Ilustrasi/ANDRI GINTING/SUMUT POS

Koran Sulindo – Wacana penunjukan dua perwira tinggi Polri mengisi posisi penjabat gubernur di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara selama Pilkada Serentak 2018 menuai banyak penolakan.

Wakapolri Komjen Syafruddin, mengatakan Polri hanya diminta Kemendagri untuk menyiapkan dua orang jenderalnya, sehingga sebatas menyiapkan. Namun Wakapolri menyatakan Polri tidak di bawah Kemendagri.

“Kita on the track di bawah presiden,” kata Syafruddin,  di Mabes Polri, Rabu (31/1/2018).

Polri menyiapkan Asops Kapolri Irjen M Iriawan dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin, masing-masing, sebagai penjabat gubernur di Jabar dan Sumut.

”Sudah dijelaskan semua pihak bahwa polisi dalam hal ini tidak dalam posisi mengusulkan. Polisi itu adalah bhayangkari negara dan ditugaskan di mana pun siap, ke kutub pun siap. Ke mana pun kita pergi manakala negara dan dunia internasional memanggil,” katanya.

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengusulkan dua pati Polri jadi Pj gubernur. Asops Kapolri Irjen M Iriawan jadi Pj Gubernr Jabar dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin di Sumut. Tjahjo mengatakan Pj gubernur dari perwira aktif polisi tak menyalahi aturan.

“Dasar hukum yang kami punya clear kok,” kata Tjahjo di Hotel Ghardika, Jalan Iskandarsyah Muda, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2018).

Jangan Macam-macam

Menteri Pertahanan Ryamirzard Ryacudu mengatakan tidak ingin perwira aktif TNI menjadi pelaksana tugas Gubernur seperti halnya dua jenderal polisi yang bakal ditunjuk Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelang Pilkada 2018.

“Saya juga enggak suka kayak gitu. Jangan macam-macam. Saya dari dulu enggak suka kayak gitu,” kata Menhan, di gedung DPR, Selasa (30/1), seperti dikutip voaindonesia.com.

Khusus TNI, Ryamizard memastikan netralitas TNI dalam politik tetap terjaga. “Oh, harus. Kalau netralitas TNI terjaga, tidak akan muncul masalah,” kata Ryamirzard.

Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menjelaskan undang-undang sudah mengatur dengan jelas TNI tidak boleh terlibat dalam politik praktis.

“Saya tetap pada pendirian sesuai dengan konstitusi. Konstitusi TNI UU 34 tahun 2004. Di situ sudah diatur bahwa TNI harus netral. Saya tetap pada konstitusi saya,” kata Panglima TNI.

Panglima TNI mengatakan telah menyampaikan masalah ini kepada Mendagri. Panglima meyakini Kapolri Jenderal Tito karnavian pun berpendapat yang sama seputar netralitas prajurit Polri dan TNI.

“Saya sampaikan bahwa saya punya konstitusi. Saya berpegang pada konstitusinya TNI bahwa netralitas adalah segala-galanya,” kata Panglima.

Kesalahan Mendagri

Adapun  Wakil Ketua DPR Fadli Zon menuding Mendagri Tjahyo Kumolo salah mengambil kebijakan soal penunjukan Pejabat Pelaksana Tugas Gubernur menjelang pelaksanaan Pilkada 2018 itu.

“Kesalahan itu ada di Pemerintah, ya! Kita berharap komitmen Polri itu dan komitmen Polri sendiri kan ingin menjadi institusi yang netral di dalam Pilkada. Tapi dengan menarik-narik Polri ke dalam Pilkada, ini merugikan Polri. Dan usul dari Mendagri ini harus dihentikan,” kata Fadli.

Fadli menyarankan Mendagri menunjuk pejabat di lingkungan Kemendagri untuk posisi Plt Gubernur.

“Ya, karena ini menimbulkan berbagai spekulasi kecurigaan, ditambah lagi dengan upaya-upaya yang dianggap menimbulkan Pilkada curang. Karena alasannya itu juga tidak jelas. Saya kira masih banyak pejabat tinggi madya yang sejajar dan tidak menimbulkan kontroversi,” jelasnya.

Fadli memprediksi wacana tersebut akan menimbulkan kecurigaan dari semua kalangan, baik itu masyarakat maupun partai dan kandidat peserta Pilkada 2018.

“Kalau urusannya kerawanan, itu bukan urusan Plt Gubernur. Itu urusan kepolisian yang harus menjamin adanya keamanan,” kata Fadli.

KontraS

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga menentang penunjukan tersebut sebagai langkah yang tidak tepat, karena tugas dan fungsi kepolisian adalah untuk penegakan hukum. Selain itu polisi tidak boleh berpolitik praktis.

“Polisi harus netral dalam seluruh momentum politik yang berjalan. Penunjukan ini akan menyebabkan netralitas Polri akan terganggu dalam pilkada serentak 2018,“ kata Koordinator Kontras, Yati Andriyani, di Jakarta, Rabu (31/1/2018).

KontraS juga penunjukan perwira polisi tersebut bertentangan dengan sejumlah peraturan dan perundang-undangan. Pasal 201 ayat 10 Undang-Undang tentang Pilkada menyebutkan bahwa jabatan sementara kepala daerah diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil. Di samping itu, peraturan tentang peralihan status TNI/Polri menjadi PNS juga menyebutkan bahwa mereka harus mengundurkan diri terlebih dahulu sebelum menduduki jabatan sebagai PNS pada institusi tertentu.

“Ini bukan masalah prosedural semata, ini ada soal netralitas, independensi kepolisian, bagaimana bisa dua orang ini dengan latar belakang kepolisian justru ditempatkan di wilayah yang justru di situ terdapat calon pasangan yang berasal dari kepolisian. Harus dilihat payung hukum yang besar bahwa anggota kepolisian tidak boleh berpolitik praktis,” kata Yati. [YMA/DAS]