Koran Sulindo – “Mengorganisir orang untuk punya ikatan emosional tidaklah mudah,” kata Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, ketika memberikan pembekalan Tim MonitoringPilkada Serentak 2017 di kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, 18 November lalu. Karena itu, Megawati mengajak para kader PDI Perjuangan untuk selalu bersemangat dan tidak mudah goyah dengan situasi yang dihadapi di lapangan.

Ia juga mengingatkan kepada mereka agar selalu bersikap santun dan tidak sok tahu selama berada di daerah.“Kalian harus santun.Jangan sok tau. Rakyat ngomong apa dengarkan dan beri masukan ke mereka. Karena, kalian akan ketemu bermacam tipe manusia,” tutur Megawati.

Pada hari sebelumnya, 17 November 2016, setelah rapat konsolidasi dengan seluruh DPD PDI Perjuangan se-Indonesia untuk pelaksanaan pilkada serentak tahun 2017, di Kantor DPP PDIPerjuangan, Menteng, Jakarta Pusat,Megawati juga menanggapi sejumlah penolakan terhadap pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, saat akan berkampanye. Menurut dia, ada dua kategori kelompok yang melakukan aksi penolakan tersebut.”Kalau ada kelompok yang menolak mereka berarti ada dua hal. Pertama karena mereka dibayar; kedua, mereka tidak tahu aturan,” tutur Megawati.

Indonesia, tambahnya, merupakan negara hukum.Karena itu, meski seorang calon kepala daerah telah ditetapkan sebagai tersangka, calon tersebut masih memiliki hak untuk dipilih dan berkampanye.”Saya tegaskan, negara kita itu negara hukum. Hak Pak Ahok untuk dipilih masih tetap ada,” ujarnya.

Megawati juga berpandangan, sekarang ini masih banyak yang kerap melakukan provokasi dan mengedepankan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. Itu sebabnya, dia mengimbau seluruh kader PDIPerjuangan untuk tetap tenang dan menjaga diri agar situasi tetap kondusif jelang Pilkada 2017.”Saya melihat masih banyak pihak yang ingin provokasi dengan kekerasan. Hal itu sangat berbahaya bagi keamanan dan stabilitas negara,” kata Megawati.

Dalam kesempatan tersebut, Perempuan Pertama Presiden Republik Indonesia itu juga menyatakan, PDI Perjuangan mendukung penuh upaya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam menjalankan pemerintahan sesuai konstitusi.”Pemerintah harus kukuh berdiri dalam prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan Indonesia, musyawarah mufakat, dan keadilan sosial,” tuturnya. Karena, lanjutnya, mengawal pemerintahan merupakan bagian dari tugas PDIPerjuangan sebagai perekat kebangsaan.

Ia juga menyerukan agar seluruh kader PDIPerjuangan membangun tali silaturahmi dengan seluruh tokoh masyarakat. Selain itu: memastikan Pancasila, UUD1945, NKRI, dan Kebhinnekaan Indonesia benar-benar dibumikan.

Dalam dua hari itu, ada beberapa poin-poin pemikiran utama Megawati yang patut dicatat dan diingat selalu: sulitnya mengorganisasi massa dalam ikatan emosional; perlunya bersikap santun serta tidak sok tahu; Indonesia sebagai negara hukum, karena itu harus mengedepankan penegakan hukum, bukan aksi-aksi kekerasan, dan; seruan kepada kader PDI Perjuangan agar bahu-membahu menjaga empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Dari semua itu bisa ditarik kesimpulan: siapa pun atau pihak mana pun tak bisa melakukan tugas-tugas mulia kebangsaan dan kenegaraan hanya sendiri atau hanya bersama kelompok-kepentingannya saja. Tapi, harus melibatkan seluruh elemen bangsa. Jadi, harus dilakukan secara gotong-royong.

Mengenai pentingnya gotong-royong juga pernah diungkapkan Megawati dalam forum internasional, Oktober 2016 lalu. Di hadapan 1307 peserta World Culture Forum 2016, Megawati Soekarnoputri mengatakan, gotong royong adalah sebuah paham dinamis yang menggambarkan suatu kerja kolektif, bahu-membahu, saling membantu dalam menyelesaikan masalah, dan menciptakan keadilan sosial.”Gotong royong, kegiatan tolong menolong yang diyakini dapat mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan berkelanjutan,” tuturnya.

