Upacara pelantikan Kaisar Naruhito, Rabu, 1 Mei 2019.

Koran Sulindo – Selasa, 30 April 2019, menjadi tanggal bersejarah bagi bangsa Jepang. Karena, Kaisar Akihito secara resmi turun dari takhta Krisantium setelah 30 tahun berkuasa. Akihito menjadi kaisar pertama Jepang dalam 200 tahun yang mengundurkan diri saat masih menjabat. Pengunduran diri kaisar Jepang saat masih hidup terjadi pada tahun  1817.

Ritual turun takhta Kaisar Akihito, yang didampingi Permaisuri Michiko, dilakukan di Ruang Pinus Istana Kekaisaran. Pada ritual Taiirei-Seiden-no-gi itu diserahkan “Tiga Harta Karun Jepang”, yaitu pedang, cermin, dan permata suci. Ritual kekaisaran ini merupakan ritual turun-temurun selama lebih dari 2.000 tahun.

Dalam pidatonya, Akihito berharap rakyat Jepang mendapat “perdamaian dan kebahagiaan” di masa kekaisaran putranya, Naruhito. Dengan turun takhtanya Akihito berakhirlah era Heisei, yang dimulai sejak 7 Januari 1989.

Sebelumnya, Kekaisaran Jepang dipimpin ayahnya, Kaisar Hirohito. Di tangan Hirohito, Jepang memasuki Perang Dunia Ke-2 melawan Amerika Serikat. Sejarah mencatat, Jepang akhirnya harus mengumumkan kapitulasi pada 15 Agustus 1945, setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki ,yang menelan korban jiwa ratusan ribu orang.

Pada Rabu ini, Mei 2019, Kekaisaran Jepang resmi dipimpin putra tertua Akihito, Pangeran Ktaishi Naruhito Shinn, yang mendapat gelar Kaisar Reiwa. Kata “reiwa” berarti ‘harmoni nan indah’, yang diambil dari antologi puisi Jepang kuno karya Manyoshu.

Naruhito lahir pada 23 Februari 1960 dan memiliki dua adik, Pangeran Akishino dan Sayako Kuroda. Mereka dibesarkan di Istana kekaisaran di Tokyo.

Naruhito adalah sarjana sejarah lulusan Universitas Gakushuin pada tahun 1982. Skripsinya tentang transportasi air abad pertengahan.

Tahun 1983, sejak bulan Juli sampai September, Naruhito menjalani kursus bahasa Inggris intensif, sebelum melanjutkan pendidikan di Merton College, Universitas Oxford, Inggris. Naruhito merupakan anggota keluarga kekaisaran Jepang pertama yang belajar di luar negeri. Pengalamannya studi di Inggris itu ia tuliskan dalam memoar bertajuk Thames to Tomo ni, yang terbit tahun 1993. Buku ini dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris oleh Sir Hugh Cortazzi, mantan Duta Besar Inggris untuk Jepang, dengan judul The Thames and I: A Memoir of Two Years at Oxford.

Kaisar Naruhito adalah suami dari Putri Masako Owada. Awal pertemuan keduanya terjadi dalam sebuah jamuan teh yang digelar Putri Elena dari Spanyol, November 1986.

Syahdan, Naruhito jatuh cinta kepada Masako pada pandangan pertama. Masako sendiri adalah putri tertua dari diplomat senior Jepang Hisashi Owada, yang juga pernah menjadi hakim Mahkamah Internasional.

Masako adalah sarjana ekonomi lulusan Universitas Harvard. Ia lulus dengan predikat magna cum laude. Ia menempuh pendidikan pasaca-sarjananya di jurusan hubungan internasional Balliol College, Universitas Oxford, lalu belajar hukum di Universitas Tokyo, sebagai bagian persiapan ujian masuk Kementerian Luar Negeri Jepang.

Karirnya di Kementerian Luar Negeri Jepang terbilang cemerlang. Sempat beredar kabar, karena karirnya itu pula , Masako enggan menikah dengan Naruhito. Karena, di Jepang, keluarga kerajaan dilarang terlibat dalam urusan politik. Kalau menikah dengan Naruhito, itu artinya ia harus melepaskan karirnya sebagai diplomat.

Namun, akhirnya, Masako memutuskan menerima lamaran Naruhito pada 1992. Januari 1993, keluarga Kekaisaran Jepang pun mengumumkan pertunangan keduanya. “Ia berkata dia akan melindungi saya seumur hidupnya,” kata Masako, sebagaimana dikutip dari The New York Times.

Naruhito dan Masako menikah pada 9 Juni 1993. Karena pernikahan itu, Masako mendapat gelar Putri Mahkota Masako. Pada 1 Desember 2001, pasangan dianugerahi seorang putri, yang diberi nama Aiko.

Karena Hukum Rumah Tangga Kekaisaran Jepang hanya memperkenankan keturunan lelaki langsung sebagai penerus takhta kekaisaran dan Putri Aiko merupakan satu-satunya keturunan langsung Hirohito, penerus takhta selanjutnya adalah adik lelaki Hirohito, Pangeran Akishino, yang diikuti oleh putranya, Pangeran Hisahito, yang kini berusia 12 tahun. [PUR]