Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi merombak kabinetnya pada 19 Agustus 2024 dengan melantik tiga menteri dan mengangkat satu wakil menteri. Perombakan kabinet kali ini kemudian menjadi pertanyaan, apa kira-kira urgensinya, mengingat masa pemerintahan Jokowi tinggal bersisa dua bulan saja.
Aroma kepentingan politik jangka pendek sangat kental terasa melihat perombakan formasi menteri Jokowi. Seperti dugaan sebelumnya dua orang menteri dari PDI Perjuangan dicopot dari posisinya. Posisi itu kemudian digantikan oleh orang dekat Jokowi dan presiden terpilih Prabowo Subianto dari Gerindra.
Adapun menteri dari PDI Perjuangan yang diganti adalah Yasonna Laoly (Menteri Hukum dan HAM) serta Arifin Tasrif (Menteri ESDM). Posisi tersebut kemudian diisi oleh Supratman Andi Atgas dari Gerindra dan Bahlil Lahadalia dari Golkar. Selama ini bahlil dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan Jokowi di pemerintahan bahkan kini diisukan akan menjadi ketua umum Golkar.
Menteri lain yang turut dilantik adalah Rosan Roeslani menjadi Menteri Investasi/BKPM. Sebagaimana diketahui, Rosan adalah Ketua Tim Kampanye Prabowo-Gibran pada Pemilu 2024. Jokowi juga mengangkat politikus Gerindra Angga Raka Prabowo menjadi Wamen Kominfo. Angga merupakan Direktur Media tim kampanye Prabowo-Gibran.
Perombakan kabinet sisa waktu jabatan dua bulan sepertinya tidak akan digunakan untuk perbaikan kinerja pemerintahan saat ini. Hal ini terlihat dari tidak adanya kalangan profesional untuk mengisi pos menteri. Resuffle justru lebih kental dengan nuansa politik untuk menggeser orang-orang yang sudah berbeda kepentingan dengan Jokowi. Selain itu perombakan juga bisa terkait dengan agenda politik transisi pemerintahan serta Pilkada Serentak 2024 pada November nanti.
Respons PDI Perjuangan
Pencopotan dua menteri dari PDI Perjuangan bisa jadi sebagai upaya dari Jokowi menunjukkan bahwa dirinya masih berkuasa. Resuffle juga menjadi peringatan kepada siapa saja yang melakukan kritik agar tidak ‘macam-macam’ kepada pemerintah.
Namun para petinggi PDI Perjuangan tampaknya tidak ambil pusing mengenai perombakan kabinet yang dilakukan Jokowi. Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Puan Maharani mengatakan pergantian menteri adalah hak Presiden. Puan juga tidak mempermasalahkan kebijakan mengganti sejumlah menteri di ujung masa jabatannya
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto juga mengaku tidak masalah. Hasto menyebut penentuan menteri adalah hak presiden yang menjabat.
“Ya sejak dulu dalam konsep tata pemerintahan yang baik, presiden punya hak prerogatif. Kami menghormati hak prerogatif dari presiden itu. Sejak awal kami kan enggak pernah neko-neko,” kata Hasto.
Sedangkan Yasonna H Laoly yang diganti dari jabatannya mengaku telah menyampaikan kabar reshuffle dirinya dari kursi Menkumham kepada Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
Yasonna menjelaskan, Megawati merespons hal tersebut sebagai sesuatu yang lazim.
“Saya kan menyampaikan beberapa waktu lalu, saya sampaikan, ‘Bu beredar kabar ini’, ‘Ya udah nggak papa, kan lazim, sesuatu yang lazim’,” ungkap Yasonna, Senin (19/8).
Pernyataan serupa juga disampaikan Ketua DPP PDIP Said Abdullah. Ia menegaskan bahwa PDi Perjuangan tengah berfokus mempersiapkan kontestasi pilkada dan tak mempersoalkan reshuffle.
“Begitulah mekanisme tata negara kita. Apalagi kami akan mengawal pemerintahan ini sampai berakhir di bulan Oktober sesuai amanat kongres dan ini kami junjung tinggi keputusan kongres tersebut karena bagian dari ketaatan kepada konstitusi kami. Lagi pula, per Oktober nanti pemerintahan berganti ke Pak Prabowo,” kata Said.
Said juga menyampaikan bahwa Ketum PDI Perjuangan Megawati menaati konstitusi dan amanat kongres partai bahwa penentuan menteri kabinet merupakan prerogatif presiden dan PDIP siap mengawal pemerintahan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin hingga tuntas, 20 Oktober 2024 mendatang. Karena itu, kata dia, Megawati dan PDIP menerima reshuffle Yasonna dan Arifin Tasrif.
Langkah politik
Pergantian beberapa posisi menteri menjelang akhir masa pemerintahan Jokowi dinilai sangat terkait dengan agenda politik terdekat, yaitu peralihan pemerintahan dan pilkada serentak. Bagaimanapun juga Jokowi masih memiliki keinginan untuk memiliki pengaruh politik setelah lengser.
Tidak bisa disangkal bahwa terpilihnya Prabowo-Gibran dalam pemilu 2024 ada kontribusi besar dari Presiden Jokowi. Peran Jokowi dalam ‘menjaga’ koalisi parta-partai dalam pemerintahannya memungkinkan Prabowo-Gibran melenggang ke tampuk kekuasaan. Maka dinilai penting untuk mempertahankan bahkan mengembangkan koalisi pemerintahan saat ini sebagai warisan politik pemerintahan baru kedepan. Bahkan dalam rangka Pilkada serentak 2024 koalisi ini mampu menggeret partai lain seperti Nasdem, PKB dan PKS dalam KIM Plus.
Firman Noor dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menuturkan, dengan melakukan pergantian menteri Jokowi tampaknya ingin menanam jasa atau investasi politik untuk Prabowo yang akan mulai menjabat pada Oktober nanti.
“Jokowi ingin menanam jasa atau investasi politik untuk pemerintahan selanjutnya. Apakah ini akan dihitung atau tidak [oleh Prabowo], itu urusan nanti. Tapi bagaimana pun posisi menteri itu sesuatu sekali, kalau sampai mendapat itu, tentu tidak akan dilupakan begitu saja,” kata Firman.
Firman melihat perombakan ini bukan berdasarkan profesionalisme semata, melainkan lebih kental dengan nuansa politik.
Perombakan kabinet juga diduga terkait dengan kepentingan mempererat koalisi menjelang Pilkada 2024 untuk memenangkan Bobby Nasution di Pilgub Sumatera Utara dan memuluskan langkah Kaesang Pangarep yang digadang-gadang akan menjadi Cagub Jawa Tengah.
Resuffle adalah hak prerogatif presiden sebagaimana lazimnya sistem presidensial. Sah-sah saja jika presiden menggunakannya untuk melakukan konsolidasi politik dan kekuasaan selama tidak digunakan untuk memanipulasi kehendak politik rakyat. Yang jelas masyarakat tidak perlu berharap banyak akan ada peningkatan kinerja dengan sisa masa jabatan tidak sampai seumur jagung lagi. [NUR]