Koran Sulindo – Rumah Sakit (RS) memiliki andil besar dalam angka kematian Ibu (AKI). Sebanyak 53 persen pasien mengalami pengambilan keputusan klinik yang tidak tepat, sebanyak 47 persen terlambat dilakukan eksekusi/operasi, dan 47 persen mengalami ketidakakuratan di dalam monitoring.
Demikian data audit dari Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI) yang diperoleh melalui program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) di 11 RSUD dan 1 RS Swasta pada 6 propinsi yaitu Sumut, Banten, Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel tentang kondisi umum pasien yang meninggal.
Hal ini disampaikan dr. Supriyatiningsih, Sp.OG., M.Kes, Ketua Gerakan Ibu dan Anak Nasional (GKIA) dalam Forum Discussion Group (FGD) “Penguatan Pelayanan Maternal Untuk Mengurangi AKI di Bantul” di Meeting Room Hotel 101 Yogya, Jumat (10/3).
“Apakah skill dan knowledge yang menjadi penyebab utama kematian ibu? Saya kira pendidikan SpOG telah terstandarisasi. Saya menduga attitude tenaga kesehatan yang menyebabkan itu,” ujar Supriyatiningsih di hadapan peserta FGD yang meliputi dokter-dokter spesialis obstetri dan ginekologi, pihak puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten Bantul serta dinas kesehatan peserta meliputi dokter-dokter spesialis obstetri dan ginekologi, pihak puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten Bantul serta dinas kesehatan propinsi DIY.
Melihat kenyataan ini Supriyatiningsih menekankan perlunya advokasi untuk menurunkan angka kematian ibu kepada pihak pengambil keputusan di negeri ini mulai dari presiden hingga dinas kesehatan di daerah. “Kemudian, perlu dibuat peraturan yang tegas dan jelas distribusi dokter, khususnya dokter SpOG agar terjadi pemerataan kesehatan di Indonesia. Pun juga penguatan RS Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Komprehensif,” tegasnya.
Menanggapi permasalahan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, Prof. Dr. Jorg Haier, pakar kesehatan dari Muenster University Germany yang juga tampil sebagai pembicara mengatakan, peelu ditemukan cara yang paling efektif ala Indonesia. Di Jerman, menurutnya, telah memiliki panduan untuk Perlindungan Maternal yang berisi antara lain daftar pemeriksaan yang harus dijalani, hak untuk mendapat nasihat dari dokter termasuk nasihat untuk suami, dan juga pemeriksaan yang boleh dilakukan oleh bidan.
Antara Jerman dan Indonesia, lanjut Jorg Haier, tentu saja berbeda. Berbeda penduduknya, kebiasaan, atau pun karakteristik daerahnya. “Penduduk yang banyak, wilayah yang luas dan perbedaan budaya antar daerah juga jadi tantangan tersendiri. Indonesia harus menemukan cara sendiri untuk mengatasi hal tersebut,” kata Jorg Haier. [YUK]