Lebaran selalu menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pemerintah Indonesia menetapkan 1 Syawal 1446 H atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 31 Maret 2025. Dikenal sebagai hari kemenangan setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh, Idul Fitri juga identik dengan berbagai tradisi khas yang diwariskan secara turun-temurun.
Salah satu tradisi yang tak pernah lepas dari perayaan Lebaran adalah kehadiran ketupat di meja makan. Namun, tahukah kamu bahwa ketupat bukan sekadar hidangan khas Lebaran? Lebih dari itu, makanan ini memiliki makna simbolis yang mendalam dalam ajaran Islam dan budaya masyarakat Jawa.
Ketupat bukan hanya makanan, tetapi juga sarat akan makna religius. Anyaman daun kelapa yang rumit melambangkan kesalahan yang dibuat oleh manusia dalam hidupnya. Sementara itu, nasi putih yang tersembunyi di dalamnya melambangkan kemurnian dan kebebasan dari dosa setelah seseorang menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan.
Filosofi ini menjadi bagian dari cara masyarakat Jawa memahami kehidupan dan spiritualitas, di mana setiap elemen dalam ketupat mengandung pesan moral yang dalam.
Sejarah Ketupat
Meski tidak ada catatan pasti mengenai siapa pencipta ketupat, sejarah mencatat bahwa Sunan Kalijaga adalah sosok yang pertama kali memperkenalkan ketupat sebagai bagian dari dakwah Islam di tanah Jawa.
Pada masa itu, masyarakat Jawa memiliki sistem kepercayaan Kejawen yang sudah mengakar kuat, sehingga penyebaran Islam menghadapi tantangan besar. Masyarakat Jawa memahami kehidupan melalui konsep Jagad Alit (kehidupan pribadi) dan Jagad Gede (kehidupan semesta raya), yang menekankan bahwa seluruh manusia saling terhubung dan harus saling menghormati.
Sebagai seorang wali yang bijak, Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan budaya agar Islam lebih mudah diterima. Ia memperkenalkan ketupat dengan makna filosofis yang dekat dengan kepercayaan masyarakat Jawa.
Sunan Kalijaga menguraikan filosofi ketupat melalui unsur-unsur pembentuknya:
1. Janur (daun kelapa): Dalam bahasa Jawa, janur merupakan akronim dari “Jatining Nur”, yang berarti hati nurani. Ini mengajarkan bahwa manusia harus hidup dengan hati yang bersih dan jujur.
2. Beras di dalam ketupat: Beras melambangkan nafsu duniawi, yang jumlahnya tidak terhitung. Hal ini mengingatkan manusia untuk mengendalikan hawa nafsu agar mencapai kesucian setelah menjalani ibadah puasa.
Ketupat dalam Tradisi Idul Fitri
Hingga kini, tradisi ketupat masih lestari dan menjadi bagian dari perayaan Idul Fitri di berbagai daerah, terutama di Pulau Jawa. Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam, rendang, atau sambal goreng ati sebagai hidangan khas Lebaran.
Selain menjadi hidangan khas, ketupat juga menjadi simbol silaturahmi dan saling memaafkan. Dalam budaya Jawa, terdapat tradisi “Bakda Kupat”, yaitu perayaan yang dilakukan seminggu setelah Idul Fitri dengan membagikan ketupat kepada sanak saudara dan tetangga sebagai tanda kebersamaan.
Ketupat bukan sekadar makanan, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam budaya dan spiritualitas masyarakat Jawa. Melalui filosofi ketupat, Sunan Kalijaga berhasil menjadikan hidangan ini sebagai alat dakwah yang efektif, sehingga ajaran Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat. Hingga kini, tradisi ketupat tetap lestari sebagai bagian dari perayaan Idul Fitri, mengingatkan kita akan pentingnya kesucian hati dan kebersamaan. [UN]
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin! 🌙✨