Koran Sulindo – Mereka – massa itu – lalu membubarkan diri dari depan Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur pada Selasa (9/5) malam. Pembubaran diri itu tak lalu akan menghalangi mereka untuk kembali beraksi pada Rabu (10/5) pagi.
Itu janji mereka. Terutama jika “tokoh” yang mereka idolakan tak kunjung dibebaskan. Ia adalah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Mantan Gubernur DKI Jakarta yang divonis bersalah karena menista agama. Ia dihukum selama dua tahun penjara.
Kepada massa aksi, Ahok melalui Plt Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat berpesan agar pendukungnya itu tidak perlu bertindak anarkis. Antara lain agar tidak menghambat lalu lintas Jalan Bekasi Timur Raya yang persis di depan Rutan Cipinang. Bahkan dari sekian massa itu berniat untuk bermalam di depan Rutan Cipinang sebagai tanda kesetiaan kepada Ahok.
Vonis kepada Ahok ini lantas memberikan reaksi beragam dari masyarakat dan media. Aljazeera, misalnya, melaporkan vonis kepada Ahok itu tentu saja menjadi pertanyaan banyak orang. Putusan itu menjadi bukti betapa mudahnya menghukum seseorang terutama dari kelompok masyarakat minoritas.
Seperti Aljazeera, kantor berita AFP menyebutkan, tuduhan terhadap Ahok itu sesungguhnya lebih bermotif politik. Itu tampak pada aksi demonstrasi besar-besaran yang ditujukan kepada Ahok.
Sementara laporan Reuters dan New York Times sama-sama memuat kisah gubernur Kristen yang dipenjara gara-gara menista Islam. Sebuah judul yang provokatif. Inti dari semua ini adalah ingin mengatakan bahwa negara di bawah Presiden Joko Widodo gagal melindungi kelompok minoritas.
Menanggapi putusan terhadap Ahok itu, Jokowi disebut hanya meminta agar semua pihak menghormati putusan itu. [KRG]