Sidang lanjutan perkara Gedung Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan/Dokumentasi Koran Suluh Indonesia

Koran Sulindo – Rokok menjadi topik yang serius dibicarakan dalam sidang lanjutan kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/3) kemarin. Saking seriusnya, majelis hakim yang dipimpin Hakim Elfian bahkan merasa perlu untuk tahu berapa batang rokok yang terisap dan apa merek rokok yang membakar Gedung Kejagung itu.

Lalu, mengapa itu penting? Soalnya, rokok dinilai menjadi barang bukti atau penyebab utama kebakaran Gedung Kejagung. Pertanyaannya kemudian: puntung rokok siapakah itu? Dalam kasus ini ada 6 terdakwa dituduh karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain atau jika karena perbuatan itu mengakibatkan orang mati.

Keenam orang tersebut adalah Imam Sudrajat; Tarno; Sahrul Karim; Halim; Karta; dan Uti Abdul Munir. Dari keenam orang ini, Imam Sudrajat merupakan pemasang dekorasi dinding (wallpaper), sementara 4 orang yakni Tarno, Sahrul Karim, Karta dan Halim adalah tukang bangunan dan Uti Abdul Munir merupakan selaku mandor dan pemilik CV Central Interior.

Dalam persidangan kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) menjadikan Tarno, Sahrul Karim, Karta dan Halim sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Imam Sudrajat dan Uti Abdul Munir. Berdasarkan persidangan itu pula terungkap: dari keenam orang ini, hanya Uti Abdul Munir yang tidak merokok.

Setelah memastikan hal tersebut, Hakim Elfian mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Tarno, Sahrul Karim, Karta dan Halim terutama yang berkaitan dengan aktivitas mereka pada 22 Agustus 2020, hari terbakarnya Gedung Kejagung. Dari pertanyaan-pertanyaan itu, kadang diselingi tawa karena jawaban polos dari para saksi mahkota sekaligus terdakwa itu. Suasana sidang pun cair, tidak tegang, tidak seperti sidang-sidang yang lainnya.

“Kapan Saudara saksi mengenal terdakwa Imam Sudrajat dan Uti Abdul Munir?” tanya Hakim Elfian.

“Kenal dengan Imam pada saat di Kejaksaan (Agung) ada proyek (8-22 Agustus 2020). Kalau dengan Pak Uti Abdul Munir kenal sejak Juli 2020,” jawab Tarno, Syahrul Karim, Karta dan Halim.

“Kita kenal (Imam Sudrajat) karena sama-sama kerja di sana (Kejaksaan Agung). Itu pada 22 Agustus 2020. Kita mulai kerja dari 8 Agustus 2020. Yang kita kerjakan pantry. Lemari, bikin sekat dan memasang vinyl lantai.”

“Apakah Saudara saksi bekerja setiap hari?”

“Kita tidak bekerja setiap hari. Hanya pada waktu Sabtu, Minggu dan hari libur. Kita disuruh begitu sama bos karena hari-hari biasa itu ada banyak orang bekerja di sana (Kejaksaan Agung).”

“Apa saja bahan-bahan dan alat kerja yang Saudara saksi gunakan?”

“Kalau bahan kerja itu seperti lem, vinyl, Thinner dan lain-lain. Alat-alatnya seperti bor, palu dan lain-lain.”

“Pada tanggal 22 Agustus 2020 itu, jam berapa Saudara saksi tiba di Gedung Kejaksaan Agung?”

“Kami tiba di sana sekitar jam 11.30 WIB.”

“Saudara saksi bekerja di lantai berapa dan tahukah Saudara saksi itu ruangan apa?”

“Kami bekerja di lantai 6. Itu ruang kepegawaian.”

“Dari mana Saudara saksi tahu itu ruang kepegawaian?”

“Ada tulisannya di sana.”

“Lalu, selain Saudara saksi, siapa saja yang ada di sana?”

“Ada 2 tukang akuarium, ada karyawan pesuruh (office boy) namanya Hendri Kiswoyo, dan Imam Sudrajat.”

