Sejarah dan Makna Hari Kemenangan Rusia 9 Mei

Bendera Rusia (foto: Reuters)

Setiap tanggal 9 Mei, masyarakat Rusia memperingati Hari Kemenangan, sebuah momentum bersejarah yang menandai penyerahan tanpa syarat Jerman Nazi kepada Uni Soviet pada akhir Perang Dunia II. Momen ini bukan sekadar catatan dalam lembar sejarah, melainkan telah menjadi bagian dari identitas nasional Rusia.

Di hari itu, pada tahun 1945, Jerman menghentikan seluruh operasi militernya pada pukul 23:01 waktu Eropa Tengah, yang berarti sudah memasuki tanggal 9 Mei di Moskow. Sejak itulah, tanggal ini dikenang oleh rakyat Rusia sebagai simbol kemenangan atas kekuatan fasis yang telah mencabik-cabik daratan Eropa dan merenggut jutaan nyawa.

Namun, seiring berjalannya waktu dan bergantinya rezim, makna dan bentuk peringatan Hari Kemenangan di Rusia pun turut berubah. Pada masa pemerintahan Joseph Stalin, perayaan kemenangan hanya dilakukan sekali, tepat di tahun 1945. Stalin, yang dikenal dengan tingkat kecurigaan politiknya yang tinggi, diduga menghindari perayaan besar-besaran karena khawatir euforia tersebut bisa memicu ambisi politik dari kalangan militer. Ketakutan akan kudeta menjadi alasan kuat di balik ditiadakannya perayaan resmi selama lebih dari dua dekade setelah itu.

Barulah pada tahun 1965, di bawah kepemimpinan Leonid Brezhnev, Hari Kemenangan kembali dirayakan secara nasional. Brezhnev, seorang veteran perang, melihat potensi Hari Kemenangan sebagai alat untuk membangkitkan semangat patriotik dan memperkuat legitimasi pemerintahannya. Sejak saat itu, parade militer kembali digelar dengan megah, dan 9 Mei pun resmi ditetapkan sebagai hari libur nasional di Uni Soviet.

Memasuki era 1990-an, di tengah transisi politik yang bergolak pasca runtuhnya Uni Soviet, Presiden Boris Yeltsin menggunakan Hari Kemenangan untuk membangkitkan kembali nostalgia terhadap kejayaan militer masa lalu. Tahun 1995 menjadi titik penting dalam upaya menanamkan kembali rasa bangga terhadap identitas nasional yang sempat terguncang.

Transformasi paling mencolok terjadi pada tahun 2008 ketika perayaan Hari Kemenangan mulai dimanfaatkan sebagai ajang unjuk kekuatan militer. Di bawah pemerintahan Vladimir Putin, parade spektakuler menampilkan tank-tank modern, jet tempur, hingga rudal nuklir. Perayaan ini seolah menjadi panggung untuk menegaskan posisi Rusia sebagai kekuatan global yang tak bisa dipandang remeh.

Meski dirayakan dengan megah dan penuh semangat nasionalisme, Hari Kemenangan tak lepas dari perbedaan persepsi antar generasi. Bagi generasi tua, 9 Mei adalah hari penuh duka dan kenangan pahit atas kehilangan 27 juta warga Soviet gugur dalam konflik yang di Rusia disebut sebagai Perang Patriotik Besar. Sedangkan bagi generasi muda, terutama yang tumbuh setelah era Uni Soviet, hari tersebut lebih dipandang sebagai simbol kebangkitan kekuatan Rusia modern.

Perayaan yang kian militeristik pun memicu kritik dari sejumlah kalangan yang menilai bahwa makna sejati Hari Kemenangan—yakni mengenang pengorbanan dan penderitaan akibat perang—semakin terpinggirkan. Dalam menjawab kegelisahan ini, pada tahun 2011 lahir sebuah gerakan akar rumput bernama Pawai Resimen Abadi (The Immortal Regiment March).

Dalam pawai ini, warga dari berbagai penjuru Rusia dan bahkan luar negeri, berjalan dalam keheningan sambil membawa foto-foto kerabat mereka yang gugur dalam perang. Pawai ini menawarkan bentuk penghormatan yang lebih personal dan menyentuh, menjadi penyeimbang dari dominasi parade militer yang monumental.

Hari Kemenangan di Rusia bukanlah sekadar perayaan historis, melainkan cerminan dari dinamika politik, sosial, dan budaya bangsa yang terus berkembang. Di satu sisi, ia menjadi panggung unjuk gigi kekuatan negara. Di sisi lain, ia menyimpan narasi pilu tentang kehilangan, pengorbanan, dan perjuangan jutaan keluarga yang terdampak oleh perang. Dalam kompleksitas itulah Hari Kemenangan menemukan tempatnya di hati rakyat Rusia—sebagai pengingat bahwa di balik setiap kemenangan, selalu ada harga yang harus dibayar. [UN]