Protes Harga Tiket TN Komodo, Pelaku Usaha Wisata Labuan Bajo Mogok

Presiden Jokowi menyaksikan satwa komodo di Pulau Rinca dalam kunjungan ke Taman Nasional Komodo pada 11 Juli 2019. (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Penetapan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi 3,75 juta rupiah mulai 1 Agustus 2022 dijawab dengan aksi mogok oleh pelaku usaha wisata di Labuan Bajo.

Pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi penyedia dan pelaku pariwisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT menggelar aksi mogok melayani wisatawan mulai 1 Agustus.

Rencananya, aksi mogok diberlakukan untuk seluruh destinasi wisata di Labuan Bajo. Seluruh jasa pelayanan wisata seperti hotel, restoran, guide, toko souvenir, kapal wisata serta travel agen akan berhenti beroperasi, hingga satu bulan ke depan.

Terdapat belasan asosiasi wisata di Labuan Bajo yang sepakat membuat nota kesepahaman yang ditandatangani Sabtu (30/7).

Adapun isi nota kesepahaman itu menyatakan protes atas kebijakan otoriter dari pemerintah pusat, terkait dengan kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo, yang diberlakukan 1 Agustus 2022.

“Kami bersepakat untuk menghentikan semua jenis layanan wisata di kepulauan taman nasional dan seluruh destinasi pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat, Mulai 1 Agustus sampai 31 Agustus 2022” kata Getrudis Naus salah satu anggota asosiasi ketika membacakan isi nota kesepahaman.

Mereka juga menyebut kebijakan kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo, yang dimonopoli PT Flobamor menyebabkan kemiskinan seluruh pelaku pariwisata, serta masyarakat.

“Kami dengan kesadaran penuh dan tanpa paksaan dari pihak mana pun, dalam menyepakati komitmen penghentian semua aktivitas pelayanan jasa pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat, yang akan dimulai 1 Agustus besok,” jelas Getrudis.

Atas dasar musyawarah dan mufakat itu, Asosiasi Penyedia Pariwisata di Labuan Bajo dan setiap Pelaku Pariwisata di Manggarai Barat, menyatakan tunduk dan patuh terhadap segala konsekuensi yang telah disepakati bersama.

“Apa bila ada pelaku pariwisata perorangan maupun perusahaan yang melanggar komitmen bersama ini, siap menerima sanksi dan konsekuensi di antaranya, pemilik kapal wisata, pemilik penyedia jasa transportasi darat, pemilik restoran, pemilik hotel, fotografer, guide dan pelaku usaha kuliner akan diberikan sanksi tegas,” tambah Getrudis Naus.

Bahkan para pelaku wisata menyepakati untuk membuat perjanjian bersama dengan konsekuensinya jika melakukan pelanggaran.

Salah satu sanksi yang disepakati, jika dalam jangka waktu tertentu asosiasi dan pelayan pariwisata melanggar kesepakatan mogok bersama maka bersedia untuk dibakar apa pun bentuk fasilitasnya.

“Nota kesepahaman sebagaimana yang tertulis bersifat mengikat diri dan tidak memiliki konsekuensi hukum baik secara perdata maupun pidana. Demikian perjanjian ini dibuat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani tanpa paksaan dari pihak manapun,” tutup Getrudis Naus.

Protes masyarakat

Rencana pemerintah ini sejak awal telah menuai protes dari masyarakat dan pelaku usaha di Labuan Bajo dan sekitarnya. Harga tiket 3,75 juta rupiah dianggap sangat mahal sehingga menyulitkan masyarakat dan pelaku usaha setempat.

Salah satu yang dikhawatirkan adalah semakin sepinya pengunjung dan wilayah wisata menjadi eksklusif sehingga mematikan usaha masyarakat.

“Kebijakan tersebut sangat merugikan ekonomi masyarakat Komodo yang notabene 90 persen adalah pelaku pariwisata,” jelas Iksan salah satu masyarakat setempat yang terlibat aksi protes.

Pelaku usaha lokal juga menolak pengkaplingan wilayah wisata kepada pihak ketiga yaitu pengusaha swasta, kebijakan ini dianggap menghambat usaha masyarakat setempat.

“Kami memohon Bapak Jokowi membatalkan rencana kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo yang rencananya mulai diberlakukan per 1 Agustus 2022,” ujar Ketua Astindo Labuan Bajo, Ignasius Suradin, Jumat (22/7).

Suradin juga meminta agar pengelolaan Taman Nasional Komodo tidak diserahkan ke pihak ketiga. “Cabut semua izin perusahaan swasta yang sudah mengkapling-kaplingkan Taman Nasional Komodo.”

Tercatat ada dua perusahaan yang tercatat memperoleh izin. Pertama, PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) mendapat konsesi lahan 426,7 hektar di Pulau Padar dan Pulau Komodo lewat SK Menteri Kehutanan 796/MENHUT-II/2014 yang dikeluarkan pada 29 September 2014.

Kedua, PT Segara Komodo Lestari (SKL) mendapatkan izin pengelolaan lahan 22,1 hektar di Pulau Rinca berdasarkan surat BKBKPM nomor 7/1/IUPSWA/PMDN/2015 dan SK Balai Taman Nasional Komodo nomor 169/T.17/TU/KSA/04/2018.

SK terakhir, berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), merupakan Izin Penyediaan Sarana Wisata Alam dengan masa kontrak 52 tahun.

Selain itu, pada 2019, KLHK menerbitkan Permen baru nomor P.8/MENLHK/Setjen/KUM.1/3/2019 tentang izin pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

Lewat regulasi ini, seluruh proses perizinan IPPA melalui sistem online single submission (OSS). Selain itu, KLHK berbagi otoritas dengan Kementerian Maritim dan Investasi, Kementerian Pariwisata dan Pemerintah NTT menata Pulau Komodo jadi destinasi wisata eksklusif. [PAR]