Koran Sulindo – Kakao dan cokelat, dua kata ini sudah sangat akrab di telinga kita, menjadi bahan makanan dan minuman favorit bagi semua orang, terutama anak-anak dan remaja.
Cokelat, dengan rasa manisnya yang khas, sering kali dijadikan hadiah istimewa, seperti saat hari Valentine atau untuk memberi kejutan kepada orang terkasih. Tanaman kakao (Theobroma cacao) berasal dari Amerika Selatan, dan dari biji tanaman inilah cokelat diproduksi.
Cokelat mengandung nilai gizi tinggi karena kaya akan lemak, protein, dan beberapa nutrisi lain yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Beberapa produk cokelat yang umum dikenal di seluruh dunia termasuk permen cokelat, es krim, bubuk cokelat (cocoa powder), dan lemak cokelat (cocoa butter).
Namun, tahukah Anda siapa yang memperkenalkan tanaman kakao di Indonesia? Sejarah menunjukkan bahwa kakao pertama kali berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara.
Suku Indian Maya dan Astek merupakan kelompok pertama yang membudidayakan kakao sebagai bahan makanan dan minuman.
Sebelum bangsa Eropa tiba, suku-suku ini telah memanfaatkan kakao. Bangsa Indian Maya hidup di wilayah yang kini disebut Guatemala, Yucatan, dan Honduras. Ketika bangsa Spanyol tiba pada tahun 1591, mereka menemukan suku Astek yang menjadi penanam kakao.
Proses pengolahan biji kakao oleh suku Indian dilakukan dengan cara mengeringkan bijinya di bawah sinar matahari, kemudian disangrai di dalam pot tanah. Setelah dikeringkan, biji-biji ini digiling menggunakan lumpang batu dan dicampur dengan jagung dan rempah-rempah untuk membuat makanan berupa kue atau dodol.
Untuk membuat minuman, kue kecil tersebut diaduk dengan air dan vanili, menghasilkan minuman yang disebut “chocolatl”. Pada masa itu, kakao tidak hanya dikonsumsi sebagai minuman, tetapi juga digunakan sebagai alat tukar, upeti, serta dalam upacara keagamaan dan pengobatan.
Ketika bangsa Spanyol datang, mereka awalnya tidak menyukai cokelat olahan suku Astek. Mereka kemudian mengembangkan metode sendiri, menyangrai biji kakao dan menambah gula tebu, menciptakan rasa yang lebih sesuai dengan selera mereka.
Ini menjadi awal penyebaran cokelat di Eropa setelah bangsa Spanyol memperkenalkan tanaman kakao di Meksiko pada tahun 1522-1524, serta menjadi penanam pertama kakao di Trinidad pada tahun 1525. Selain bangsa Spanyol, bangsa Belanda juga berperan penting dalam menyebarkan kakao, terutama di Asia.
Pengenalan pertama kakao kepada orang Eropa terjadi pada tahun 1528 ketika bangsa Spanyol membawa pulang kakao yang telah diolah dan dipersembahkan kepada Raja Charles V. Cokelat segera menjadi populer di Spanyol dan menyebar ke seluruh Eropa pada awal 1550.
Beberapa pabrik cokelat kemudian muncul di Portugal, Italia, dan Prancis, serta perdagangan biji kakao antara Amerika dan Eropa berkembang pesat. Penemuan metode ekstraksi biji kakao menjadi lemak kakao (cocoa butter) dan bubuk cokelat (cocoa powder) oleh C.J. Van Houten di Belanda pada 1828 semakin mempopulerkan cokelat. Pada tahun 1878, M. Daniel Peter dari Swiss menemukan cara membuat susu cokelat.
Di Indonesia, kakao pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Spanyol pada tahun 1560 di Minahasa, Sulawesi Utara. Ekspor dari Manado ke Manila tercatat sebanyak 92 ton antara tahun 1825 hingga 1838, meskipun serangan hama mengurangi produksi.
Pada tahun 1859, terdapat sekitar 10.000-12.000 pohon kakao di Ambon, yang menghasilkan 11,6 ton kakao, namun sayangnya kemudian menghilang tanpa informasi lebih lanjut.
Pada akhir abad ke-19, perkebunan kakao mulai berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penanaman kakao semakin berkembang setelah eksperimen di perkebunan Belanda menghasilkan bibit yang lebih tahan terhadap hama.
Upaya untuk mengembangkan bibit unggul dilakukan di Perkebunan Djati Runggo di Jawa Tengah, yang menghasilkan klon DR (Djati Runggo) yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia, termasuk Jawa Timur dan Sumatra.
Berdasarkan sejarah panjang ini, kita patut berterima kasih kepada bangsa Spanyol dan Belanda yang telah memperkenalkan tanaman kakao ke Indonesia, menjadikannya salah satu komoditas penting yang bertahan hingga kini. [UN]