Saran Grasi untuk Baiq Nuril Bukti Kecintaan Jokowi pada Rakyat

Koran Sulindo – Langkah Presiden Joko Widodo tidak melakukan intervensi hukum terhadap kasus yang dialami Baiq Nuril mendapat apresiasi dari berbagai kalangan.

Salah satunya Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding.

Menurut Karding, Jokowi sudah tepat memberikan saran untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan permohonan grasi jika putusan tidak memberikan keadilan.

Disampaikan Karding, saran yang diberikan Presiden Jokowi kepada Baiq Nuril untuk mengajukan PK dan mengirim permohonan grasi bukanlah intervensi hukum “Tapi kecintaan pemimpin kepada rakyatnya,” kata Karding dalam keterangan pers yang diterima koransulindo.com, Selasa (20/11).

Kader PKB itu menilai Jokowi memberikan perhatian besar terhadap kasus hukum Baiq.

Jokowi, kata dia, memandang bahwa Baiq sebagai korban mendapatkan perlindungan. Bukan justru menjadi pihak tertuduh. “Presiden ingin Baiq mendapat keadilan tanpa ada intervensi darinya,” kata Karding.

Anggota Komisi Hukum DPR itu memandang jika kepala negara memiliki keseriusan dalam memperjuangkan hak dan perlindungan terhadap perempuan. Sebab perempuan perlu mendapatkan perhatian khusus.

Dirinya mencontohkan salah satu perhatian Jokowi pada kaum hawa, dimana partisipasi perempuan dalam pemerintahan Jokowi saat ini ada delapan menteri.

Karena itu, Jokowi turut meningkatkan komitmen dalam upaya perlindungan perempuan dari kekerasan, pelecehan, dan ketidakadilan. “Presiden selama pemerintahannya sangat concern terhadap perlindungan dan pemberdayaan perempuan.”

Dia juga menilai, kasus Baiq ini menjadi pembelajaran sensitivitas penegakan hukum. Baiq yang harusnya terlindungi dari pelecehan justru malah dijadikan pelaku pelanggaran ITE.

Presiden Jokowi sendiri mendukung proses hukum yang tengah dijalani oleh Baiq Nuril. Kepala Negara berharap Baiq bisa mendapatkan keadilan dalam proses peninjauan kembali.

Dukungan kepada Baiq tersebut disampaikan Jokowi usai blusukan di Lamongan, Jawa Timur.

Pada kesempatan itu Jokowi mengharapkan agar semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Hal itu tak terkecuali dirinya sebagai Presiden yang tak mungkin melakukan intervensi atas proses hukum.

“Sebagai kepala pemerintahan, saya tidak mungkin, tidak bisa mengintervensi putusan itu. Ini yang harus diketahui terlebih dahulu,” kata Jokowi.

Tapi meskipun begitu, masih terbuka peluang bagi Baiq untuk menempuh proses hukum berikutnya yakni mengajukan PK ke Mahkamah Agung.

Jika PK itu diajukan, Jokowi berharap MA memberikan keputusan yang seadil-adilnya bagi Baiq. “Kita berharap nantinya melalui PK, Mahkamah Agung dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Saya sangat mendukung Ibu Baiq Nuriil mencari keadilan,” kata Jokowi.

Bahkan kalaupun putusan PK itu belum bisa memberikan keadilan bagi Baiq, Jokowi mempersilakannya agar langsung mengajukan grasi kepada presiden.

“Seandainya nanti PK-nya masih belum mendapatkan keadilan, bisa mengajukan grasi ke Presiden. Memang tahapannya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi ke presiden, nah nanti itu bagian saya,” kata Jokowi.

Kasus yang menimpa Baiq bermula dari tahun 2012 ketika Baiq masih berstatus sebagai Pegawai Honorer di SMAN 7 Mataram. Satu ketika dia ditelepon oleh M yang merupakan kepala sekolah di SMA tersebut.

Dalam perbincangan selama kurang lebih 20 menit itu, hanya 5 menit pembicaraan yang membahas soal pekerjaan. Sisanya, M justru bercerita soal pengalaman seksualnya bersama dengan wanita yang bukan istrinya. Perbincangan terus berlanjut dengan nada-nada pelecehan terhadap Baiq.

Tak hanya sekali menelepon, Baiq merasa terganggu dan merasa dilecehkan oleh M melalui verbal. Selain itu bahwa Baiq juga dicurigai memiliki hubungan gelap dengan M oleh orang-orang sekitarnya.

Jengah dengan konsidi itu, Baiq merekam perbincangannya dengan M untuk membuktikan bahwa ia tak memiliki hubungan dengan atasannya itu. Baiq juga tidak pernah melaporkan rekaman itu karena takut pekerjaannya terancam. Baiq hanya berbicara kepada rekan kerjanya, Imam Mudawin soal rekaman itu.

Menjadi masalah karena rekaman itu justru disebarkan oleh Imam ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram.

Merasa tidak terima aibnya diketaui orang banyak, M melaporkan Baiq ke polisi atas dasar Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ketika kasus itu berlanjut hingga ke persidangan, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq tak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota.

Kalah dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Singkat cerita pada 26 September 2018 lalu, MA memutus Baiq bersalah dan divonis hukuman kurungan selama enam bulan dan denda Rp 500 juta. [SAE/TGU]