Ribka: Pemalsuan Vaksin adalah Kejahatan Serius

Pasangan suami istri, Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina, tersangka pembuat vaksin palsu/Facebook

Koran Sulindo – Pemalsuan vaksin dan obat disebut sebagai kejahatan yang serius. Selain menyangkut kesehatan, hal itu berkaitan dengan keselamatan dan mengancam kehidupan masyarakat luas.

Celakanya, kata Ribka Tjiptaning, anggota Komisi IX DPR, praktik ini sudah terjadi sejak 2003. Sungguh memprihatinkan. Dan kemungkinan peredarannya tidak hanya di 3 daerah seperti yang disebutkan polisi, tapi ke seluruh wilayah Indonesia.

“Ini jelas melanggar UU Kesehatan tahun 2009. Meresahkan masyarakat. Dampaknya banyak anak tidak terlindungi dari penyakit tertentu karena vaksin palsu itu,” kata Ribka dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin [27/6].

Pada Kamis pekan lalu Bareskrim Mabes Polri berhasil membongkar sindikat pemalsu vaksin untuk anak berusia di bawah 5 tahun. Pengungkapan ini menyusul banyaknya fakta yang ditemukan kondisi kesehatan anak justru menurun setelah mendapat vaksin.

Polisi lantas menangkap penjualnya bernama Juanda, pemilik toko Azka Medical berlokasi di Bekasi, Jawa Barat. Bahkan disebutkan pula pengiriman vaksin balita ini dilakukan ke beberapa puskesmas.

Berdasarkan keterangan Juanda, vaksin palsu itu diracik di 3 tempat berbeda yaitu Bintaro, Bekasi Timur dan Kemang Regency. Dari ketiga tempat itu, polisi berhasil menangkap 9 orang yang terdiri atas 5 produsen, 2 kurir, 1 pencetak label dan 1 penjual selain Juanda.

Polisi lantas menyita barang bukti berupa 195 195 sachet hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin anti-snake dan sejumlah dokumen penjualan vaksin. Para pelaku ini terancam hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.

Menanggapi peristiwa ini, Ribka mengatakan, tentu hal ini mengusik rasa kemanusiaan. Masalah pokoknya disebut Ribka sebagai kegagalan negara dalam mengawasi peredaran obat. Ini merupakan tanggung jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Kementerian Kesehatan.

Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan pada 2014, BPOM hanya mampu memeriksa 15% dari sarana yang ada. Ribka mengaku juga menerima laporan dari masyarakat bahwa tidak hanya vaksin, obat-obatan juga ada yang dipalsukan.

“Saya minta BPOM, Kemenkes tuntaskan hal ini. Umumkan nama dan tindak rumah sakit atau klinik yang terbukti edarkan vaksin palsu,” katanya. [Kristian Ginting]