Pementasan teater di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dengan semua pemainnya dari kalangan transgender, Desember 2015 lalu. Foto: Teater Manekin

Sulindomedia – Ramai-ramai menolak lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau biasa disingkat LGBT. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), misalnya, mendesak pengelola media-media sosial dan layanan pesan pendek untuk menghapus emosikon atau emoji gay dan lesbian untuk pasar Indonesia. Stiker kartun tersebut dinilai membahayakan moral bangsa. Sebelumnya penyedia jasa pesan pendek Jepang, Line, telah lebih dulu menghapus beberapa emosikonnya buat pasar Indonesia. “Line sudah menghapus LGBT stiker-nya dan kami meminta semua platform untuk melakukan hal serupa,” kata Juru Bicara Kemkominfo Ismail Cawidu.

Diungkapkan  Ismail, media sosial harus menghormati budaya di negara-negara yang memiliki jumlah pengguna yang tinggi. Tapi, Cawidu tidak mengindikasikan pihaknya akan menjatuhkan sanksi jika media-media sosial tidak memenuhi tuntutan pemerintah tersebut.

Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, persoalan LGBT merupakan tantangan bagi para pendakwah atau dai. “Langsung atau tidak, persoalan itu akan bersentuhan dengan para dai dalam memberikan pencerahan,” kata Lukman lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu kemarin (13/2/2016).

Dinyatakan Menag Lukman, agama tidak membenarkan perilaku LGBT di masyarakat. Maka dari itu, memberikan pencerahan kepada kaum LGBT juga merupakan tugas dan tantangan para dai. “Kita harus memberikan pencerahan. Setidak-tidaknya kita bisa merangkul mereka keluar dari penyakit sosial,” tutur Lukman. Kementerian Agama, lanjutnya, akan lebih serius dalam meningkatkan kualitas kehidupan keagamaan di tingkat keluarga.

Lukman berpandangan, keluarga adalah kelompok terkecil yang menjadi benteng pengaruh globalisasi, termasuk persoalan LGBT. “Madrasah juga menjadi fokus kita dalam membentengi generasi muda, membekali mereka dengan pemikiran kritis sehingga tidak mudah dipengaruhi paham-paham yang tidak sesuai dengan Islam,” katanya.

Menag Lukman juga mengingatkan kepada para dai bahwa hakikat dakwah adalah mengajak umat ke jalan yang baik dan benar dengan cara-cara yang benar, seperti Rasulullah mengajak umat dengan lemah lembut atau tidak mengedepankan kekerasan.

Menteri Riset dan Teknologi Muhammad Nasir sebelumnya juga mengatakan kaum LGBT “tidak boleh dibiarkan berkembang” di dalam kampus. Nasir kemudian mencoba meralat pernyataannya. Menurut dia, kaum LGBT tetap harus diperlakukan sama sebagai warga negara. Tapi, ia meminta agar kaum gay atau lesbian tidak bercumbu di depan umum.

Lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan juga ikut menyebut LGBT sebagai “perilaku menyimpang”. Ia mendesak orangtua, guru, dan masyarakat agar “menjaga” munculnya LGBT dengan pendidikan usia dini.

Dari parlemen, anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan, ”Kita negara beragama dan tidak mengakui adanya LGBT. Tentu, itu pilihan dan hak asasi masing-masing, tetapi semua medsos wajib patuh aturan pemerintah.”

Terkait bantuan dari Organisasi Pembangunan Dunia atau United Nations Development Programme (UNDP) untuk kemajuan kesejahteraan komunitas LGBT di Indonesia, Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, UNDP mencampuri nilai moral Indonesia. “Persoalan LGBT di Indonesia masih menuai kontroversi. Penolakan dari masyarakat masih cukup tinggi. Alasannya, keberadaan LGBT dinilai bertentangan dengan norma agama, adat istiadat, dan nilai budaya bangsa Indonesia,” kata Saleh di Jakarta, Sabtu kemarin.

Karena itu, tambahnya, pemberian bantuan keuangan bagi komunitas LGBT di Indonesia dipastikan akan menimbulkan polemik dan perdebatan baru. “Selain dinilai ikut mempromosikan LGBT, bantuan UNDP tersebut juga dinilai mencampuri standard nilai, moral, budaya, dan kearifan lokal di Indonesia,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan, faktanya, semua agama dan budaya yang ada di Indonesia tidak ada yang menerima keberadaan LGBT. Kalaupun di belahan dunia lain diterima, secara sosiologis di Indonesia masih belum mendapat tempat. “UNDP tidak bisa menyamakan Indonesia dengan negara lain. Indonesia itu khas. Agama dan budayanya sangat berbeda. Jangan disamakan dengan negara-negara lain,” tutur Saleh.

Ia pun mendesak pemerintah untuk mengawasi bantuan UNDP tersebut. Secara yuridis, lanjut Saleh, bantuan asing tidak boleh sembarangan masuk ke Indonesia. Apalagi, bantuan asing itu dikhawatirkan menimbulkan keresahan sosial. “Setiap bantuan asing yang masuk wajib dilaporkan ke negara. Negara harus mengetahui untuk apa bantuan asing tersebut. Jika dimanfaatkan pada sesuatu yang dinilai dapat membahayakan, bantuan itu harus ditolak. Hal ini berlaku untuk semua jenis bantuan asing,” kata Saleh.

