Ilustrasi: Reklamasi di Teluk Jakarta

Koran Sulindo – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah memutuskan melanjutkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta yang pertengahan tahun ini dihentikan oleh pendahulunya, Rizal Ramli.

“Kami sudah putuskan untuk kita lanjutkan,” kata Luhut di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta, Jumat (9/9), seperti dikutip Antara.

Berdasarkan hasil evaluasi dan pembahasan yang dilakukan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dalam sebulan terakhir, dinyatakan tidak ada masalah dan dampak yang dikhawatirkan membahayakan dari aspek hukum maupun lingkungan terkait proyek itu.

“Semua yang kami lihat, yang punya dampak ditakutkan dari aspek hukum, legal, lingkungan dan PLN, itu tidak ada masalah,” katanya.

Luhut, yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan jika nantinya diperlukan sejumlah penyesuaian, kementerian siap melakukannya.

Namun ia menegaskan proyek reklamasi di Pulau G boleh dilakukan dengan menggunakan rekayasa teknik yang telah disetujui oleh PT PLN (Persero) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

“PLN kemarin bicara, BPPT juga sudah bicara. Semua ahli saya sertakan. Jadi jangan kita bicara dipolitisir. Saya mau semua bicara secara profesional dan kami sudah melakukan assesment dan sampai pada kesimpulan bahwa keputusan untuk melanjutkan adalah yang terbaik,” katanya.

Luhut menuturkan keputusan untuk melanjutkan proyek reklamasi itu menyangkut reputasi pemerintah dalam memberi peluang investasi.

Pemerintah akan konsisten dengan aturan yang melandasi proyek reklamasi itu, yakni Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 di mana wewenang dan tanggung jawab reklamasi ada pada Gubernur DKI Jakarta.

Landasan aturan proyek reklamasi itu diterbitkan Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995 dan sempat menjadi perdebatan karena kemudian ada Peraturan Presiden No.54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur yang dinilai banyak pihak menggugurkan aturan mengenai reklamasi.

“Walaupun keputusan sudah dari zaman Pak Harto, kita harus konsisten dengan itu. Menurut kami, memang ada penyesuaian di sana sini, dari lingkungan hidup juga, tapi ternyata semua sudah dipenuhi dan bisa jalan,” kata Luhut.

Pada 30 Juni 2016, Menteri Koordinator Kemaritiman yang sebelumnya, Rizal Ramli, membatalkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta lantaran dinilai melanggar aturan, dan membahayakan lingkungan hidup, lalu lintas laut, serta proyek vital. Pulau itu juga dinilai mengganggu lalu lintas kapal nelayan yang seharusnya bisa dengan mudah berlabuh di Muara Angke.

Reshuffle Kabinet

Pada 2 Agustus lalu, setelah dilantik menjadi Menko Kemaritiman setelah reshuffle kabinet pada 27 Juli, Luhut mengatakan akan mempelajari kembali keputusan pembatalan proyek reklamasi Pulau G di pantai utara Jakarta.

Luhut meminta kajian dari sejumlah pihak mengenai proyek reklamasi. Kajiannya berasal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung (ITB), serta konsultan ahli dari Rotterdam, Belanda.

Menurutnya kajian ini penting untuk dipelajari sebelum memutuskan nasib proyek tersebut. Ini dilakukan agar keputusan yang akan diambil terkait proyek besar ini bernar-benar jernih dan tidak sembarangan. Luhut mengaku tidak akan banyak berbicara sebelum mengetahui soal reklamasi secara penuh.

“Saya pelajari dulu, harus jernih karena saya tidak suka orang tidak mengerti banyak tapi main omong saja. Saya hanya menegakkan hukum saja.”

Proyek Pulau G disebut dibangun di atas kabel dan stasiun tenaga listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Keberadaan pulau ini juga akan menghambat lalu lintas kapal nelayan. Tata cara pembangunan yang dianggap sembarangan, juga bisa mematikan biota laut.

Pengembang Pulau G, PT Muara Wisesa Samudera yang merupakan Grup Agung Podomoro ini mengaku sudah mengeluarkan dana hingga ratusan miliar untuk pembangunan proyek ini. Belum lagi kontribusi yang sudah disetor kepada negara. Pembatalan proyek ini membuat perusahaan rugi besar. [DAS]