Koran Sulindo – Ketua Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi UGM Dr. Zainal Arifin Mochtar mengatakan DPR RI mestinya tak perlu mendesak melakukan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di tengah-tengah lembaga itu sedang gencar-gencarnya melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Seharusnya yang dilakukan DPR RI justru memperbaiki UU Tindak Pidana Korupsi agar selaras dengan Pelaksanaan Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC).
“Lalu menjadikan adanya KPK di daerah, jauh lebih menarik,” kata Zainal, dalam seminar yang bertajuk ‘Menangkap Aspirasi Publik Mengenai Rencana Revisi UU No 30 tahun 2012 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berlangsung di Fakultas Hukum UGM, Rabu (22/3).
Menurut Zainal, beberapa draft revisi RUU KPK yang ada sekarang ini tidak ada yang baru, hanya ide-ide lama yang terus dimunculkan kembali. Misalnya soal kewenangan penyadapan KPK. Zainal mempertanyakan kenapa kewenangan penyadapan KPK perlu diatur sementara kewenangan penyadapan juga dipunyai oleh lembaga lain.
“Kenapa hanya diatur di RUU KPK padahal penyadapan ada juga di BNN dan BIN. Padahal perintah dari MK sendiri, diperlukan UU khusus yang mengatur soal penyadapan,” katanya.
Di dalam draft Revisi UU KPK tersebut, lanjut Zainal, justru DPR berupaya memperpanjang jalur birokrasi urusan penyadapan KPK. Penyadapan harus melewati izin dari Dewan Pengawas, pelaporannya pun harus berkala.
Kemudian usulan adanya Dewan Pengawas KPK di RUU itu dinilai Zainal justru menciptakan “matahari kembar” di tubuh KPK.
“Ide seperti ini seperti zaman kolonial, upaya memecah belah KPK,” tuturnya.
Zainal mendesak agar Presiden Jokowi menolak draft revisi UU KPK. Hal ini sesuai janji kampanye Jokowi saat pilpres 2014. Kala itu Jokowi berjanji tidak akan mengganggu KPK bahkan berusaha menguatkan peran KPK.
“Saya harap RUU ini tidak bergulir, jika pun bergulir saya harap Presiden tidak tanda tangan sehingga tidak ada pembahasan,” katanya.
Kalau kemudian banyak pihak yang menolak adanya revisi UU KPK, menurut Zainal bukan berarti KPK itu tidak boleh disentuh.
“Tapi selalu ada aksi-reaksi, setiap penegakan hukum yang lebih tinggi yang dilakukan oleh KPK, selalu muncul ide aneh dari DPR,” kata Zainal.
Hal senada juga dilontarkan Eddy OS Hiarej, Ditegaskan, yang harus diperbaiki oleh DPR adalah memperbaiki UU tindak pidana korupsi sesuai dengan UNCAC, bukan upaya melemahkan KPK dengan cara melakukan revisi.
“Yang dilakukan ini mendahulukan hukum formilnya dibandingkan hukum materialnya,” kata Eddy.
Eddy mendesak DPR RI menghentikan niat untuk merevisi UU KPK. Menurutnya korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga penanganan dan penindakannya pun membutuhkan upaya yang luar biasa.[YUK]