Gotong royong, tambahnya, merupakan intisari paling dasar dari Pancasila sebagai ideologi negara.”Pancasila, yang mengandung lima prinsip sebagai dasar negara Indonesia, bersumber pada nilai dan praktik kebudayaan rakyat Indonesia, yang diwariskan turun-temurun,” katanya.

Pada kesempatan itu, mengutip pemikiran Bung Karno tentang Pancasila, Megawati memaparkan, jika diperas lebih dalam lagi, lima sila dalam Pancasila akan menjadi Tiga Prinsip Dasar (Trisila). Pertama: Ketuhanan. Hal ini seperti tercantum dalam sila pertama,yakni Ketuhanan yang Maha Esa.Bagian kedua dari Trisila adalah Sosio Nasionalisme, yang diambil dari sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, juga sila ketiga, Persatuan Indonesia. Akan halnya sila ketiga dari Trisila adalah Sosio Demokrasi, yang berasal dari sila keempat yang merupakan demokrasi yang berwatak musyawarah mufakat dan sila kelima yang berupa keadilan sosial.

Trisila itu, dalam pandangan Megawati, akan mewujudkan satu prinsip dasar (Ekasila), yakni gotong royong. “Inilah hakikat kebudayaan sejati, yang menurut saya juga diperlukan dalam relasi antar-bangsa di era sekarang ini untuk masa depan dunia yang lebih baik,” ungkap Megawati.

Megawati mengatakan pula, dari gotong royong itulah dirinya sepakat agar kebudayaan menjadi jalan bersama menuju pembangunan berkelanjutan. Ini untuk menjaga kelestarian bumi dan napas kehidupan bagi semua manusia.Menurut Megawati, kebudayaan merupakan alat perjuangan dalam mencapai kemerdekaan sejati setiap bangsa.”Bangsa yang benar-benar merdeka yaitu bangsa yang mencapai Trisakti, artinya berdaulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” katanya.

Ia pun menjelaskan, berdasarkan pengalamannya di dunia politik, kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari politik. Ini terlihat dari lahirnya Pancasila.Dari Pancasila inilah, kata Megawati, Indonesia dapat bergotong royong dalam politik dengan negara lain yang berdasarkan pada prinsip bebas aktif. “Politik sebagai jalan kebudayaan telah diajarkan oleh Bapak Bangsa Indonesia, Bung Karno,” ujar Megawati.

Diungkapkan pula, dirinya meyakini, Pancasila mampu mempersatukan setiap masyarakat dari beragam etnisdan suku yang ada di Indonesia. Pancasila merupakan jalan kebudayaan yang membuat Indonesia merdeka.

Namun, sayangnya, Pancasila dan semangat gotong-royong sekarang ini kerap dilupakan. Banyak orang dan pihak yang menjadi bagian dari bangsa ini seolah kehilangan orientasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Megawati sendiri pernah mengingatkan ini pada tahun 2015 lalu.

Saat berpidato untuk memperingati Hari Konstitusi di Gedung Nusantara V DPR, Jakarta, 18 Agustus 2015, Megawati mengatakan, semangat musyawarah dan gotong royong yang tertuang dalam Pancasila sudah semakin tergeser politik praktis. Salah satu contohnya adalah voting.”Memang,voting itu enak sekali. Kalau banyak, itu pasti menang,” tuturnya.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kata Megawati lagi, voting juga dijamin. Tapi, yang dipermasalahkan, voting tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan pendiri negara.”Apakah itu arti republik yang sudah merdeka 70 tahun? Itu tidak ada artinya,” ujarnya.

Mengenai lunturnya semangat Pancasila dalam ketatanegaraan Indonesia juga tercermin dari dilengserkannya Presiden Republik Indonesia, mulai dari Presiden Soekarno yang pernah didaulat sebagai presiden seumur hidup, Presiden Soeharto yang digulingkan setelah memimpin 32 tahun, hingga Presiden Abdurrahman Wahid yang digantikan Megawati sendiri.”Indonesia paling pintar melengserkan presiden. Apakah itu jatidiri kita? Dalam ketatanegaraan kita, founding fathers sudah memilih negara yang dibangun bentuknya NKRI, bukan kerajaan. Karena republik, ada presiden,” kata Megawati. [Purwadi Sadim]