Megawati Soekarnoputri berjalan bersama-sama para kepala negara Asia Afrika dalam perayaan 60 tahun KAA pada 2015 lalu/setkab.go.id

Koran Sulindo – Berikut naskah lengkap sambutan Megawati Soekarnoputri dalam acara Peringatan 62 Tahun Konferensi Asia Afrika di Istana Negara Jakarta, Selasa (18/4/2017):

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam Damai Sejahtera bagi kita semua

Salom

Namo Buddhaya

Om Swastiastu

Terima kasih kepada Bapak Presiden atas perkenannya saya diberi kesempatan berbicara mewakili keluarga besar Bung Karno, DR. Ir. Soekarno, Proklamator dan Bapak Bangsa sekaligus Presiden Pertama Republik Indonesia.

Sungguh suatu kebanggaan, sekaligus kehormatan bagi saya dapat berbicara di hadapan yang terhormat para duta besar negara-negara Asia Afrika, para tokoh lintas agama, sejarawan, budayawan, akademisi, para pimpinan lembaga negara, rekan-rekan media dan hadirin yang saya muliakan.

Saudara-saudara

Hari ini adalah hari bersejarah bagi bangsa-bangsa Asia Afrika. Enam puluh dua tahun lalu, tepatnya 18 April 1955, Konferensi Asia Afrika (KAA) diadakan di Indonesia, bertempat di kota Bandung. Perhelatan hari ini adalah upaya untuk menghidupkan kembali memori kolektif kita atas sebuah peristiwa di abad 20 yang mampu mendatangkan gelombang kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia, Afrika dan bahkan Amerika Latin.

Saudara-saudara,

Di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, konstitusi kami, yang menjadi sumber dari segala sumber hukum yang ada di negeri ini, jelas diamanatkan bahwa “kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa.” Prinsip itu pula yang saya yakini menjadi spirit dan cita-cita para pendiri bangsa yang bergabung dalam KAA 1955.  Bung Karno  dan  Ali Sastroamidjojo dari Indonesia, U Nu dari Burma, Sir John Kotelawala dari Sri Lanka, Gamal Abdul Nasser dari Mesir, Jawaharlal Nehru dari India, Mohammed Ali dari Pakistan, Zhou Enlai dari China, Norodom Sihanouk dari Kamboja, dan lain-lain, termasuk Hussein Eit-Ahmed dari Aljazair, adalah tokoh-tokoh KAA yang kemudian mendunia.

Konferensi tersebut diikuti oleh 200 delegasi, yang berasal dari 29 negara, menghasilkan sebuah komunike akhir yaitu DASA SILA BANDUNG, yang sangat inspiratif dan menjadi tonggak sejarah dunia. Hanya 10 tahun setelah KAA berlangsung, terdapat 41 negara di Asia dan Afrika yang mendeklarasikan kemerdekaannya. Sekarang negara Asia Afrika telah merdeka. Tetapi, ada satu hutang sejarah kemerdekaan yang harus tetap kita perjuangkan. Secara pribadi dalam kesempatan ini saya pun menyatakan tetap ikut terus berjuang bagi kemerdekaan Palestina!

Saudara-saudara

Pada kesempatan yang sangat berharga ini, ijinkan saya untuk menyampaikan kembali kutipan Pidato Bung Karno, yang disampaikan beliau pada pembukaan Konferensi Asia Afrika, 18 April 1955:

“Siapa yang membantahnya adanya sifat yang berlainan di antara kita! Negeri-negeri kecil dan besar mengirimkan wakilnya kemari. Negeri-negeri yang rakyatnya memeluk hampir semua agama yang ada di kolong langit, agama Buddha, Islam, Kristen, Konghucu, Hindu, Jainisme, agama Sikh, Zoroaster, Shinto, dan lain-lain. Hampir segala paham politik kita jumpai di sini. Demokrasi Monarchi, Theokrasi, dalam berbagai bentuk yang berbeda. Dan praktis semua ajaran ekonomi ada wakilnya, di gedung ini, marhaenisme, sosialisme, kapitalisme, komunisme, dalam segala variasi dan kombinasi yang aneka warna.

Tetapi, apa salahnya ada perbedaan-perbedaan, asal ada persatuan dalam cita-cita? Dalam konferensi ini kita tak hendak saling menentang. Ini adalah konferensi persaudaraan.

Ini bukan Konferensi Islam, bukan Konferensi Kristen, dan bukan pula Konferensi agama Buddha. Ini bukan pula pertemuan bangsa Melayu, atau bangsa Arab, atau pun bangsa-bangsa Indo-Arya. Konferensi ini pun bukan perkumpulan yang menyendiri, bukan suatu blok yang hendak menentang blok yang lain. Konferensi ini adalah suatu badan yang berpendirian luas dan toleran, yang berusaha memberi kesan kepada dunia bahwa semua orang dan semua negeri berhak mempunyai tempat sendiri di kolong langit ini. Memberi kesan kepada dunia, bahwa adalah mungkin orang hidup bersama, saling bertemu, bicara antara yang satu dengan yang lain, dengan tidak kehilangan sifat kepribadiannya; namun untuk memberi sumbangan ke arah saling mengerti yang luas dalam soal-soal yang merupakan kepentingan bersama; serta pula mengembangkan kesadaran yang sejati mengenai sifat saling bergantung antara manusia-manusia dan bangsa-bangsa untuk keselamatannya dan agar dapat mempertahankan hidupnya di dunia ini.