“Siapa yang duluan ada di Gedung Kejaksaan Agung?”

“Duluan Hendri. Di antara kami yang paling pertama datang itu Halim. Dan Halim bisa ke lantai 6 karena ada Hendri. Baru setelah itu kami (Tarno, Karta dan Syahrul Karim) menyusul. Semua bisa masuk itu karena Hendri menggunakan jarinya menempel ke alat (alat sidik jari) sehingga berbunyi nit…nit..nit. Sementara Imam datang pada waktu kami sudah mulai bekerja.”

“Apakah pada waktu di sana Saudara saksi merokok?”

“Kami merokok. Setelah makan juga merokok. Imam juga merokok. Kami menghabiskan antara 4-5 batang rokok hingga pulang sekitar 16.30 WIB. Jadi waktu pulang itu kami sudah tidak ada yang merokok karena sudah habis.”

“Kalau rokoknya habis, Saudara saksi apakan puntungnya?”

“Puntung rokok itu kami kumpulkan di papan HPL di ruang aula kepegawaian lantai 6. Kalau punting rokok Imam kami tidak tahu. Begitu juga sampah hasil bertukang dikumpulkan di plastik hitam. Yang buang sampah itu Hendri.”

“Apa merek rokok Saudara saksi?”

“Ada yang Signature (Gudang Garam) dan Djarum Coklat. Dan waktu itu rokoknya sebungkus itu barengan bukan satu-satu. Hanya Djarum Coklat saja yang sendiri.”

“Apakah di lantai 6 itu memang diizinkan untuk merokok?”

“Sebenarnya dari awal Pak Uti (mandor sekaligus pemilik perusahaan) sudah memberi pesan kepada kami untuk tidak merokok. Tapi, pada 8 Agustus 2020 itu kami izin ke Pak Yusuf untuk merokok dan diizinkan. Itu didengar oleh semua orang termasuk Pak Uti.”

“Saksi ahli mengatakan ada solar di sana, apakah Saudara saksi melihat solar di lantai 6?”

“Kami tidak melihat solar. Tidak ada solar di lantai 6. Kami tidak melihatnya.”

“Jadi, waktu Saudara saksi pulang siapa saja yang tinggal di sana?”

“Kami pulang itu pamit ke Imam. Dia di sana bersama Hendri.”

“Apakah Saudara saksi tahu ada kebakaran di Gedung Utama Kejagung pada 22 Agustus itu?”

“Kami tidak tahu soal itu. Kami dapat kabar sekitar jam 19.00 WIB dikabari oleh Hendri. Setelah itu juga Pak Uti. Dari Imam nggak ada. Pada waktu itu, Hendri menelepon kami dan meminta kami datang ke Gedung Kejagung. Semuanya disuruh datang termasuk Imam. Tapi kami tidak tahu Imam datang atau tidak. Tidak ketemu soalnya.

“Mengapa Hendri menyuruh Saudara saksi datang ke Gedung Kejagung?”

“Pada waktu kami tiba di Gedung Kejagung, kami telepon ke Hendri. Lalu, kami disuruh menunggu karena tidak bisa masuk. Waktu itu kami tidak bisa melihat jelas karena asapnya dan juga gelap. Posisi kami ketutupan. Kami tunggu sampai sekitar jam 24.00 WIB. Kami telepon lahi Hendri, tapi belakangan justru disuruh pulang untuk istirahat.”

Setelah hakim menyelesaikan berbagai pertanyaan, JPU lalu menanyakan beberapa hal kepada para saksi mahkota ini. JPU bertanya soal siapa yang menjadi pengawasa mereka dalam bekerja. Para saksi menyebut pengawas mereka sudah tidak bekerja lagi di CV Central Interior. Tetapi, sejak 8 dan 15 Agustus 2020 yang mengawasi pekerjaan mereka adalah Uti, pemilik CV Central Interior. Hanya pada 22 Agustus 2020 Uti tidak bisa datang karena sedang bepergian ke luar kota.

