Boeing 737 tipe Max-800 [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Kendala teknis yang dialami pesawat udara Lion Air JT-610 tampaknya berhubungan dengan sensor yang digunakan untuk menghitung ketinggian dan kecepatan dalam penerbangan. Tidak berfungsinya alat untuk menghitung kecepatan dan ketinggian bisa mengganggu kinerja kokpit sehingga bisa menimbulkan kecelakaan.

Itulah yang terjadi pada pesawat udara Air France tahun 2009. Karena gangguan tersebut, pesawat itu akhirnya jatuh di Samudera Atlantik. Sedangkan, Lion Air JT-610 jatuh di Laut Jawa di wilayah Perairan Karawang, Jawa Barat. Tentang gangguang teknis itu, demikian laporan The Seattle Times, telah dilaporkan pilot Boeing 737 tipe Max-800 itu kepada perusahaan.

Selanjutnya, kata juru bicara Lion Air Danang Mandala Prihantoro, tenaga perawatan kemudian memeriksa kendala teknis yang dilaporkan sang pilot. Setelah diperiksa, maka pesawat udara dinyatakan laik terbang. Akan tetapi, kepastikan tentang penyebab jatuhnya pesawat Lion Air yang menewaskan 189 penumpang itu perlu waktu berminggu-minggu menunggu hasil penyelidikan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Berdasarkan data rekaman penerbangan sebelum pesawat jatuh menunjukkan pesawat tiba-tiba mengubah ketinggian dan kecepatannya. Itu kemungkinan indikasi bahwa pilot tidak mendapatkan informasi akurat dari sensor tekanan udara pesawat. Menurut John Cox, Presiden Safety Operating Systems, sensor yang bermasalah menjelaskan data lintasan penerbangan.

Kendati demikian, mantan pilot ini juga mengatakan, terlalu dini menyebutkan bahwa sensor yang bermasalah itu menjadi penyebab jatuhnya pesawat udara Lion Air. Apa yang terjadi kepada Air France tidak bisa serta merta juga terjadi kepada Lion Air. Ia menyarankan untuk menyelidiki faktor-faktor lainnya yang mungkin mempengaruhi kecelakaan pesawat.

Tim pencari dan pertolongan Indonesia berhasil menemukan kotak hitam yang merekam data penerbangan Lion Air JT-610. Namun, tim belum menemukan kotak hitam yang merekam percakapan yang terjadi di kokpit. Setelah peristiwa itu, pihak berwenang memerintahkan untuk memeriksa secara keseluruhan pesawat Boeing 737 tipe Max-800 yang dimiliki Lion Air dan Garuda Indonesia.

Setelah diperiksa tidak ditemukan masalah mengenai sistem kecepatan udara dan altimeter dalam 3 bulan terakhir. Tindakan tegas dari Kementerian Perhubungan saat ini hanya masih berbentuk rekomendasi kepada Lion Air agar memberhentikan direktur tehnik dan manajer yang bertanggung jawab atas kendali mutu dan pemeliharaan armada. [KRG]