Festival Saturnalia diadopsi oleh orang-orang Kristen awal ke dalam perayaan Natal. (Sumber: History Cooperative)
Festival Saturnalia diadopsi oleh orang-orang Kristen awal ke dalam perayaan Natal. (Sumber: History Cooperative)

Hampir di seluruh dunia, hari Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember. Khususnya di negara-negara Barat, Natal jatuh pada musim dingin. Orang-orang Kristen menghias pohon Natal, mendekorasi rumah, memasak, dan pergi ke gereja. Semua untuk mengenang dan merayakan kelahiran Yesus Kristus.

Tapi tahukah Anda bahwa sebetulnya tanggal 25 Desember bukan hari kelahiran Yesus Kristus? Dan faktanya, asal-usul Natal dapat ditelusuri kembali ke peradaban Romawi dan Nordik kuno. Praktik-praktik seperti menghias pohon Natal, memasang karangan bunga Holly, dan mengadakan pesta besar untuk makan dan minum sebetulnya merupakan tradisi pagan dan Nordik.

Melansir dari situs History Cooperative, istilah “Paganisme” awalnya digunakan oleh orang-orang Kristen awal untuk merujuk kepada orang-orang Romawi yang menganut politeisme, yaitu kepercayaan yang menyembah lebih dari satu dewa. Dengan demikian, orang-orang ini disebut ‘non-Kristen’.

Kata “pagan” juga dapat diterapkan kepada orang-orang Nordik di Skandinavia atau bangsa Celtic kuno di Kepulauan Inggris. Ketika para misionaris Kristen mulai menjelajahi Eropa Barat, mereka menggunakan istilah “pagan” untuk merujuk kepada siapa saja yang tidak memiliki kepercayaan kristiani. Dewa-dewa mereka yang banyak digolongkan dalam satu kategori, yaitu “dewa-dewa pagan”.

Festival Saturnalia, Sebuah Tradisi Romawi Kuno

Di belahan Bumi Utara, titik balik matahari musim dingin terjadi pada tanggal 22 Desember, hari ketika sumbu Bumi berada pada posisi paling jauh dari matahari. Hari tersebut merupakan hari terpendek dalam setahun.

Masyarakat Romawi kuno merayakan titik balik matahari musim dingin dengan mengadakan festival Saturnalia untuk mengucap syukur kepada dewa pertanian mereka, Saturnus.

Saat titik balik matahari musim dingin tiba, musim tanam terakhir telah selesai. Dengan demikian, masyarakat Romawi Kuno dapat merayakan usainya pekerjaan mereka selama satu minggu penuh. Festival Saturnalia biasanya dirayakan antara tanggal 17 Desember dan 24 Desember. Tanggal 25 Desember dianggap sebagai puncak festival dan memiliki nama khusus, yaitu Brumalia.

Selama Saturnalia dan Brumalia, semua hierarki sosial dihilangkan. Masyarakat Romawi Kuno dari semua kalangan memakai pakaian berwarna-warni dan terlibat dalam pesta pora yang luas, di mana perjudian publik merupakan acara besar. Para budak dapat mengambil bagian dalam perayaan dan tidak bekerja pada hari terakhir festival. Para budak Romawi yang telah dibebaskan memakai Topi Frigia (the Phrygian cap), yaitu topi kerucut lunak dengan puncak tertekuk. Topi tersebut menjadi simbol kebebasan pada musim itu.

Bangsa Romawi menggantung ornamen logam kecil di pohon-pohon di luar rumah mereka selama perayaan Festival Saturnalia. Setiap ornamen memiliki hubungan dengan dewa pelindung keluarga. Penyair Romawi Catallus, dalam puisinya Marriage of Peleus and Thetis, menyebutkan bahwa para dewa menghiasi rumah Peleus dengan pohon-pohon hijau seperti laurel dan cemara.

Selain itu dalam perayaan Festival Saturnalia, orang-orang Romawi akan bertukar karangan bunga yang terbuat dari daun holly untuk keberuntungan. Holly adalah tanaman suci yang dikaitkan dengan Saturnus. Karena orang-orang Kristen awal sering dianiaya, Saturnalia menjadi sebuah kedok untuk merayakan Natal tanpa ketahuan. Jadi, mereka mulai mengadopsi kebiasaan pagan seperti menghiasi rumah dengan karangan bunga dari daun holly.