Bukti Rokok
Dalam kesempatan itu, JPU menunjukkan rokok para saksi mahkota yang disebut sebagai barang bukti dalam perkara ini. Dari barang bukti yang ditunjukkan JPU itu ada merek Signature sebanyak 3 bungkus dan Djarum Coklat 1 bungkus. Dalam kesempatan itu pula, kuasa hukum terdakwa Arnold JP Nainggolan meminta agar barang bukti tersebut dibuka ditunjukkan di hadapan majelis hakim.

Kenyataannya, jumlah batang rokok tiap-tiap bungkus masih seperti baru. Padahal, pengakuan Tarno, Syahrul Karim, Karta dan Halim pada 22 Agustus 2020 itu rokok mereka sudah habis. Lantas bagaimana mungkin rokok sebagai barang bukti itu masih seperti utuh?

Menurut Arnold, rokok yang ditunjukkan JPU itu rokok yang dibeli Tarno, Syahrul Karim, Karta dan Halim sekitar 2 bulan sesudah peristiwa kebakaran Gedung Kejagung. Karena itu, Arnold menyebut barang bukti yang ditunjukkan dalam sidang kali ini sebagai sesat fakta. Para saksi membeli rokok itu malam hari sebelum diperiksa oleh penyidik Mabes Bareskrim Polri.

“Para saksi juga memastikan, dalam sampah plastik yang mereka kumpulkan tidak ada bahan yang mudah terbakar. Hanya ada serutan papan HPL, kain dan puntung rokok. Para saksi juga memastikan puntung rokok mereka itu 100% mati karena kalau ada bara mereka pasti tahu,” kata Arnold.

Menurut Arnold, dari kesaksian Tarno, Syahrul Karim, Karta dan Halim, pada waktu mereka ada di Gedung Kejagung sebenarnya ada kamera pemindai (CCTV). Tetapi, untuk saat ini sudah sulit untuk membuktikannya karena semua sudah terbakar.

Lantas, bagaimana memaknai fakta-fakta persidangan yang disampaikan Tarno, Syahrul Karim, Karta dan Halim itu? Penyidik tampaknya belum bisa membuktikan puntung rokok siapa sesungguhnya yang menyulut api di lantai 6 Gedung Kejagung sehingga menyebabkannya terbakar. Soalnya, puntung rokok saksi mahkota Tarno, Syahrul Karim, Karta dan Halim sudah dimatikan sekitar 2 jam lebih sebelum kebakaran itu terjadi.

Lalu, apakah benar puntung rokok Tarno, Syahrul Karim, Karta dan Halim secara keseluruhan yang menyulut api itu atau hanya salah satu puntung rokok mereka atau masihkah ada puntung rokok yang lain di luar puntung rokok mereka? Selanjutnya, penyidik juga perlu mendalami keterangan Hendri, karyawan pesuruh itu yang justru paling mengetahui tentang kebakaran Gedung Kejagung dibanding saksi mahkota.

Hendri juga menjadi salah satu orang yang terakhir ditinggalkan para saksi mahkota di Gedung Kejagung. Bahkan ketika gedung terbakar, orang pertama yang menelepon dan mengabari Tarno, Syahrul Karim, Karta dan Halim soal kebakaran Gedung Kejagung adalah Hendri. Dari berbagai fakta dan pertanyaan ini, tampaknya penyebab dan orang yang bertanggung jawab atas kebakaran Gedung Kejagung masih misterius.

Tetapi, mengapa penyidik dan JPU memaksakan Tarno, Syahrul Karim, Karta, Halim, Imam Sudrajat dan Uti Abdul Munir sebagai orang yang bertanggung jawab dan membawanya ke pengadilan? Kisah saksi dan terdakwa dalam kasus kebakaran Gedung Kejagung ini mengingatkan kita pada video iklan Djarum 76 di mana jin berhasil menghilangkan berkas korupsi dan disambut gembira oleh semua orang.

Di samping itu, dari kasus ini, kita juga menjadi tahu, pesan peringatan di luar bungkus rokok tidak lagi sekadar menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Tapi, juga menyebabkan kebakaran Gedung Kejagung. [Kristian Ginting]