Sejarah Panjang Jogja: 268 Tahun Peradaban dan Budaya

Diorama di Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY

Koran Sulindo – Setiap tanggal 7 Oktober diperingati sebagai hari jadi Kota Yogyakarta, sebuah kota yang kaya akan sejarah dan budaya di Indonesia. Tahun ini Yogyakarta berusia 268 tahun.

Penetapan 7 Oktober sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Yogyakarta memiliki latar belakang sejarah yang panjang dan erat kaitannya dengan Kerajaan Mataram, hingga terjadinya Perjanjian Giyanti yang menjadi titik awal pembentukan Kota Yogyakarta seperti yang kita kenal sekarang.

Sejarah Berdirinya Kota Yogyakarta

Berdirinya Kota Yogyakarta tidak bisa dipisahkan dari Perjanjian Giyanti, sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 13 Februari 1755. Perjanjian ini menandai perpecahan Kerajaan Mataram menjadi dua wilayah, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Wilayah Kasultanan Ngayogyakarta diberikan kepada Pangeran Mangkubumi, yang kemudian dikenal dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I. Beliau memimpin wilayah yang meliputi Mataram (Yogyakarta), serta beberapa daerah lainnya seperti Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, dan beberapa wilayah mancanegara termasuk Madiun, Cirebon, hingga Mojokerto.

Pembentukan wilayah ini dikenal sebagai Hadeging Nagari Ngayogyakarta, yang terjadi pada 13 Maret 1755. Pada saat itu, Sultan Hamengku Buwono I menamai wilayah kekuasaannya sebagai Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan Yogyakarta sebagai ibu kotanya.

Pembangunan Keraton Yogyakarta

Setelah penetapan wilayah, Sultan Hamengku Buwono I segera memulai pembangunan keraton sebagai pusat pemerintahan. Pembangunan ini dimulai pada 9 Oktober 1755 di sebuah kawasan yang dikenal sebagai Hutan Pabringan, yang dipilih karena lokasinya dianggap strategis dari segi pertahanan dan keamanan.

Selama pembangunan berlangsung, Sultan Hamengku Buwono I sementara tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang, Gamping.

Setahun kemudian, pada tanggal 7 Oktober 1756, pembangunan keraton selesai dan Sultan Hamengku Buwono I beserta keluarga dan pengikutnya berpindah ke keraton baru. Peristiwa ini dikenal dengan istilah boyongan atau pindahan, dan menandai titik awal perkembangan peradaban serta budaya di Yogyakarta.

Oleh karena itu, 7 Oktober kemudian dipilih sebagai Hari Jadi Kota Yogyakarta, mengingat peristiwa penting tersebut.

Asal Usul Nama Yogyakarta

Nama Yogyakarta atau Ngayogyakartamemiliki sejarah yang juga menarik. Menurut sumber sejarah, nama ini diberikan oleh Paku Buwono II, raja Mataram yang berkuasa pada tahun 1719-1727.

Nama ini digunakan untuk menggantikan nama Pesanggrahan Garjitawati. Dalam bahasa Jawa, Yogyakarta bermakna Yogya yang kerta atau Yogya yang makmur. Sementara nama Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki arti Yogya yang makmur dan yang paling utama.

Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa penamaan Yogyakarta diambil dari nama ibu kota Ayodhya dalam cerita Ramayana. Dalam penggunaan sehari-hari, Yogyakarta sering disebut sebagai Jogja atau Ngayogyakarta dalam bahasa Jawa.

Penetapan 7 Oktober sebagai hari jadi Kota Yogyakarta menyimpan sejarah yang panjang, mulai dari Perjanjian Giyanti, pembentukan Kasultanan Ngayogyakarta, hingga peristiwa boyongan ke keraton yang baru.

Hingga kini, Yogyakarta dikenal sebagai kota yang kaya akan warisan budaya, sejarah, dan nilai-nilai tradisional yang terus dijaga. Sebagai pusat budaya dan pendidikan, Yogyakarta memainkan peran penting dalam perkembangan Indonesia dan menjadi salah satu kota yang tetap mempertahankan kekayaan sejarahnya dengan baik.[UN]