Saya tahu bahwa di Asia dan Afrika terdapat perbedaan agama, keyakinan dan kepercayaan lebih banyak daripada di benua-benua lainnya di dunia ini. Tetapi, bukankah itu sudah sewajarnya! Asia dan Afrika semenjak purbakala adalah tempat kelahiran keyakinan-keyakinan dan cita-cita, yang kini telah tersebar di seluruh dunia. Oleh sebab itu, layaklah bagi kita untuk mengusahakan bahwa prinsip yang biasa disebut prinsip “Hidup dan membiarkan hidup”, — akan kita utamakan dan kita amalkan sesempurna-sempurnanya di dalam kalangan bangsa-bangsa Asia dan Afrika sendiri.

Agama mempunyai kedudukan yang sangat penting, teristimewa di bagian dunia kita ini. Agaknya, di sini terdapat lebih banyak agama daripada di wilayah lain di muka bumi ini. Tetapi, sekali lagi, negeri-negeri kita adalah tempat kelahiran agama-agama…, tiap-tiap agama mempunyai sejarahnya sendiri, sifat keistimewaan sendiri, “rasion d’etre”-nya sendiri, kebanggaan istimewa dalam keimanannya sendiri, misinya sendiri, kebenaran-kebenaran khusus yang hendak disiar-siarkannya. Tetapi, kalau kita tidak menyadari bahwa semua agama besar adalah sama dalam pesannya untuk mengutamakan toleransi, dan dalam anjurannya untuk mengamalkan prinsip “Hidup dan membiarkan hidup”. Kalau para penganut setiap agama tidak siap sedia untuk dengan cara yang sama menghormati hak-hak orang lain di manapun juga. Kalau setiap negara tidak melakukan kewajibannya untuk memberi hak yang sama kepada penganut segala keyakinan,… Kalau semua itu tidak dilaksanakan, maka agama akan turun derajatnya dan tujuan yang sebenarnya akan tercemar dan terputar balik. Kalau negeri-negeri Asia-Afrika tidak sadar akan tanggung jawabnya dalam urusan ini, dan tidak mengambil tindakan bersama untuk memenuhinya, maka kekuatan kepercayaan keagamaan, yang sedianya menjadi sumber persatuan dan benteng terhadap campur tangan asing, justru akan menyebabkan perpecahan dan dapat mengakibatkan hancurnya kemerdekaan yang telah diperoleh dengan susah payah oleh bagian-bagian Asia dan Afrika, yang telah bertindak bersama-sama.”

Saudara-saudara, Indonesia adalah Asia-Afrika dalam bentuk kecil. Indonesia suatu negeri yang mempunyai berbagai-bagai agama dan keyakinan. Di Indonesia terdapat Muslimin, orang-orang Kristen, pengikut agama Siwa Buddha dan orang orang dengan kepercayaan lain. Kecuali itu, kami memiliki banyak golongan suku-bangsa, seperti misalnya suku bangsa Aceh, Batak, Sumatra-Tengah, Sunda, Jawa-Tengah, Madura, Toraja, Bali, Ambon, (berbagai suku di Papua, Dayak di Kalimantan) dan lain-lain. Tetapi syukur kepada Tuhan, kami mempunyai kemauan bersatu. Kami mempunyai Pancasila. Kami mengamalkan prinsip “Hidup dan membiarkan hidup”, kami bersikap saling mengutamakan toleransi antara satu sama lain. Bhinneka Tunggal Ika — Persatuan dalam kemacamragaman — adalah semboyan Negara Indonesia. Kami adalah satu bangsa.”

Saudara-saudara

Saya mengajak anda semua untuk merenungkan, menghayati, membatinkan, mengamalkan dan menjalankan untaian kalimat Bung Karno yang telah saya sampaikan di atas. Persatuan dan perdamaian adalah syarat mutlak bagi masa depan dunia yang gemilang. Tidak ada satu hal pun dapat kita lakukan dalam perpecahan, konflik dan perang. Tanpa persatuan dalam keberagaman, tidak mungkin ada kemerdekaan. Dan tanpa perdamaian, kemerdekaan kehilangan makna sejatinya. Saat keberagaman sebagai hal kodrati dihancurkan, niscaya kepahitan, kesengsaraan dan penderitaan yang justru akan menimpa kita semua.

Tahun kemarin, dengan dimotori Arsip Nasional Republik Indonesia dan beberapa lembaga arsip negara KAA, arsip pidato Bung Karno beserta arsip Konferensi Asia Afrika 1955 lainnya, berhasil ditetapkan sebagai Memory of The World oleh UNESCO. Insya Allah koleksi arsip KAA tersebut akan dipamerkan di Museum Kebangkitan Nasional dari hari ini hingga 24 April 2017, atas kerja sama Arsip Nasional Republik Indonesia dan Arsip Nasional Aljazair. Semoga pameran tersebut dapat membangkitkan kesadaran kita semua akan makna penting arsip sebagai cermin capaian peradaban. Arsip bagi saya merupakan rekam jejak sejarah, dimana kebenaran tidak dapat diingkari.

