RABO-RABO : Tahun Baruan Warga Kampung Tugu Cilincing

Koran Sulindo – Perayaan Natal dan kemudian perayaan Tahun Baru seminggu sesudahnya, selalu menjadi momen penting bagi umat kristiani. Begitu juga bagi sekelompok warga keturunan Portugis yang tinggal di Kampung Tugu Cilincing. Warga Kampung Tugu yang leluhurnya orang Portugis ini sudah ratusan tahun menetap di kawasan Semper, Jakarta Utara, berakulturasi dengan penduduk setempat dan beranak-pinak.

Nama Kampung Tugu sendiri kemungkinan berasal batu prasasti (tugu) yang dikenal sebagai Prasasti Tugu. Lokasi batu prasasti ini semula ada di sebuah dusun kecil yang bernama Batu Tumbuh, di sebelah barat Gereja Tugu. Kampung ini mulai berkembang dengan kedatangan orang-orang Mardijkers untuk bertani. Kaum mardijkers ini sebenarnya para budak belian dan rakyat biasa asal anak-benua India: Bengali, Tamil, Malabar, Gujarat, Srilangka; yang dibawa sebagai tawanan perang oleh VOC atas kemenangan mereka di Melaka dan India selatan, yang masa itu dijajah oleh Portugis.

Tentara VOC membawa orang-orang ‘Portugis hitam’ ini ke Batavia untuk dipekerjakan dan memerdekakannya -karenanya dijuluki mardijker– dengan persyaratan harus menganut agama Protestan. Pada 1661 Pemerintah Kota Batavia memberikan sebagian lahan di Kampung Tugu kepada 23 keluarga mardijker untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Rabo-rabo merupakan salah satu tradisi yang masih dijalani oleh warga Kampung Tugu hingga sekarang. Rabo dalam bahasa Portugis berarti ekor. Sebelum memulai Rabo-Rabo biasanya warga akan melaksanakan kebaktian ibadah bersama di gereja.

Jadi Rabo Rabo -yg artinya Ekor-Mengekor dari bahasa Kreol Portugis- ini berupa tradisi di awal tahun baruan untuk bernyanyi keroncong keliling kampung, berkunjung dari rumah ke rumah. Kemudian salah satu anggota keluarga dari tiap rumah yang didatangi harus ikutan ‘mengekor”, untuk mengunjungi rumah berikutnya, hingga ‘ekor” nya pun jadi panjang hingga di rumah terakhir.

Di tiap rumah yang dikunjungi, para tamu dan grup keroncong biasanya akan bernyanyi dua lagu sambil berjoget, lalu tuan rumah yang dikunjungi akan menawarkan beragam makanan dan minuman. Baru di rumah terakhir yang dikunjungi biasanya mereka akan makan besar dan berpesta.

Perayaan Rabo Rabo di Kampung Tugu yang masyarakatnya mayoritas beragama Kristen ini jauh lebih meriah dibanding perayaan Natal sendiri. Puncak perayaan tahun baruan di Kampung Tugu akan diakhiri dengan Perayaan Mandi Mandi yang biasanya diadakan satu minggu setelah tahun baru. [Nora E]