Ilustrasi/sahabaticw.org

KEMENTERIAN HUKUM dan HAM (Kemenkumham) telah resmi menyerahkan draf terbaru dari Rancangan Undang – Undang (RUU) KUHP ke Komisi III DPR RI.  Dalam draf tersebut, terdapat total 632 pasal yang telah diperbaiki oleh tim pembahasan Kemenkumham soal RKUHP. Artinya, terdapat 63 pasal tambahan dibandingkan dengan KUHP sebelumnya, yang hanya memuat 569 pasal.

Aturan hukum pidana kita ini bersumber dari hukum zaman Belanda yang sudah ada sejak lebih dari 100 tahun lalu. Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie (WvS) Stb No.732/ 1915 mulai berlaku pada 1 Januari 1918. 

Lalu, UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan UU No. 73/1958 memberlakukan WvS, atau yang lebih dikenal dengan KUHP, sebagai Peraturan Hukum Pidana Nasional.  

Upaya pembaharuan KUHP sudah dimulai sejak 1958. Di tahun yang sama, Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN) didirikan. 

Pada 2012, wacana revisi KUHP pertama kali disampaikan ke DPR oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2015, Presiden Joko Widodo menyampaikan kembali rencana revisi ke DPR dan menerbitkan Surat Presiden Nomor R-35/Pres/06/2015 pada 5 Juni 2015, yang ditindaklanjuti dengan pembahasan intensif selama lebih dari empat tahun.  

Pada 18 September 2019, pemerintah dan DPR RI telah menyepakati RKUHP dalam Pembahasan Tingkat I untuk dibahas dalam Pembahasan Tingkat II, yakni pengambilan keputusan di Rapat Paripurna. 

Rupanya ada substansi RKUHP yang dianggap bermasalah dan menyebabkan masyarakat turun ke jalan untuk aksi pada 23 sampai 30 September 2019. Aksi berlangsung di berbagai kota besar di Indonesia seperti Malang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Medan, Semarang, Bandung, Denpasar, Kendari, Tarakan, Samarinda, Banda Aceh, dan Palu. 

Akhirnya, pada 26 September 2019, pemerintah menunda pembahasan RKUHP pada Pembahasan Tingkat II. 

Sekarang, RKUHP masuk Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2022 berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat RI Nomor 8/DPR RI/2021-2022. 

RKUHP direncanakan akan diselesaikan pada Masa Sidang ke-V DPR RI tahun 2022. 

Hingga saat-saat terakhir masih digodok pemerintah ada 14 isu kontroversial, yaitu:

  • Hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law)
  • Pidana mati
  • Penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden
  • Tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib
  • Dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin
  • Unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih
  • Contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tidak diperkenankan
  • Advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur (diusulkan untuk dihapus)
  • Penodaan agama
  • Penganiayaan hewan
  • Penggelandangan
  • Pengguguran kehamilan atau aborsi
  • Perzinaan
  • Kohabitasi dan pemerkosaan

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Hiariej menyatakan pihaknya juga memutuskan menghapus dua pasal dalam draf RUU KUHP dari 14 isu krusial tersebut. Diantaranya yaitu, pasal soal mengenai dokter dan dokter gigi tanpa ijin praktek serta pasal soal advokat yang curang.

Mengapa RKUHP Banyak Ditentang?

Membebani Lembaga Pemasyarakatan

Draf RKUHP yang tersebar luas pada 2019 mengatur total 1251 perbuatan pidana. Dari 1.251 perbuatan pidana tersebut, sebanyak 1.198 diantaranya diancam dengan hukuman penjara. Kebijakan ini dapat membebani permasalahan lembaga pemasyarakatan, yang saat ini sudah kelebihan kapasitas.

Banyak Pasal Multitafsir

Banyak pasal dalam RKUHP berpotensi multitafsir dan bersifat pasal karet. Berpotensi membungkam kebebasan sipil, kebebasan berekspresi dan berpendapat, kebebasan pers, bahkan melanggar hak untuk hidup.

Nir Transparansi

Proses pembahasan RKUHP tidak transparan dan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat sipil. Sampai pemerintah pun belum membuka secara resmi draf final RKUHP kepada publik. Hal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan.

Pasal-pasal Kontroversial RKUHP

Ada beberapa pasal yang dianggap kontroversial oleh publik, yang dimaksud adalah pasal;

Penghinaan Presiden dan Wakilnya

  • Pasal 218: Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
  • Pasal 219: Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Penghinaan terhadap Pemerintahan Sah

  • Pasal 240: Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
  • Pasal 241: Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Penghinaan Lembaga Negara

  • Pasal 351: Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
  • Pasal 352: Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Penghinaan terhadap Pengadilan

  • Pasal 280: Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung:tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan, bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh hakim atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan, atau tanpa izin pengadilan merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan proses persidangan.
  • pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
  • atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan, atau tanpa izin pengadilan merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan proses persidangan.

Demonstrasi

  • Pasal 256: Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Hukum yang Hidup di Masyarakat

  • Pasal 2 ayat 1: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.
  • Pasal 601: Orang, yang melakukan perbuatan menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.

Penodaan Agama

  • Pasal 304: Setiap Orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Pidana Mati

  • Pasal 67: Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.
  • Pasal 98: Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat.

Aborsi

  • Pasal 467 ayat 1: Setiap perempuan yang melakukan aborsi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
  • Pasal 468 ayat 1: Setiap Orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan: a. dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau b. tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

Gelandangan

  • Pasal 429: Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

Kumpul Kebo

  • Pasal 416: Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Hewan Ternak dan Unggas

  • Pasal 277: Setiap Orang yang membiarkan unggas yang diternakannya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain yang menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Pasal 278 ayat 1 dan 2: (1) Setiap Orang yang membiarkan Ternaknya berjalan di kebun, tanah perumputan, tanah yang ditaburi benih atau penanaman, atau tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih atau ditanami dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II. (2) Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirampas untuk negara. [S21]