Revisi UU Terorisme Disahkan Hari Ini

Ilustrasi: Suasana penggrebekan terduga teroris di Tangerang Selatan Rabu (21/12/2016)/tribratanews.com

Koran Sulindo – Rapat Pleno Panitia Khusus Terorisme DPR secara aklamasi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. UU ini segera disahkan dalam rapat paripurna DPR yang dijadwalkan Jumat (25/5/2018) pagi ini.

“Apakah dapat disetujui RUU perubahan UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dibawa pada pembicaraan Tingkat II untuk segera disahkan,” kata Ketua Pansus Terorisme, M. Syafi’i, dalam Rapat Kerja dengan Menkumham, Panglima TNI, Polri dan BNPT, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/5/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Seluruh anggota Pansus menyatakan setuju membawa ke Rapat Paripurna DPR.

Menurut Syafi’i, Pansus membangun suasana tanpa faksi sehingga memasukkan norma baru ataupun mengubah norma yang ada dilakukan tanpa pemungutan suara namun diambil dengan aklamasi.

Sebelum Pimpinan Pansus mengambil keputusan, 10 fraksi memberikan pandangannya masing-masing mengenai isi RUU tersebut.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah mengenai definisi terorisme karena selama pembahasannya masih ada dua fraksi yang tidak sepakat adanya frasa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan yaitu Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi PKB.

Namun, dalam pandangan fraksi di dalam Rapat Pleno Pansus tersebut, kedua fraksi tersebut menyatakan mendukung definisi terorisme alternatif kedua yang dirumuskan Pansus bersama pemerintah.

Definisi alternatif II itu menyebutkan bahwa terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror, atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungqn hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

Musyawarah Mufakat

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan berharap perdebatan mengenai definisi terorisme dalam pembahasan revisi UU Terorisme itu diakhiri dengan musyawarah untuk mufakat, bukan dengan pemungutan suara (voting).

“Tidak pas kalau diambil keputusan melalui pemungutan suara. Dalam sebuah UU, definisi merupakan hal yang prinsipil dan filosofis,” kata Taufik, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Taufik optimistis pengambilan keputusan dilakukan secara aklamasi karena bukan persoalan menang atau kalah.

Sementara  anggota Pansus revisi UU Terorisme Arsul Sani mengatakan 8 fraksi menghendaki adanya frasa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan dalam batang tubuh definisi terorisme, yaitu Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PPP, Fraksi Partai Nasdem dan Fraksi Partai Hanura.

“Sementara itu dua fraksi mempertahankan bahwa frasa tersebut tidak diperlukan, yaitu Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi PKB,” katanya.

Alternatif pertama, Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungqn hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional.

Alternatif kedua, Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror, atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungqn hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan. [DAS]