Seberapa sadarkah kita bahwa kondisi ekosistem literasi dan buku di Indonesia menunjukkan angka yang sangat menyedihkan. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), Deni Kurniadi, menyatakan jumlah capaian koleksi di perpustakaan daerah, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia, rasionya adalah 1:90.
“Artinya 1 buku ditunggu oleh 90 orang. Jumlah koleksi ini masih sangat kurang jika dibandingkan dengan rasio kebutuhan dengan penduduk di Indonesia, karena menurut standar UNESCO adalah 1 orang membaca 3 buku baru per tahun,” jelasnya dalam webinar Duta Baca Indonesia dengan tema “Darurat Buku di Indonesia” yang diselenggarakan secara virtual, pada Rabu (25/5/2022).
Yang juga tidak kalah menyedihkan adalah Hasil Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018, yang menunjukkan bahwa 70% siswa di Indonesia memiliki kemampuan baca rendah (di bawah Level 2 dalam skala PISA). Artinya, mereka bahkan tidak mampu sekadar menemukan gagasan utama maupun informasi penting di dalam suatu teks pendek.
Hal ini diperparah dengan angka minat baca di Indonesia yang juga rendah. Pada tahun 2018, sebuah survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa persentase penduduk di atas usia 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah hanya 14,92%.
Angka ini lebih rendah dari persentase 15 tahun sebelumnya (23,70%).
Kondisi ini ternyata disebabkan karena terbatasnya akses siswa di Indonesia terhadap bahan bacaan – yakni betapa sedikitnya perpustakaan maupun buku bacaan berkualitas yang tersedia.
Produksi Buku
Data tahun 2022 menunjukkan bahwa capaian perhimpunan serah simpan karya cetak dan karya rekam (sskckr) yang merupakan tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR, jumlahnya mencapai 2.939.008 eksemplar bahan perpustakaan atau buku yang ada di Perpusnas dan perpustakaan di daerah.
Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2020 dan kajian penerbitan, menunjukkan angka yang masih minim. Secara nasional, jumlah terbitan sejak 2015-2020 sebanyak 404.037 judul buku dengan jumlah penerbit aktif secara nasional sebanyak 8.969 penerbit. Tiga provinsi dengan jumlah terbitan tertinggi adalah DKI Jakarta, diikuti Jawa Barat, dan DI Yogyakarta.
Ketua Umum Pengurus Ikapi 2020-2025, Arys Hilman, menyebut kondisi pandemi Covid-19 berdampak pada penurunan jumlah judul buku baru dan jumlah eksemplarnya. Dulu, disebutkannya, satu judul buku dapat dicetak 4.000-5.000 eksemplar. Namun kini, turun menjadi 3.000 eksemplar per judul buku.
Sementara itu, Direktur Utama Balai Pustaka, Achmad Fachrodji, mendorong BUMN agar membeli buku. Dia mengkritisi sesama BUMN, yang diisi oleh warga terpelajar, tetapi anggaran membeli buku rendah. “Kalau masyarakat terpelajar aja masih rendah minat beli bukunya dan otomatis minat baca bukunya, bagaimana kita memberi pelajaran kepada masyarakat?” tanyanya.
Kesulitan yang dialami BUMN asuhannya, menyangkut distribusi dan channel. Disebutkan bahwa distribusi buku kurikulum, jumlah agen mesti banyak, serta berani melakukan pendekatan massif, itulah penerbit yang akan menang. “Oleh karena itu, kita harus mengedepankan bahwa darurat buku juga harus diperbaiki ekosistem perbukuan nasionalnya,” pungkasnya.
Keterbatasan buku juga erat kaitannya dengan minimnya penerbitan buku anak-anak yang bermutu. Para siswa dan orangtua umumnya kesulitan menemukan buku bacaan yang kualitasnya baik untuk kegiatan membaca mandiri karena tidak banyak penerbit yang menerbitkan buku anak-anak.
Minimnya Jumlah Perpustakaan
Laporan dari Perpustakaan Nasional menyebutkan bahwa perpustakaan yang ada di Indonesia saat ini baru mencapai 154.000 atau hanya memenuhi 20% dari kebutuhan nasional. Kekurangan perpustakaan ini terdiri diantaranya dari perpustakaan umum (baru 26% dari kebutuhan 91.000) dan perpustakaan sekolah (baru 42% dari kebutuhan 287.000)
Secara keseluruhan, Indonesia memiliki 154.359 perpustakaan atau 20% dari kebutuhan. Hingga 2016, Indonesia masih membutuhkan 767.952 perpustakaan, seperti dikutip dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Perpustakaan Nasional 2016 dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Butuh Penulis Sesuai Kebutuhan Masyarakat
Menurut Kepala Perpustakaan Nasional Mohammad Syarif Bando, buku-buku yang akan dibaca masyarakat tidak tersedia dan kurang sesuai kebutuhan masyarakat itu sendiri. Karena itu, dia menyebutkan, butuh penulis buku yang menulis buku sesuai kebutuhan masyarakat. “Saya berharap Asosiasi Penulis Profesional Indonesia bisa berperan aktif menulis buku sesuai kebutuhan masyarakat. Banyak buku-buku terbit tapi tak dibutuhkan masyarakat”, kata Syarif. [S21]