Di foto-foto lama era kemerdekaan kita tidak pernah melihat Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir atau sosok pria lain yang mengenakan baju/kemeja batik. Kenapa? Sebabnya: waktu itu memang tidak ada (atau hampir tidak ada) pria memakai kain batik untuk kemeja.
Secara tradisional, kain batik dipakai sebagai bawahan (jarik/sarung/selendang). Ada juga perempuan yang memakai sampai dada. Tapi, tidak umum (sangat jarang) dipakai untuk baju atasan. Ini berlaku dari zaman baheula sampai Indonesia merdeka.
Kemudian ada pergeseran selera mode, bahan kain batik dibuat sebagai kemeja pria. Beberapa sosok publik mulai memakai dengan rasa nasionalismenya, kemeja batik jadi tren.
Bung Karno sebagai salah satu tokoh bangsa dan sebagai orang yang sangat peduli pada penampilan, turut memikirkan tentang busana nasional. Dia tahu bahwa penampilan (termasuk busana) punya peran penting dalam menyimbolkan karakter bangsa yang baru lahir.
Tapi waktu itu Bung Karno belum melirik batik untuk dijadikan kemeja pria. Bung Karno lebih dulu dapat simbol lain, yaitu peci. Blazer putih dan peci hitam kemudian jadi semacam busana nasional untuk pria versi Bung Karno. Peci dan blazer putih dianggap bisa mewakili seluruh suku di Indonesia. Kain batik masih menyimbolkan ‘jawa’, Bung Karno belum memakainya.
Sejarah kekuasaan Bung Karno berakhir pada 1967. Muncul Soeharto yang sangat Jawa. Kain batik kemudian dilirik untuk jadi kemeja pria. Soeharto mulai memperkenalkan batik sebagai kemeja pria pada awal 1970-an. Tapi itu hanya untuk acara non-formal, seperti ulang tahunnya di tahun 1970.
Ali Sadikin–Gubernur DKI Jakarta saat itu–adalah yang kencang memperjuangkan batik menjadi busana nasional. Awalnya, Bang Ali lebih nyaman memakai barong (kemeja khas Filipina). Saat diminta memakai batik oleh pengusaha Abdul Latif, dia menjawab, “Emangnya saya perempuan, pakai batik?”
Namun akhirnya Bang Ali memakai kemeja batik. Kemeja batik pertamanya, konon, dibuat oleh Ibu Sud (pencipta lagu anak). Dia kemudian menggandeng sejumlah perancang busana seperti Iwan Tirta dan Poppy Dharsono. Bang Ali membolehkan pejabat DKI memakai batik untuk menghadiri acara resmi.
Sejak saat itu batik lazim dipakai sebagai kemeja pria. Bahkan menjadi pakaian resmi untuk pria, sebagai alternatif dari setelan jas. Pilihan ini sangat cerdas, karena di Indonesia negeri tropis yang panas, mewajibkan orang memakai jas atau blazer kurang bijak, bikin gerah, waktu itu mesin pendingin ruangan belum dikenal.
Jadi kemeja batik di Indonesia mulai popular sejak era orde baru Soeharto. Sebagai pakaian resmi acara-acara kantor maupun dipakai saat menghadiri hajatan.
Presiden Soeharto membawa kemeja batik ke panggung internasional. Setiap ada tamu kenegaraan, Pak Harto selalu memberi cinderamata berupa baju batik.
Hal itu dimulai sejak 1974, ketika perdana menteri Australia, Gough Whitlam, berkunjung ke Yogyakarta. Waktu berkunjung itulah Ibu Tien Soeharto memberi hadiah berupa baju batik. Begitu pula ketika presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dan ibu negara Lady Nancy Reagan berkunjung ke Bali pada 29 April 1986, keduanya dapat cendera mata kemeja dan kain batik.
Nelson Mandela sosok utama dari Afrika Selatan sangat dikenal dengan penampilannya yang selalu berkemeja batik. Hal ini bermula ketika pada Oktober 1990, dalam kunjungan ke Indonesia sebagai wakil ketua organisasi Kongres Nasional Afrika, Nelson Mandela mendapat hadiah berupa baju batik.
Selain keindahannya, kemeja batik pria juga menawarkan kenyamanan dan fungsionalitas. Bahan yang digunakan untuk membuat kain batik umumnya lembut dan ringan, cocok untuk berbagai kesempatan, baik formal maupun santai. Dengan berbagai model yang tersedia, seperti kemeja, baju polo, pria dapat dengan mudah memilih pakaian batik yang sesuai untuk setiap acara.
Kemeja batik pria yang awalnya hadir untuk acara resmi mulai bergeser menjadi pakaian kasula sehari-hari. Kemeja batik juga dipakai sebagai seragam anak-anak sekolah. Setelah era ini kemeja batik mulai luas dipakai di seluruh Indonesia. Bahan maupun motif batik disesuaikan dengan ciri daerah masing-masing. Bahan/kain juga mulai lebih beragam.
Bahan kain batik pun mulai beragam. Semula hanya memakai mori dan katun, dalam perkembangannya batik juga memakai linen, paris, sutra dll. [KS-02]