Di Jawa Barat, ada sebuah kesenian yang melibatkan kuda dalam pertunjukannya, dengan diiringi gemuruh kendang dan alunan gong, seekor kuda menjadi simbol keindahan budaya Sunda yang hidup dalam pertunjukan penuh warna dan energi. Inilah Kuda Renggong, seni tradisional khas Sumedang yang telah melampaui fungsinya sebagai hiburan, menjelma menjadi representasi identitas masyarakat Sunda.
Lebih dari sekadar tontonan, Kuda Renggong menyimpan sejarah panjang dan nilai sosial yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Namun, di tengah arus modernisasi, tradisi ini menghadapi tantangan besar. Bagaimana seni yang sarat makna ini tetap bisa bertahan? Mari kita selami lebih dalam keunikan, sejarah, dan pentingnya Kuda Renggong sebagai warisan budaya yang harus kita jaga bersama.
Asal Usul dan Sejarah
Kuda Renggong,sebuah pertunjukan yang memadukan keterampilan berkuda dengan elemen tari dan musik, menciptakan atraksi yang unik dan memukau. Seni Kuda Renggong pertama kali muncul di Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang.
Menurut cerita, seni ini diciptakan oleh seorang anak bernama Sipan pada sekitar tahun 1910-an. Terinspirasi oleh gerakan alami kuda, Sipan melatih kuda agar dapat menari mengikuti irama musik. Nama “renggong” sendiri berasal dari metatesis kata “ronggeng,” yang berarti keterampilan dalam berjalan.
Sejarah Kuda Renggong dapat dirunut hingga abad ke-16, ketika seni ini menjadi hiburan bagi penguasa Kerajaan Sumedang Larang. Seiring waktu, kesenian ini menyebar ke berbagai daerah di Jawa Barat, seperti Majalengka, Indramayu, Kuningan, dan Subang, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Sunda.
Keunikan Pertunjukan Kuda Renggong
Pertunjukan Kuda Renggong biasanya melibatkan satu hingga empat ekor kuda yang telah dilatih untuk melakukan gerakan menari dan silat. Kuda-kuda ini dihias dengan warna-warna cerah serta kain tradisional, menambah daya tarik visual pertunjukan. Acara seperti khitanan, pernikahan, atau perayaan hari besar sering kali menjadi momen penting bagi penampilan Kuda Renggong.
Musik pengiring pertunjukan ini didominasi oleh kendang, yang dimainkan bersama alat musik tradisional lainnya seperti gong dan terompet. Harmoni musik tradisional ini menjadi panduan bagi gerakan kuda yang seolah menari mengikuti irama. Dalam tradisi khitanan, anak yang baru disunat biasanya akan dinaikkan ke atas Kuda Renggong yang dihias, lalu diarak keliling desa sebagai simbol perayaan.
Kuda Renggong tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga memiliki makna sosial yang mendalam. Seni ini menjadi mata pencaharian bagi sebagian masyarakat yang menyediakan layanan hiburan untuk acara-acara tertentu. Selain itu, tradisi ini mengandung nilai-nilai penghormatan terhadap budaya dan adat istiadat setempat.
Namun, di tengah modernisasi budaya, Kuda Renggong menghadapi berbagai tantangan. Generasi muda cenderung lebih tertarik pada budaya populer dari Barat, sehingga minat untuk melestarikan tradisi lokal mulai menurun. Hal ini memunculkan kebutuhan untuk melakukan upaya pelestarian agar kesenian ini tidak hilang dan tetap menjadi budaya Indonesia.
Kuda Renggong telah diakui sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda di Indonesia. Pengakuan ini menunjukkan betapa pentingnya seni tradisional ini bagi keberlanjutan identitas budaya Sunda. Pelestarian Kuda Renggong bukan hanya tentang mempertahankan sebuah tradisi, tetapi juga menjaga warisan sejarah dan sosial yang menjadi kebanggaan masyarakat Sunda.
Kuda Renggong adalah seni tradisional yang tidak hanya memikat mata, tetapi juga menyentuh jiwa melalui keindahan dan makna yang terkandung di dalamnya. Sebagai simbol identitas budaya masyarakat Sunda, seni ini layak mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan langkah-langkah pelestarian yang tepat, Kuda Renggong dapat terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang untuk mencintai budaya lokal. [UN]