Roket V-1 dan V-2: Senjata Pembalasan Dendam Nazi yang Menewaskan Ribuan Orang Selama Perang Dunia 2

Roket V-2 pada peluncur bergerak sedang dipersiapkan untuk ditembakkan. Roket ini, dan pendahulunya yang berdengung keras, telah menewaskan ribuan orang selama Perang Dunia 2. (Sumber: This Day in Aviation)

Dalam Perang Dunia 2, tepatnya pada tanggal 26 November 1944, Nazi Jerman mulai menyerang kota Antwerp, Belgia dengan roket V-1 dan V-2. Serangan itu terjadi sekitar 2 bulan setelah Sekutu membebaskan kota tersebut dari pendudukan Jerman. Pemboman itu juga melakukan susulan dari teror serupa yang terjadi di bulan Oktober.

Pada tanggal 27 November, sebuah rudal V-2 lainnya menghantam persimpangan jalan yang ramai antara De Keyserlei, Frankrijklei, dan Teniersplaats, menewaskan 128 warga sipil dan 29 tentara. Serangan V yang terburuk terjadi pada tanggal 16 Desember: rudal itu menghantam Cinema Rex yang populer di De Keyserlei, menewaskan 567 orang, 296 tentara, dan 271 warga sipil.

Antwerp sangat bergantung pada Pertahanan Udara Pasif (PAD). Akan tetapi, pertahanan tersebut sulit diatur selama hari-hari dan minggu-minggu pertama penyerbuan: koordinasi antara berbagai layanan sama sekali tidak mulus dan mereka sering kali tidak memiliki sumber daya yang cukup. Akibatnya, kota Antwerp menjadi tidak berdaya dalam banyak kasus.

Teror V-1 dan V-2 di Belgia berlanjut hingga akhir Maret 1945, menewaskan lebih dari 8000 orang. Pada bulan November 1944 saja, diperkirakan 114 rudal ini menghantam Antwerp, menewaskan 618 orang. Rudal V-1 dan V-2 segera dikenal sebagai salah satu senjata paling menakutkan yang digunakan selama Perang Dunia 2.

Sejarah Roket V-1 dan V-2

Rudal berpemandu merupakan salah satu pencapaian teknis terpenting Jerman selama Perang Dunia II. Pemerintah Jerman mulai mendukung penelitian roket pada tahun 1932 atas keyakinan bahwa roket dapat digunakan sebagai senjata.

Merangkum dari beberapa sumber, V-1 (Vergeltungswaffe Eins atau Senjata Pembalasan Satu) adalah rudal jelajah operasional pertama di dunia. Nama ini diberikan oleh Kementerian Propaganda Nazi, tetapi sebutan asli Kementerian Udara adalah Fi 103, yang diambil dari nama perancang badan pesawatnya, perusahaan Fieseler.

Rudal V-1 dikembangkan oleh insinyur Robert Lusser, menggunakan jenis mesin jet khusus dan mengandalkan jenis “autopilot” mekanis sebagai pemandu. Karena mesinnya menghasilkan suara dengungan yang sangat keras, V-1 juga dijuluki ‘buzz bomb’ atau ‘doodlebug’.

Dengan panjang sekitar sembilan meter, berat hampir 2.300 kg, dan berhulu ledak seberat satu ton, V-1 dapat diluncurkan dari landasan pacu atau diangkut oleh pesawat pembom yang telah dimodifikasi, seperti Heinkel He 111. Setelah diluncurkan, V-1 akan terbang tanpa pilot hingga kehabisan bahan bakar, lalu jatuh dan meledak. Jangkauan rudal ini dapat mencapai 240 km, tetapi tembakannya sangat tidak akurat. Area peluncuran dibangun di wilayah barat laut Jerman dan Belanda, dan pengoperasiannya berada di bawah kontrol Luftwaffe.

Penggunaan roket V-1 memberikan dampak psikologis yang besar pada pasukan Inggris. Lebih dari 8.000 serangan V-1 yang dilancarkan terhadap London antara bulan Juni dan September 1944, menewaskan 5.500 orang, melukai 16.000 orang, dan memaksa lebih dari satu juta orang melarikan diri. Beberapa saksi melaporkan bahwa serangan V-1 adalah “yang terburuk bagi moral” karena sifatnya yang acak, berdesain futuristik dengan tenaga jet, tak berawak, dan keheningannya yang mengerikan saat menukik.

Akan tetapi, arahan keras Hitler menyebabkan pengembangan V-1 tertunda dan mencegah peluncuran rudal ini ke lokasi persiapan invasi D-day. Awalnya Nazi berencana menembakkan V-1 mulai tahun 1943, tetapi niat itu batal karena kepemimpinan yang salah dan masalah rantai pasokan.

Roket kedua dijuluki Vergeltungswaffe Zwei atau Senjata Pembalasan Dua. V-2 diproduksi di laboratorium rahasia di Peenemünde dan pabrik di dekat Nordhausen, di bawah kepemimpinan Wernher von Braun. Kedua lokasi itu menggunakan para tahanan kamp konsentrasi sebagai pekerja.

