Ilustrasi: Jokowi dalam konser 2 jari saat Pilpres 2014/abc.net.au

Koran Sulindo – Setelah tiga kali merombak kabinet, apakah Presiden Jokowi akan melakukan reshuffle yang keempat? Hal itu bisa saja terjadi, namun tidak lagi untuk tahun ketiga dan seterusnya, dan itu juga sangat tergatung hak prerogatif Presiden.

Demikian dikatakan Dr. Edi Santosa, dosen FISIP Universitas Diponegoro Semarang, pada seminar Nasional Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (MIP UMY) yang bertemakan “Tantangan Pemerintahan Kabinet Jokowi-JK dalam Perspektif Nasional dan Global”, Sabtu (18/3).

“Hikmah dari reshuffle ketiga ini dapat dikatakan jalan terbuka lebar bagi Jokowi untuk mencalonkan diri lagi tahun 2019,  bahkan legitimasi politik pemerintahan tanpa dukungan PDIP sekalipun,” tuturnya.

Kabinet Jokowi-Jk, dalam penilaian Edi, kini telah memperoleh legitimasi, baik secara nasional maupun internasional. Fokus pada periode  2017-2019, agenda besarnya adalah merampungkan  program Nawa Cita yang belum selesai, yakni konsentrasi bidang ekonomi  bekerja keras  untuk kesejahteraan rakyat. “Mengapa? Karena berbagai agenda kebijakan Jokowi dan kinerja kabinet dapat dikatakan mantap,” katanya.

Menurut Edi, berbagai kebijakan yang dikemas dengan konsep Nawa cita secara signifikan dapat dicatat mengalami peningkatan di berbagai sektor. Secara politik keberhasilan terbesar dalam pemerintahan Jokowi selama ini adalah caranya merangkul oposisi tanpa banyak bicara, tetapi hadir sendiri mendatangi para rivalnya. “Ini bukti Jokowi memiliki komitmen terhadap kabinet kerjanya, banyak bekerja sedikit bicara,” kata Edi lagi.

Namun begitu, lanjut Edi, masih ada tantangan yang akan dihadapi pada 2017-2019, yakni  sejumlah  persoalan-persoalan menonjol baik itu yang berada di bidang politik, hukum, ekonomi dan sosial. Dari sisi politik misalnya mempunyai tantangan-tantangan terkait kasus-kasus yang jadi perhatian publik, termasuk kasus penistaan agama (kasus Basuki T Purnama alias Ahok). Tantangan lainnya adalah pilkada serentak di 101 daerah.

Disamping itu, menurut Edi, juga dapat diperkirakan munculnya isu keamanan kawasan dan isu terorisme. Namun yang paling krusial adalah di bidang ekonomi, yakni pemerintah akan menghadapi tantangan yang lebih berat, khususnya masalah pengangguran, kesempatan kerja dan angka kemiskinan. “Ini harus ada langkah-langkah antisipatif agar pendapatan negara lebih besar. Jangan hanya mengandalkan pajak dan tax amnesty, tetapi dari hal-hal lain yang jadi bagian dari strategi nasional, termasuk mendongkrak ekspor dan daya saing. Stabilitas ekonomi sudah sangat urgen,” ujarnya.

Pada kesempatan itu Edi menilai keberhasilan kabinet Jokowi -Jk jelang 2 tahun pemerintahannya boleh dikata cukup baik. Pertama, pembangunan yang dilakukan Jokowi – JK sudah mencakup di berbagai sektor. “Infrastruktur sudah digencarkan terus menerus dan ini tidak hanya fokus pada Jawa sentris saja,” tutur Edi.

Kedua, kaitannya dengan kebijakan aspek yang menyentuh rakyat seperti Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan dana desa. Menurut Edi, semua itu, sedikit banyak sudah mulai dirasakan masyarakat. Ketiga, lanjutnya, terkait pembangunan ekonomi ini sedang berjalan menuju proses recovery kondisi ekonomi kita. “Kita bersyukur dengan tax amnesty ini sudah menunjukkan titik cerah, ada optimisme untuk memberikan subsidi terhadap defisit neraca transaksi berjalan,” katanya.

Dan keempat, terkait aspek penegakan dan kepastian hukum, DPR menyambut baik adanya operasi pemberantasan pungutan liar (OPP) yang sifatnya efisiensi anggaran.

Sementara itu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran, Dr. H.R.Dudy Heryadi, M.Si yang juga tampil sebagai pembicara menyoroti masalah perbatasan. Dikatakan, untuk menjaga hubungan baik di kawasan ASEAN, pemerintahan Presiden Joko Widodo harus memperhatikan permasalahan perbatasan. Bentuk perhatian tersebut sebagai pembelajaran terkait banyaknya kasus pengklaiman wilayah perbatasan di kawasan ASEAN.

“Permasalahan perbatasan menjadi isu yang sering diperbincangkan. Bahkan pada kelompok ASEAN Community ini di dalamnya masih banyak kasus terkait perbatasan yang hingga saat ini masih belum terpecahkan,” kata Dudi. [YUK]