Bangsa Romawi juga memiliki perayaan lain di sekitar waktu yang sama, yaitu Dies Natalis Solis Invicti atau kelahiran matahari yang tak terkalahkan. Perayaan ini didedikasikan untuk menghormati Sol Invictus, dewa matahari pada masa Kekaisaran Romawi.

Kaisar Aurelian menyatakan bahwa tanggal 25 Desember adalah hari lahir Sol Invictus, atau “Matahari yang Tak Terkalahkan”. Namun festival yang diadakan pada tanggal tersebut sebagian besar dirayakan oleh kaum pria Romawi kelas atas.

Orang-orang Kristen pada masa kekuasaan Romawi Kuno tahu bahwa kaum pagan akan sulit melepaskan diri dari agama dan semua tradisi yang telah lama mereka jalani. Maka para pemimpin Gereja Kristen memilih tanggal 25 Desember sebagai hari lahir Yesus Kristus (walau sesungguhnya tanggal lahir pastinya tidak diketahui) dan menggabungkan tradisi Romawi ke dalam perayaan kelahiran-Nya. Yesus bahkan mendapat julukan “matahari keadilan”.

Festival Yule, Sebuah Tradisi Nordik

Selain Saturnalia di Romawi, festival lain yang memiliki pengaruh besar pada Natal adalah Yule. Festival Yule berlangsung selama 12 hari dan dirayakan oleh orang-orang Nordik di Eropa utara.

Dalam Festival Yule, orang-orang Nordik menyalakan api unggun besar dan mengadakan pesta besar untuk makan dan minum. Daging babi Yule menjadi aspek penting dari perayaan ini, karena babi hutan dianggap suci bagi dewa Freyr.

Malam sebelum Festival Yule disebut Malam Ibu (Mother’s Night). Orang-orang menghias Pohon Yule di sekitar waktu titik balik matahari musim dingin dan menggunakan kayu Yule untuk membuat api unggun agar keluarga-keluarga dapat berpesta sepanjang malam. Perayaan dengan api unggun kelak menginspirasi pembuatan Yule Log atau bûche de Noël, yaitu kue sponge yang menyerupai miniatur kayu Yule. Kue ini biasa dimakan di negara-negara Eropa Barat.

Hari raya pagan penting lainnya selama titik balik matahari musim dingin adalah hari lahir Dionysus, Dewa Yunani yang melambangkan tumbuhan dan kesuburan, serta dikenal sebagai dewa anggur dan kegembiraan. Hari kelahiran Dionysus jatuh pada tanggal 25 Desember dan dirayakan dengan pesta pora, mabuk-mabukan, dan bersuka ria selama 12 hari. Perayaan itu disebut Bacchanalia, ditandai dengan keliaran dan kemewahan.

Sementara itu di Finlandia, dewi matahari Beiwe dirayakan selama masa ini. Konon, sang dewi menaiki kereta luncur yang terbuat dari tulang rusa dan ditarik oleh rusa putih.

Dan bagi suku-suku Jermanik awal, menghias pohon dengan buah-buahan dan lilin merupakan praktik umum untuk menghormati dewa Odin. Pohon memainkan peran sangat penting, karena dalam mitologi Nordik terdapat sebuah pohon besar yang menyatukan Sembilan Dunia, menghubungkan semua kehidupan dengan cabang-cabangnya yang menjulang ke surga dan ke dunia bawah. Pohon ini disebut Yggdrasil.

Bangsa Viking dan Saxon juga menyembah pohon. Cerita rakyat Jermanik awal tentang Santo Bonifasius dan Pohon Ek Donar mengisahkan tentang bagaimana pohon cemara tumbuh menggantikan pohon ek yang ditebang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umat Kristen awal memasukkan tradisi-tradisi Romawi Kuno dalam Festival Saturnalia dan adat istiadat Nordik dalam Festival Yule saat merayakan Natal. Praktik-praktik tersebut bertahan hingga sekarang dan menjadi bagian dari budaya Kristen. [BP]