Presiden Joko Widodo/Akun Twitter resmi Presiden jokowi

Koran Sulindo – Relawan-relawan Jokowi adalah salah satu tulang punggung kemenangan kembali Joko Widodo dalam pemilihan presiden lalu.

Calon presiden nomor urut 01 tersebut bahkan menyempatkan bertemu dengan relawannya usai pemilihan presiden 2019 berakhir. Bersama sejumlah petinggi Tim Kampanye Nasional (TKN), Jokowi menemui relawan di Restoran Seribu Rasa, Menteng, Jakarta, pada 22 April 2019 lalu. “”Saya sampaikan kami mensyukuri dan Pilpres sudah berjalan dengan lancar sehingga semuanya saya sampaikan kembali ke aktivitas dalam kehidupan sehari hari,” kata Jokowi, 5 hari setelah hitung cepat (quick count).

Dalam Pilpres yang berlangsung 17 April, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin menjadi pemenang versi hitung cepat sejumlah lembaga survei, mengalahkan duet Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan raihan suara sekitar 54,5 persen berbanding 45,5 persen.

Berikut adalah wawancara dengan seorang relawan, Arif ‘Jemek’ Wibowo, yang mengaku tidak bergabung dengan organisasi relawan apapun.

Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang pernah membuka galeri lukisan ini kini tinggal di Jakarta.

Wibowo ‘Jemek’ Arif/DAS

Hasil hitung cepat Jokowi menang, tapi di beberapa daerah kalah, bahkan lebih besar dari kekalahan pada Pilpres 2014 lalu. Relawan Jokowi gagal?

Kalau hitungannya dibandingkan dengan relawan Prabowo atau kader-kader partai pendukung pasangan itu, kita memang kalah. Mereka tinggal bersama warga, misalnya mereka tinggal di masjid, dan fokus menggarap orang-orang sekitar masjid, dan terus mengkonsolidasikan terus. Kalau sudah ada mereka, itu susah ditembus relawan Jokowi.

Syarat utama sebuah pengorganisasian berhasil adalah ada struktur mobilisasi di tingkat tempat pemungutan suara (TPS). Jadi tiap-tiap TPS di Indonesia sudah terbentuk strukturnya. Relawan tidak melakukan sampai ke sana. Partai-partaipun melakukan hanya di legislatif, tidak memikirkan kemenangan Jokowi. Lebih memikirkan diri sendiri.

Kalau Anda bertarung di mana? Tergabung di relawan tertentu?

Saya bertarungnya di grup Whatsapp (WA). Sekitar 50 grup wa yang saya ikutin dan mayoritasnya anggotanya pendukung 02. Ada sih tapi tidak resmi. jadi ini tersaring ya, orang yang tersaring pernah melakukan ini. Saya kan mulai dulu sejak zaman Ahok (Basuki Tjahaya Purnama) yang sangat keras. Bahkan saat Ahok itu mau digebukin sudah sering, ditelpon diancam sudah kenyang.  Nah grup Ahoker-ahoker ini lalu berkumpul lagi dalam pilpres 2019 ini.

Benar-benar relawan nih. Tak ada yang membiayai?

Gak ada, gak ada bulanan, saya merasa ini tugas. Ya ada hubungan misal dengan Ulin (Niam Yusron; buzzer media sosial) tapi lebih berbagi isu. Gak ada semacam gaji bulanan gitu. Waduh.

Perang di media sosial dalam pilpres lalu lebih brutal dari zaman Ahok dulu?

Polanya kita diundang ke grup, mereka punya bank hoaks begitu, ada yang tukang membuli pribadi, kadang sampai persekusi pribadi dikatain PKI dan seterusnya. Kalau di zaman Ahok, saya dulu banyak di grup yang aktivis ya, lebih kenal secara pribadi. Tapi kalau zaman Pilpres kemarin sih banyak yang nantang-nantang fisik, tapi ya saya tungguin mereka tak muncul. Saya datangi mereka tak muncul.

Hasil Pilpres 2014 Jokowi kalah di Sumbar, Jabar, Banten, aceh. pada 2019 ini Jokowi kalah lagi di sana bahkan beberapa daerah kalah lebih telak. Kalau ada suara kerja relawan tak efektif?

Jokowi menang saja sudah syukur. Menurutku, yang paling menarik orang untuk memilih Jokowi adalah faktor Jokowi sendiri. Karena dia sangat tekun door to door, kadang-kadang sehari sampai ketiga tempat. Yang kedua, kekuatan taktis yang tak terdeteksi dari institusi yang canggih. Karena kalau kita lihat ya ceruk 02 itu hanya di perkotaan, kaum urban. Sementara di perdesaan, misalnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, itu ada yang menjaga, dan 02 tidak bisa masuk. Siapa yang membentengi orang-orang perdesaan itu? ya kekuatan yang tak terdeteksi itu. Nah baru setelah itu ya relawan-relawan.

Setelah Jokowi menang Indonesia akan baik-baik saja, atau?

Baik-baik saja, karena kemampuan antisipasi negara ini sangat luar biasa. TNI Polri, intelejen, smapai ke tim IT-nya. Misalnya Kominfo bisa mendeteksi kita, shut down WA, dan sebagainya.

Setelah pilpres selesai, relawan ke mana?

Ya realistis saja, ikut mendorong Jokowi karena situasi ke depan sangat riskan. Misalnya pertumbuhan ekonomi diperkirakan turun terus, nantinya bahan-bahan yang menjadi devisa utama negara seoperti karet harganya masih rendah. Seperti ini yang dipakai 02 untuk menyerang Jokowi misalnya di Riau dan Sumbar. Kedua perpindahan ekonomi karena revolusi digital, contoh paling jelas perpindahan dari offline ke online, ini akan menyebabkan banyak pengangguran. Sseluruh dunia akan mengalami ini. Maka para relawan harus besar-besaran mendukung Jokowi. Dengan parlemen yang mayoritas mendukung pemeintah, maka peraturan-peraturan harus cepat-cepat dibuat. Nanti yang akan diserang pasti investasi asing akan masuk terutama dari China. Padahal uangnya adanya di sana. Makanya aktivis harus melindungi bagaimana supaya investasi masuk ke sini. Ini kerja dan beban berat bagi relawan pendukung Jokowi.

Kalau bekerja sendiri-sendiri seperti anda tanpa lembaga, tampaknya susah juga mau membantu Jokowi.

Persoalannya bagaimana membantu Jokowi mengamankan program-programnya. Kalau ada yang melanggar undang-undang, ya ditegas-tegasin saja.

Yakin setelah Pilpres selesai Indonesia baik-baik saja?

Iya. Mereka tidak punya sejarah berani bentrok melawan tentara dan polisi seperti aktivis 98. Karena yang berani bentrok sekarang ke Jokowi semua. Walaupun misalnya tarung, merekapun kalah kalau aktivis yang sekarang pro-Jokowi turun. Nggak berani mereka. [Didit Sidarta]