Pukul Buruh, Kasat Intel Polresta Tangerang Diproses Propam

Kasat Intel Polresta Tangerang memukul aktivis buruh GSBI pada 9 April 2017 [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Kasat Intel Kepolisian Resort Kota (Polresta) Tangerang Danu W. Subroto mengaku memukul Sekjen Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Emelia Yanti ketika aksi mingguan buruh PT Panarub Dwi Karya berlangsung pada Minggu (9/4) kemarin. Ia mengaku khilaf dan siap bertanggung jawab secara hukum.

Danu menuturkan, pemukulan itu datang secara tiba-tiba karena ia tak mampu membendung emosinya setelah berdebat dengan peserta aksi. Ia mengakui sebagai penegak hukum khilaf dan mengetahui pula tidak ada alasan yang mendasar mempersoalkan aksi buruh tersebut. Apalagi itu bukan aksi yang pertama kalinya.

“Iya Mas, cuma saya memang khilaf. Tak mampu menahan emosi setelah berdebat. Saya sungguh-sungguh minta maaf kepada seluruh buruh di Indonesia terutama buruh di Tangerang. Sekarang saya sudah di Propam Polda Metro Jaya,” kata Danu ketika dihubungi melalui telepon pada Senin (10/4).

Video pemukulan terhadap Sekjen GSBI Emelia Yanti telah menyebar secara masif di dunia maya. Pemukulan itu langsung saja mengundang kecaman dari berbagai pihak. Aparat kepolisian yang dibantu Satpol PP Kota Tangerang membubarkan aksi buruh secara paksa dengan menggunakan  Peraturan Wali Kota tentang Larangan Aksi/Pawai/Demonstrasi pada Sabtu dan Minggu.

Secara terpisah, Yanti mengatakan, aturan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Undang Undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Tahun 1998. Akan tetapi, Yanti melihat tindakan Danu bukan didasarkan sebagai pribadinya. Sebagai anggota Polresta Tangerang, maka permintaan maaf tersebut seharusnya berasal dari lembaga, bukan pribadi Danu.

“Itu yang kami tuntut bahwa lembaga kepolisian tidak bisa semena-mena terhadap buruh dan rakyat. Ini menjadi penting untuk pembelajaran di masa mendatang,” kata Yanti.

Kecaman terhadap pemukulan itu datang dari Front Perjuangan Rakyat [FPR]. Menanggapi pemukulan tersebut, FPR akan menggelar aksi di depan Mabes Polri menuntut pertanggungjawaban Danu dan Polresta dalam pembubaran paksa terhadap aksi buruh PT Panarub Dwi Karya.

Peristiwa pemukulan itu bermula dari ketika polisi dan Satpol PP merampas poster-poster yang dibawa massa aksi untuk berdemonstrasi. Melihat itu, Yanti yang menjadi bagian dari massa aksi menghampiri polisi dan Satpol PP serta mempertanyakan perampasan poster-poster tersebut.

Sempat terjadi perdebatan. Bukan jawaban yang diperoleh Yanti, ia justru mendapat pemukulan yang secara jelas terekam dalam video tersebut. Yanti tentu saja tidak mau diam dan menolak aksi kekerasan itu. Selain pemukulan, Yanti dan massa aksi juga mendapat pelecehan dari aparat berupa makian. Aparat menyebut mereka sebagai goblok, bacot dan merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Aksi pada Minggu kemarin diikuti oleh buruh Panarub Dwi Karya, PT Victory Chingluh Indonesia (VCI) dan Panarub Industry serta rutin dilaksanakan setiap pekan. Aksi buruh yang sudah berlangsung selama lima tahun ini juga bukan tanpa alasan. Pasalnya, negara gagal melindungi 1.300 buruh PT Panarub Dwi Karya yang dipecat secara sepihak.

Perusahaan pembuat sepatu Adidas dan Mizuno ini tidak memenuhi hak-hak yang diperjuangkan buruh selama lima tahun terakhir. Padahal lembaga buruh internasional yakni ILO telah merekomendasikan agar perusahaan memenuhi semua hak-hak yang sudah seharusnya diperoleh buruh PT Panarub Dwi Karya. [KRG]