Telur Pitan. (Istimewa)

Jika membahas kuliner Asia, khususnya Tiongkok, terdapat satu hidangan unik yang menantang selera banyak orang, baik karena tampilannya yang tak lazim maupun aromanya yang khas. Hidangan itu adalah telur pitan, yang juga dikenal dengan sebutan telur seribu tahun, telur seabad, atau dalam istilah internasional, century egg. Di balik penampilannya yang mencolok, yaitu putih telur yang menjadi bening kecokelatan dan kuning telur yang berubah kehijauan, tersimpan sejarah panjang, kisah penemuan yang tak disengaja, dan nilai tradisional yang kuat.

Jejak Awal dari Masa Dinasti Ming

Mengutip berbagai sumber, asal mula telur pitan dapat ditelusuri hingga sekitar 600 tahun silam, tepatnya pada masa pemerintahan Dinasti Ming di provinsi Hunan, Tiongkok. Penemuan telur ini bukan hasil riset kuliner yang disengaja, melainkan buah dari kebetulan. Konon, seorang pria di Hunan menemukan beberapa butir telur bebek yang terendam dalam genangan air bercampur kalsium hidroksida (kapur) bahan yang digunakan dalam pembangunan rumahnya.

Setelah dibiarkan selama dua bulan, telur-telur tersebut mengalami perubahan drastis dalam tekstur dan aroma. Alih-alih membuangnya, sang pria justru mencicipinya dan mendapati rasa yang tak terdugaa unik namun menggoda. Ia pun mulai mereplikasi proses tersebut secara sengaja, kali ini dengan menambahkan garam untuk menyempurnakan rasa.

Meskipun asal-usul telur pitan banyak diceritakan melalui kisah lisan, catatan tertulis pertama tentang teknik pembuatannya muncul pada tahun 1640. Para sejarawan meyakini bahwa telur ini kemungkinan telah dibuat dan dikembangkan beberapa dekade sebelumnya. Meskipun sulit diverifikasi secara pasti, para ahli umumnya sepakat bahwa telur pitan mulai dikenal luas sejak era Dinasti Ming.

Teknik Pengawetan Tradisional

Latar belakang terciptanya telur pitan berkaitan erat dengan kebutuhan praktis masyarakat masa lampau, mengawetkan telur dalam jangka panjang di tengah keterbatasan teknologi pendinginan. Untuk mencapai tujuan ini, masyarakat mengembangkan metode pengawetan berbasis bahan-bahan alkali, seperti tanah liat, abu, kapur tohor, garam, dan sekam padi. Telurnya baik dari ayam, bebek, maupun puyuh dibalut dengan campuran ini lalu disimpan selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan. Hasilnya, terjadi reaksi kimia kompleks seperti kuning telur berubah menjadi hijau gelap nan lembut, sementara putih telur menjadi transparan dan kenyal dengan nuansa rasa dan aroma yang khas.

Seiring waktu, telur pitan berkembang menjadi bagian penting dalam tradisi kuliner Tiongkok. Hidangan ini kerap hadir dalam perayaan budaya seperti Festival Perahu Naga (Duanwu Jie), serta menjadi komponen penting dalam berbagai masakan khas, seperti bubur atau salad khas Tiongkok. Kepopulerannya pun meluas ke negara-negara lain, terutama di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara. Di Hong Kong dan Taiwan, telur pitan menjadi sajian yang umum dijumpai. Sementara di negara seperti Thailand dan Laos, makanan ini dijuluki secara nyeleneh sebagai “telur urin kuda”, meskipun tentu saja nama tersebut tidak ada kaitannya dengan bahan sebenarnya.

Lebih dari sekadar makanan eksotis, telur pitan merepresentasikan kreativitas dan adaptasi budaya dalam menghadapi tantangan zaman. Di era ketika teknologi penyimpanan makanan belum berkembang, masyarakat mampu menciptakan metode pengawetan yang efektif sekaligus melahirkan cita rasa baru yang bertahan hingga ratusan tahun kemudian. Proses transformasi telur biasa menjadi makanan bercita rasa tinggi ini mencerminkan kejeniusan kuliner masa lalu yang terus hidup hingga kini.

Kini, telur pitan tidak hanya tersedia di pasar-pasar tradisional Asia, tapi juga bisa dengan mudah ditemukan di berbagai platform online di Indonesia. Dengan kemasan yang higienis dan proses produksi yang sudah disesuaikan dengan standar masa kini, telur pitan kini dapat dinikmati oleh siapa saja yang ingin menjelajahi warisan rasa dari masa lalu.

Telur pitan adalah bukti bahwa inovasi sering kali lahir dari ketidaksengajaan. Dari genangan air kapur di pekarangan rumah seorang pria Hunan, lahirlah salah satu ikon kuliner Tiongkok yang mendunia. Telur ini tidak hanya menjadi simbol sejarah dan tradisi, tapi juga perwujudan betapa manusia mampu menciptakan solusi kreatif bahkan dari situasi yang tak terduga. Dan hari ini, siapa pun bisa merasakan hasil kreativitas itu, satu gigitan telur pitan, satu potong sejarah. [UN]