Rekonsiliasi Sosial Dibutuhkan untuk Menjaga Keutuhan Bangsa

Diskusi bertajuk “Peta Kekuatan Capres Pasca Pilkada Serentak” [Foto: Koran Suluh Indonesia]

Koran Sulindo – Saat ini kondisi sosial masyarakat Indonesia, sebagaimana yang diketahui semakin mengalami pembelahan atau segregasi. Masyarakat semakin terpolarisasi ke dalam blok politik, ideologi dan identitas sosial yang saling menyerang satu dengan lainnya.

Kasus terbaru adalah digaungkannya kembali isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia oleh sejumlah elit yang menimbulkan gesekan di masyarakat. Oleh karena itu, menurut Direktur Indonesian Public Institute Karyono Wibowo wacana rekonsiliasi menjadi relevan untuk diangkat kembali.

Semangat rekonsiliasi, kata Karyono, semestinya menjadi kesadaran kolektif untuk mempersatukan masyarakat dan menjaga keutuhan negara bangsa. Lebih dari itu, rekonsiliasi diperlukan untuk menghadapi tantangan global demi kemajuan bangsa ke depan.

“Yang dibutuhkan adalah rekonsiliasi sosial yang melahirkan resolusi penanganan konflik, bukan sekadar rekonsiliasi politik seperti yang terjadi di pemerintahan Jokowi jilid II ini yang hanya mendamaikan elit politik dan sekadar berbagi kekuasaan,” kata Karyono kepada redaksi, Kamis (1/9).

Rekonsiliasi semacam itu, kata dia, terbukti tidak menyelesaikan akar persoalan. Terbukti, konflik elit politik di negara ini sejatinya sangat cair. Tetapi dampak yang ditimbulkan dari konflik politik yang dibungkus dengan ideologi dan SARA meninggalkan keretakan sosial di akar rumput.

“Konflik elit politik acapkali meninggalkan residu yang membelah masyarakat. Karenanya, upaya mewujudkan rekonsiliasi sosial menjadi penting mengingat masih adanya peningkatan kasus konflik di akar rumput sebagaimana yang kita rasakan saat ini,” ujar Karyono.

Namun demikian, kata Karyono, tidak mudah untuk mewujudkan rekonsiliasi tersebut jika tidak ada kesadaran yang kuat untuk menjalin persatuan bangsa, dan saling memaafkan tanpa menghapus dosa sejarah yang pernah terjadi sesuai apa adanya.

Upaya rekonsiliasi, kata Karyono, sejatinya sudah pernah diwacanakan sejak era Pemerintahan Abdurrahman Wahid hingga Joko Widodo. Tetapi gagal karena masih kuatnya ego kelompok. Selain itu, masalah yang menjadi penghambat rekonsiliasi adalah adanya kekuatiran dari pihak-pihak yang diduga terlibat dalam sejumlah peristiwa yang menimbulkan tragedi kemanusiaan.

“Lebih dari itu, yang menjadi penghambat adalah elit politik yang sengaja memelihara konflik untuk tujuan tertentu. Karenanya, diperlukan sikap negarawan untuk mewujudkan rekonsiliasi,” ucap Karyono.[WIS]