Dijelaskan Saleh lagi, dalam Undang-Undang Ormas, perihal bantuan asing ini sudah menjadi perdebatan, sehingga akhirnya dirumuskan ketentuan tentang bantuan asing tersebut. Dalam konteks ini, bantuan asing dari UNDP untuk komunitas LGBT juga tidak boleh bertentangan dengan aturan tersebut. “Masih banyak sektor lain yang membutuhkan bantuan. Pendidikan, kesehatan, perlindungan anak, pemberdayaan perempuan, bencana alam adalah contoh-contoh aktivitas yang bisa dibantu UNDP. Bantuan tersebut tentu sangat bermakna jika diarahkan pada bidang-bidang tersebut,” ujarnya.

Saleh juga meminta UNDP untuk melakukan kajian lebih baik jika hendak memberikan bantuan. Setidaknya, bantuan yang diberikan betul-betul bermanfaat dan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat. Kalau hanya ingin ikut campur dalam persoalan polemik yang ada, bantuan itu dikhawatirkan akan sia-sia.

Desakan juga datang dari anggota Komisi I DPR Ahmad Zainuddin. Ia mendesak pemerintah untuk memblokir aplikasi berbasis internet yang berisikan tema LGBT sebagaimana laman-laman pornografi dan radikalisme. “Pemerintah sebaiknya tidak sebatas responsif menyikapi LGBT dengan hanya memblokir setelah ada aduan, tetapi harus lebih komprehensif dan proaktif,” kata Zainuddin melalui surat elektronik diterima di Jakarta, Ahad (14/2/2016).

Ia mengatakan, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan atau kampanye tentang pelarangan LGBT dan memblokir semua aplikasi internet yang mengandung konten LGBT. Di sisi lain, Zainuddin mengapresiasi langkah cepat Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait penolakan masyarakat terkait konten LGBT di aplikasi pesan instan Line dan WhatsApp. “Ini soal moral generasi bangsa. Saya dengar WhatsApp juga akan menyusul. Facebook juga harus didesak,” ujar Zainudin.

Lebih lanjuta ia mengatakan, pemerintah perlu memandang LGBT sebagaimana krisis sosial lainnya, seperti pornografi dan terorisme, sebagai sebuah ancaman bagi generasi muda. Karena, LGBT adalah penyimpangan perilaku sosial yang dapat mengancam keberlangsungan generasi umat manusia. “Dampaknya lambat laun lebih dahsyat dari terorisme. Bila terorisme berdampak pada kematian cepat, LGBT berdampak pada kepunahan umat manusia di masa mendatang. Karena itu, semua agama menolak LGBT,” katanya.

LGBT, tambahnya, bukanlah masalah kebebasan dan hak asasi manusia. Kebebasan tetap memerlukan aturan dan dibatasi nilai-nilai lain seperti agama, budaya, dan ketertiban umum.

Yang juga menentang LGBT adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI telah melarang program televisi yang mempromosikan LGBT. Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan, dalam waktu dekat, surat edaran KPI untuk mengevaluasi program yang bernuansa LGBT di stasiun televisi akan disampaikan ke stasiun televisi.

Surat KPI itu akan menguraikan larangan dan evaluasi kembali program-program televisi yang memiliki pesan mempromosikan LGBT kepada masyarakat. “Kami meminta evaluasi semuanya, tidak boleh lagi ada program tayangan yang menampilkan dan mempromosikan LGBT,” tuturnya, Sabtu kemarin.

Diungkapkan Idy, KPI akan memantau secara lebih ketat lagi mana saja stasiun televisi yang selama ini mendapat keluhan di masyarakat, menampilkan program-program yang mendukung LGBT di publik secara luas. Sebelumnya, diakui dia, KPI juga telah intensif melakukan pertemuan dengan semua stasiun televisi terkait imbauan tersebut. “Kami tegaskan, program yang mendukung LGBT untuk disetop dan dievaluasi, termasuk konten dan pemain atau pengisi acara tersebut,” kata Idy.

Pihak KPI berharap, setelah pertemuan dan keluarnya surat edaran tersebut ada perspektif yang sama antara pihak yang mengawasi dengan penyelenggara program televisi.Ini penting, karanya lagi, agar tidak ada lagi perbedaan pemahaman antara penyelenggara program televisi dan KPI. Karena, ia akui, dalam pertemuan sebelumnya ada stasiun televisi yang mempertanyakan bagaimana program talkshow bertema LGBT.

Masalahnya, menurut sutradara teater Chaeruman Ardi, kaum LGBT sudah telanjur ada di tengah masyarakat kita. “Apakah mereka harus kita berangus? Kan enggak boleh begitu. Mereka juga manusia dan warga negara. Kalau mereka memang melakukan tindak kriminal atau melanggar aturan, ya, ditindak saja. Tapi, kalau tidak, ya, jangan dong. Sebagai manusia, mereka kan perlu juga mengekspresikan diri, mengaktualisasi diri. Lalu, bagaimana juga dengan kehidupan sehari-hari mereka, terutama bagi kaum transgender?” kata Chaeruman, yang pernah menyutradarai pementasan teater dengan semua pemainnya dari kalangan transgender, di Jakarta, Ahad malam. Ia berharap, pemerintah memikirkan secara serius nasib kaum LGBT yang telah telanjur ada di tengah masyarakat. [JAN/BOY/PUR]