkan tokoh-tokoh dengan kekuasaan. Kisah tentang seorang polisi muda yang terseret ke dalam peristiwa G30S hanya karena kebetulan, meskipun penting, dianggap kurang signifikan dibandingkan dengan konspirasi politik dan kekerasan yang terjadi di balik layar.

Akibatnya, peran Sukitman dalam mengungkap lokasi jenazah para jenderal tenggelam dalam kisah yang lebih besar tentang pengkhianatan, kekerasan, dan perebutan kekuasaan.

Refleksi Sejarah: Mengangkat Kembali Tokoh yang Terlupakan

Kisah Sukitman mengingatkan kita bahwa sejarah sering kali ditulis dengan fokus pada mereka yang memiliki kekuasaan, sementara tokoh-tokoh kecil yang memainkan peran penting dalam peristiwa tersebut mudah terabaikan.

Namun, tanpa kontribusi Sukitman, pengungkapan lokasi pembantaian di Lubang Buaya mungkin tidak akan secepat itu terungkap, dan narasi sejarah bisa jadi berbeda.

Sukitman juga mengajarkan kita bahwa dalam peristiwa-peristiwa besar, ada individu-individu kecil yang, meskipun tidak memilih untuk menjadi bagian dari sejarah, tetap terlibat dan memberikan dampak signifikan.

Keberanian dan kebetulan membawa Sukitman untuk menjadi saksi kunci dalam salah satu bab paling kelam dalam sejarah Indonesia.

Mengangkat kisah Sukitman adalah upaya untuk menghargai peran-peran kecil yang sering kali terlupakan dalam sejarah, serta mengingatkan kita bahwa dalam setiap tragedi besar, ada banyak narasi manusiawi yang belum terungkap sepenuhnya.

Tokoh-tokoh seperti Sukitman layak mendapatkan tempat dalam sejarah yang adil, tidak hanya sebagai saksi atau korban, tetapi sebagai bagian penting dari mozaik sejarah yang lebih luas.

Bagi generasi muda, kisah Sukitman dapat menjadi inspirasi untuk melihat sejarah dari sudut pandang yang lebih luas. Jangan hanya terjebak pada narasi besar dan dramatis yang melibatkan tokoh-tokoh kuat, tetapi juga renungkan kisah-kisah orang biasa yang ikut andil dalam perjalanan sejarah bangsa.

Sukitman adalah pengingat bahwa peristiwa besar sering kali melibatkan banyak elemen, termasuk orang-orang biasa yang terjebak dalam arus sejarah. [UN]