Koran Sulindo – Menteri badan usaha milik negara (BUMN) Rini Soemarno membantah akan melakukan “penjualan aset” PT Pertamina (Persero).
“Tidak ada penjualan aset. Surat yang beredar merupakan respon dari surat yang diusulkan Pertamina kepada Pemerintah yang sifatnya masih berupa ijin prinsip, yakni perijinan kepada Pemegang Saham untuk melakukan kajian atas rencana-rencana aksi korporasi strategis Pertamina,” kata Rini, saat menemui massa aksi unjuk rasa Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (20/7/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Menurut Rini, suratnya meminta agar manajemen perseroan melakukan kajian mendalam dan komprehensif bersama dengan Dewan Komisaris untuk mengusulkan opsi-opsi terbaik yang nantinya akan diajukan melalui mekanisme RUPS sesuai ketentuan yang berlaku.
“Baca betul surat saya. Dalam surat saya katakan tolong dikaji untuk kemungkinan aksi korporasi downshare pada WK (Wilayah Kerja) yang dimiliki Pertamina. Namun saya juga tegaskan bahwa kendali harus tetap ada di Pertamina. Tidak ada kalimat “penjualan aset” ataupun “persetujuan penjualan aset” dalam surat tersebut ” kata Rini.
Menurut Rini, ia malah meminta Pertamina mempertahankan aset-aset strategis di hulu dengan menjadi pemegang kendali.
“Semua peduli Pertamina, tapi tulisan-tulisan spanduk ini, “Pertamina For Sale” tidak tepat. Baca betul surat saya, tolong dikaji untuk kemungkinan pengalihan wilayah kerja. Tapi jangan lupa bahwa kontrol tetap harus di Pertamina,” kata Rini.
Menurut Rini, Pertamina sebagai BUMN merupakan agen pembangunan untuk mendorong perekonomian nasional dan mensejahterakan masyarakat.
“Kita sebagai pemegang saham tidak mungkin menjerumuskan Pertamina. Tanggungjawab saya adalah bagaimana Pertamina itu sehat untuk 100 tahun ke depan, untuk cucu dan cicit kalian semua,” katanya.
Sebelumnya, Rini menerima sebanyak 15 orang perwakilan Serikat Pekerja Pertamina, yang berunjuk rasa di depan Gedung Kementerian BUMN, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta. Mereka demonstrasi menolak penjualan Pertagas
Sejak pukul 08:00 WIB ratusan pengunjuk rasa telah memenuhi jalan Medeka Selatan menuntut berbagai hal, antara lain agar pemerintah menghentikan politisasi Pertamina dan menyelamatkan Pertamina.
Sekitar pukul 09:45 WIB, di Lantai 19 Kantor Kementerian BUMN, Rini didampingi Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN Ahmad Bambang dan Staf Khusus Sahala Lumban Gaol, berdialog dengan perwakilan pengunjuk rasa. Dialog berlangsung sekitar 15 menit.
Rini kemudian bersama deputi dan perwakilan Serikat Pekerja bergegas keluar ruangan menemui para pengunjuk rasa yang sudah menunggu di depan gedung. Rini langsung menaiki mimbar orasi, sekaligus menyapa para pengunjuk rasa yang mengusung berbagai atribut seperti bendera merah putih, bendera serikat pekerja, spanduk dan poster.
“Saya baru saja menerima Presiden dan Sekjen Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu. Dialog ini saya yakini merupakan pertanda bahwa kita semua peduli terhadap Pertamina,” kata Rini.
Pengunjuk rasa langsung meneriakkan apa yang diucapkan Rini tidak sesuai kenyataan.
Rini berorasi sekitar 5 menit.
Seusai itu, para pengunjukrasa melanjutkan aksi “long march” ke Kementerian ESDM untuk selanjutnya menuju Terminal BBM Plumpang.
Akuisisi
Sementara itu, pada 29 Juni 2018 lalu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina (Persero) menandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat (conditional sales purchase agreement/CSPA) PT Pertagas, hari ini.
Penandatanganan CSPA ini merupakan tahapan PGN mengakuisisi anak usaha Pertamina, Pertagas, usai induk BUMN migas resmi berdiri pada 11 April 2018. Induk BUMN migas tersebut disahkan melalui penandatanganan perjanjian pengalihan saham negara di PGN ke Pertamina melalui skema penyertaan modal.
“Satu demi satu proses integrasi antara PGN dan Pertagas ini kami lalui dan pada hari ini kami mencatatkan sejarah baru dengan penandatanganan CSPA,” kata Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama, di Jakarta, 29 Juni 2018, melalui rilis media.
Sesuai CSPA, maka PGN menjadi pemilik saham mayoritas Pertagas sebanyak 51 persen senilai Rp16,6 triliun.
“Transaksi ini akan diselesaikan dalam 90 hari ke depan,” katanya.
Integrasi bisnis gas itu dinilainya akan mendorong perekonomian dan ketahanan energi nasional, melalui pengelolaan infrastruktur gas, yang terhubung dari Indonesia bagian barat Arun, Aceh hingga timur, Papua.
Dengan penandatanganan CSPA, maka proses “holding” BUMN migas telah selesai.
Setelah integrasi selesai, Pertamina sebagai “holding” BUMN migas mengarahkan PGN selaku “subholding” gas mengelola bisnis gas secara terintegrasi di Indonesia.
“Pertagas akan diintegrasikan sebagai anak usaha PGN, dalam kerangka `holding` migas sebagaimana ditetapkan dalam PP Nomor 6 Tahun 2018,” kata VP Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito, dalam rilis media yang sama.
Melalui integrasi, holding BUMN migas pun diharapkan menciptakan efisiensi dalam rantai bisnis gas bumi sehingga tercipta harga gas yang lebih terjangkau kepada konsumen, meningkatkan kapasitas dan volume pengelolaan gas bumi nasional, dan meningkatkan kinerja keuangan “holding” BUMN migas.
Integrasi juga diharap meningkatkan peran `holding` migas dalam memperkuat infrastruktur migas di Indonesia serta menghemat biaya investasi dengan tidak terjadinya lagi duplikasi pembangunan infrastruktur antara PGN dan Pertagas.
Pertagas dan PGN memiliki bisnis yang sama yaitu gas “sourcing”, transmisi, distribusi dan ritel. Dengan integrasi Pertagas ke PGN maka PGN sebagai manajer atas pengoperasian seluruh aset dan bisnis yang dimiliki oleh PGN. PGN akan memiliki tanggung jawab untuk mengoptimalkan penggunaan semua aset tersebut dan meningkatkan semua bisnis yang dikelolanya termasuk aset dan bisnis Pertagas. [DAS]