Ritual Beranjak Dewasa, Tradisi Suku-Suku di Tanah Air

DALAM BUDAYA tradisional masyarakat Indonesia bisa kita temui berbagai macam ritual dalam memasuki masa peralihan menuju usia dewasa. Ritual ini pada umumnya untuk menandai sang anak yang sudah mulai siap memasuki masa dewasa. Secara umum ritual yang dilaksanakan banyak suku di sini adalah untuk mendidik serta menyiapkan para remaja menyongsong kehidupan dewasa, dimana tanggung jawab akan diri sendiri dan keluarga yang kelak akan menjadi bagian dari kehidupan mereka.

Jalan Menuju Kedewasaan

Menuju kedewasaan tidaklah semudah dibayangkan dan diucapkan. Ada banyak konsekuensi dan tanggung jawab ketika sampai di sana. Secara intuisi masyarakat primitif ternyata sudah menyadarinya.  Dengan adanya ritus-ritus yang diciptakan untuk menyongsong fase tersebut, menjadi bukti bahwa kesadaran itu sudah lama ada.

Pada masa kanak-kanaknya Suku Anak Dalam diharuskan membiarkan rambut mereka gondrong. Namun ketika fase anak-anak dianggap selesai, dukun yang dihormati  dibantu orang tua mereka akan memangkas rambut anak-anak tersebut. Cawat putih pun ditanggalkan, anak-anak bebas memakai pakaian sekehendak mereka. Fase kanak-kanak resmi dilalui, dan  mereka pun mulai memasuki fase remaja.

Fase remaja adalah fase yang paling padat dalam belajar sekaligus fase yang paling singkat dalam ukuran waktu. Pada fase ini mereka akan dilibatkan secara langsung dalam keseharian komunitas. Mulai berburu, memasang jerat, menuba ikan, mencari madu, dan proses-proses mencari dan mengumpulkan sumber makanan lainnya.

Saat Orang Rimba mulai menanam karet di tanah-tanah mereka, proses belajar di masa remaja  juga bertambah. Lelaki usia remaja yang menuju dewasa sudah diharuskan bisa membuka ladang, menanam karet, merawat kebun dan harus mampu menyadap getah karet. Pada fase ini pendampingan dari orangtua dan kakak mereka sudah semakin berkurang. Lelaki yang sudah memasuki usia remaja sudah harus mampu melakukan itu semua secara mandiri.

Pada fase ini juga lah interaksi dengan dunia luar dilakukan. Mereka belajar memahami dunia di luar komunitas mereka. Mendatangi pasar untuk ikut bertransaksi jual-beli, diizinkan belajar membaca, menulis dan berhitung serta pelajaran-pelajaran lainnya yang difasilitasi relawan-relawan. Mulai membuka hubungan dan kontak dengan masyarakat desa dan warga transmigran yang tinggal di sekeliling wilayah hidup Orang Rimba. Saat semua proses itu telah berhasil dilalui, lelaki remaja kemudian akan dibaptis sebagai lelaki dewasa.

Lain ladang lain belalang. Di Papua Barat ada yang dinamakan Rumsram atau rumah bujang dan tempat pendidikan bagi anak-anak muda sebelum masuk ke dalam dunia orang dewasa. Rumah ini dibangun untuk menampung remaja lelaki yang sudah saatnya tidak boleh tidur bersama orang tuanya di dalam bilik keluarga di Rum Som (rumah keluarga).

Perempuan dilarang masuk atau mendekati rumah ini. Pemuda yang tinggal dalam Rumsram memperoleh pendidikan mencari ikan, membuat jaring, peralatan perang, menempa parang dan menjalani semua ritus orang dewasa.  Ketika masih tinggal dalam Rumsram tak boleh bergabung dengan orang tuanya.

Sedangkan di  Papua, di tepian Danau Sentani di Kabupaten Jayapura, ada Rumah Adat Kariwari yang merupakan rumah adat suku Tobati. Fungsi rumah ini mirip dengan Rumsram. Bangunan rumah ini digunakan khusus untuk laki-laki yang sudah berusia 12 tahun. Di tempat ini remaja laki-laki dikumpulkan dan di didik untuk mengenal dan belajar mencari penghidupan. Dengan tujuan agar kelak ketika dewasa menjadi kuat, terampil dan pintar. Semisal belajar memahat, membuat perisai, perahu, bercocok tanam, dan teknik dalam berperang.

Bentuk bangunan adat Kariwari seperti limas segi delapan dengan atap berbentuk kerucut. Bangunan ini kuat menahan angin yang cukup kencang dari segala arah. Sedangkan Rumsram berbentuk seperti perahu yang sedang terbalik. Hal ini dikarenakan bentuk mata pencarian hidup mereka menggunakan perahu untuk mencari ikan di laut.

Suku Muna di Sulawesi Tenggara, mempunyai acara  bagi anak-anak yang berusia menjelang akil balig. Pada upacara adat Katoba ini, anak-anak diberi sejumlah nasihat oleh seorang imam untuk menghadapi masa remaja. Biasanya setelah upacara adat Katoba ini dilakukan ritual khitan, yang menjadi ritual adat akil balig.

Pada upacara Katoba, anak laki-laki maupun perempuan mengenakan pakaian tradisional dan riasan, lalu dipikul di atas bahu oleh anggota-anggota keluarganya atau berjalan kaki ke rumah pemuka agama. Di sana, pemuka agama tersebut memberikan sejumlah nasihat agar anak-anak tersebut menjalankan perintah Allah dan dilarang berdosa kepada Allah, Nabi, dan sesama manusia. [S21]