Ditetapkannya Arsip Konferensi Asia Afrika sebagai Memory of The World oleh UNESCO, bukan untuk pencitraan, tapi untuk menghidupkan kembali ikatan emosional, ikatan solidaritas dan toleransi bagi kita yang hidup di abad 21 ini. Hal ini juga bermakna bahwa dunia mengakui “sari pati” gagasan, ide, dan tindakan politik bersama para pendiri bangsa Asia Afrika. Dunia mengakui KAA penting dan berguna bagi kehidupan, serta keberlangsungan peradaban dunia masa sekarang dan akan datang.

Saya berharap suatu saat, di tanggal yang sama dengan hari ini, kita dapat kembali bertemu. Bukan untuk perayaan seremonial Konferensi Asia Afrika 1955. Sudah saatnya kita pikirkan dengan serius untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika berikutnya. Sudah saatnya kita mengevaluasi berbagai problem akibat globalisasi dan pasar bebas. Saya yakin tidak ada yang tidak terkoneksi dewasa ini. Semua saling terkait. Saatnya kita berani melakukan otokritik, sekaligus membangun dialektika, dengan menggunakan peristiwa sejarah KAA 1955 sebagai pisau analisa. Mari kita duduk bersama untuk merumuskan dan menyepakati definisi serta pemahaman berbagai problem yang lahir di abad 21 ini. Putuskan bersama langkah dan strategi, serta solusi. Jalankan bersama Dasa Sila Bandung secara konsekuen, transparan dan berkelanjutan oleh seluruh bangsa Asia Afrika.

Saudara-saudara,

Mari sekarang kita lihat, apa yang terjadi di negara-negara Asia Afrika. Benar kita telah merdeka, tapi lihat ke dalam diri negeri kita masing-masing. Saat ini, seperti saya sampaikan di atas, di beberapa negara, bahkan lintas negara Asia Afrika pun, terjadi berbagai konflik. Ada yang akibat perebutan wilayah, bahkan tidak sedikit pertikaian terjadi akibat percikan-percikan api isu SARA yang mengarah pada disintegrasi. Terkadang, dengan argumentasi atas nama ajaran masing-masing agama, penghilangan nyawa manusia lain pun dianggap suatu kebenaran.

Hal-hal di atas sungguh menjadi suatu tanggung jawab kita semua. Jangan menjadi kaum yang memunggungi sejarah, bahkan meninggalkan sejarah persaudaraan dan perdamaian para pendiri bangsa. “Never Lieve History!” kata Bung Karno. Sudah saatnya kita berani bertindak bersama dan menjalankan bersama cahaya keputusan politik dari pelita Dasa Sila Bandung yang dinyalakan para pemimpin di abad 20. Jangan sampai justru di abad 21 ini, kita malah berkontribusi dalam menciptakan kegagalan sejarah peradaban dunia akibat kegagalan kita dalam menjadikan agama dan keyakinan sebagai kekuatan untuk menghindari kekerasan.

Kemerdekaan tidak cukup dirayakan. Kemerdekaan hadir melekat dengan tanggung jawab  mengisi kemerdekaan tersebut. Bukan lagi perang fisik yang harus kita tempuh. Bukan watak bangsa merdeka, jika tidak mampu melahirkan manajemen konflik yang berkeadaban. Bukan ciri manusia berjiwa merdeka, jika menyelesaikan persoalan dengan intimidasi, teror dan senjata. Kita harus berani tegas, kita harus berani bersikap, kita harus sekuat-kuatnya, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya berjuang mempertahankan keberagaman yang dianugerahkan oleh Tuhan. Tentu dengan memilih cara dan jalan damai, karena sejatinya hidup berdampingan dalam harmoni hanya dapat terwujud jika diperjuangkan bersama seluruh umat manusia.

Sekali lagi saya sampaikan, keberagaman adalah hak kodrati bagi setiap mahluk hidup. Hewan, tumbuhan, dan mahluk hidup yang paling mulia derajatnya di hadapan Allah, yaitu manusia, tak ada yang sama. Semua ditakdirkan, diciptakan Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Arif, Maha Bijaksana dan Maha segala atas segala kebesaran dan kehendakNya, kita memang terlahir beragam. Pesan inilah yang saya tangkap dari perenungan saya atas petikan yang indah dari Al Quran, Surat Al Hujarat ayat 13: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.”

Terakhir, sebagai putri dari Bung Karno dan sebagai rakyat Indonesia, ijinkan saya kembali mengumandangkan seruan: Bangsa-bangsa Asia Afrika “Hidup dan Biarkan Hidup”! Bersatulah dalam Keberagaman!

Live and Let Live

Unity in Diversity!

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Salom

Om Shanti Shanti Shanti Om

Megawati Soekarnoputri