Koran Sulindo – Ketua DPR RI Puan Maharani mengajak Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberi saran dan masukan ke DPR dalam pembentukan Undang Undang di DPR RI.
“Agar produk hukum yang dihasilkan benar-benar dapat bermafaat bagi kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia,” kata Puan, dalam sambutannya ketika membuka Rapat Pleno Dewan Pertimbangan MUI, di Gedung MUI, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Menurut Puan, DPR segera menggelar rapat untuk menentukan apakah RUU itu dibahas melalui Komisi, Badan Legislasi (Baleg), atau Panitia Khusus (Pansus).
“DPR akan menyosialisasikan RUU itu seluas-luasnya kepada masyarakat serta akan menyerap aspirasi semua pihak,” ujarnya.
DPR memastikan pasal-pasal yang ada dalam RUU Omnibus Law tidak bertentangan dengan UUD 1945. DPR sudah menugaskan tim untuk menelaah pasal per pasal dalam RUU Omibus Law.
“Prinsipnya jangan sampai UU yang dihasilkan mencederai dan membuat tidak nyaman berbagai pihak. Karena itu sosialisasi harus terbuka ke masyarakat,” katanya.
Puan menegaskan komitmen DPR dalam bidang agama bahwa pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam pembangunan.
Pelayanan urusan di bidang agama harus menjamin pemenuhan hak setiap warga negara untuk beribadat menurut agamanya; memperteguh toleransi ke-agamaan, sebagai praktek ber-Tuhan secara berkebudayaan dengan tanpa “egoisme agama”.
“DPR RI yang saya pimpin senantiasa bersedia untuk bersinergi dan berbagi peran dengan Majelis Ulama Indonesia dalam menciptakan Islam yang Rahmatan Lil Alamin untuk memperkokoh persatuan nasional bangsa Indonesia agar tujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat dapat segera diwujudkan,” kata Puan.
Aktivis Islam
Dalam kunjungannya ke Dewan Pertimbangan MUI tersebut, Puan mengatakan tidak asing dalam lingkungan ulama dan cendekiawan Islam.
“Karena latar belakang keluarga saya yang berasal dari keluarga muslim yang aktif dalam organisasi masyarakat Islam,” kata Puan di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat.
Kakek Puan, Soekarno, selain dikenal luas sebagai tokoh nasionalis bangsa Indonesia, juga seorang tokoh pembaharu dan juga pemikir serta pejuang Islam.
“Tercatat dalam sejarah, Bung Karno pernah menjadi santrinya HOS Tjokroaminoto, seorang tokoh dan pejuang Sarekat Islam. Bung Karno aktivis organisasi Islam Muhammadiyah dan pernah memimpin majelis pengajaran Muhammadiyah di Bengkulu, saat Belanda mengasingkan kakek saya,” katanya.
Bung Karno juga pernah berguru tentang Islam dengan KH Ahmad Hasan, tokoh organisasi Islam dari Persis Bandung.
“Bung Karno juga pernah mendapat gelar pemimpin pemerintahan di masa darurat yang kebijakannya sah dan mengikat bagi bangsa Indonesia dan umat Islam melalui keputusan resmi muktamar NU tahun 1954 di Surabaya,” ujarnya.
Puan mengungkapkan, pada tingkat dunia, Bung Karno juga pernah disematkan gelar pendekar dan pejuang Islam dalam konferensi negara-negara Islam Asia Afrika pada 15 maret 1965.
“Nilai-nilai keislaman dan kebangsaan Bung Karno itu pula lah yang memberikan semangat perjuangan ibu Megawati Soekarnoputri. Begitu juga dengan almarhum Haji Muhammad Taufik Kiemas ayah saya, beliau juga berasal dari keluarga tokoh Masyumi,” katanya.
Puan mengatakan kebijakan politik yang akan diambilnya di kemudian hari akan memperhatikan nilai-nilai Islam dan Pancasila dalam bingkai NKRI dan nilai Islam. [sulindox@gmail.com]