V-2 pertama kali meluncur pada tanggal 3 Oktober 1942. Pengoperasiannya berada dalam kendali angkatan darat Jerman.

Rudal V-2 berbobot 12,700-13,200 kg, panjangnya 14 m, diameternya 1,65 m, dan hulu ledaknya seberat satu ton. Rudal ini 17 kali lebih bertenaga daripada mesin roket terbesar saat itu dan terbang lima kali lebih cepat dari kecepatan suara. V-2 ditenagai oleh mesin roket propelan cair yang terbuat dari etanol cair (yang membutuhkan 30 ton kentang untuk bahan bakar satu kali peluncuran) dan oksigen cair.

Dalam waktu 30 detik, roket V-2 akan mencapai kecepatan suara 1.235 km/jam. Dan dalam waktu 60 detik, V-2 mencapai kecepatan puncaknya, yaitu 5.760 km/jam. Segera setelah itu, bahan bakar akan habis dan roket ini akan terbang bebas bergantung pada kondisi atmosfer. V-2 memiliki jangkauan maksimum sekitar 320 km dan ketinggian puncak sekitar 80 km. Namun, pada tanggal 20 Juni 1944, sebuah V-2 mencapai ketinggian 175 km, menjadikannya roket pertama yang mencapai luar angkasa.

Sekitar 5.000 orang tewas dalam serangan V-2, dan diperkirakan sedikitnya 10.000 tahanan dari kamp konsentrasi Mittelbau-Dora tewas saat digunakan sebagai pekerja paksa dalam pembuatan roket V-2 di pabrik bawah tanah Mittelwerk.

Rudal V-2 dapat ditembakkan dari meja peluncuran di lokasi peluncuran atau dari trailer pengangkut dan peluncur beroda enam yang disebut Meillerwagen. Meillerwagen dapat digunakan berkali-kali, sehingga memungkinkan V-2 diangkut ke lokasi mana pun sebelum peluncuran. Karena dapat dipindahkan dengan cepat, pendeteksian lokasi dan waktu peluncuran V-2 menjadi sangat sulit. Keuntungan ini menambahkan unsur psikologis pada serangan V-2.

Selain itu, roket V-2 tidak dapat dihentikan setelah diluncurkan karena ia terbang terlalu cepat dan terlalu tinggi, dan tidak ada peringatan saat ia mendekat. Rudal-rudal V-2 menghantam lokasi sebelum ledakan sonik yang ditimbulkannya terdengar.

Pemanfaatan Setelah Perang

Amerika Serikat membuat tiruan V-1 untuk keperluan perang. Angkatan Udara dan Angkatan AS memproduksi massal sebuah tiruan langsung dari V-1 dan menggunakannya dalam penyerangan terhadap Jepang. Pada akhir tahun 1944, tiruan V-1 pertama yang diberi nama JB-2 (Jet Bomb 2) meluncur dari Lapangan Udara Eglin di Florida di atas Teluk Meksiko.

Setelah Perang Dunia II berakhir pada Agustus 1945, produksi massal V-1 dihentikan, tetapi Angkatan Laut AS terus menggunakan versinya yang disebut Loon untuk mendapatkan pengalaman dalam menembakkan rudal dari kapal dan kapal selam. Loon menjadi cikal bakal rudal jelajah yang lebih besar dan bersenjata nuklir seperti Regulus yang dikerahkan Angkatan Laut AS pada tahun 1950-an.

Roket V-2 mendasari program luar angkasa dan rudal di Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Negara-negara sekutu membawa pulang sebanyak mungkin bagian-bagian roket V-2 dan mempelajarinya bersama para insinyur Jerman yang telah merancangnya.

Wernher von Braun, saudaranya Magnus, dan tujuh orang lainnya memutuskan untuk menyerah kepada militer Amerika Serikat selama Operasi Paperclip. Operasi intelijen ini dilaksanakan untuk memastikan mereka tidak ditangkap oleh Soviet atau ditembak mati oleh Nazi. Von Braun melanjutkan penelitiannya di bawah kontrak dengan pemerintah AS, berkontribusi pada sistem rudal Perang Dingin dan perlombaan luar angkasa. Sebagian besar penerbangan luar angkasa tanpa awak Amerika paling awal hingga tahun 1951 menggunakan versi modifikasi dari V-2.

Uni Soviet meniru roket V-2 untuk mengembangkan R-1, yang diluncurkan pertama kali pada bulan Oktober 1948. Selanjutnya, Soviet menekankan produksi rudal yang lebih besar: R-2 dan R-5 dibuat berdasarkan teknologi V-2 dan menggunakan konsep Jerman. Kemudian rudal R-7, yang merupakan versi terbaru dari R-1, mendasari peluncuran satelit Sputnik 1. [BP]