Sebelum merdeka, Indonesia harus merasakan penderitaan akibat ulah para penjajah, salah satunya Jepang. Jepang mulai menduduki Indonesia pada tahun 1942.
Kedatangan mereka pada awalnya disambut dengan baik oleh rakyat pribumi karena dianggap berhasil mengusir penjajah Belanda. Kala itu, Jepang terlibat dalam Perang Asia Timur Raya melawan negara-negara Barat.
Untuk menarik simpati dan mendapat dukungan dari rakyat pribumi, Jepang mengobarkan berbagai propaganda.
Salah satu propaganda Jepang sebelum masuk ke Indonesia adalah bahwa Jepang mengobarkan Perang Asia Timur Raya untuk membebaskan seluruh Asia dari penjajahan Barat. Lantas, propaganda apa saja yang dilakukan Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia?
Propaganda Saudara Tua
Belanda menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati, Bandung, pada 8 Maret 1942. Sejak itu, Jepang mulai menduduki Indonesia. Supaya diterima di Indonesia, Jepang perlu mendapat simpati dari rakyat pribumi.
Maka dari itu, Jepang melakukan beberapa propaganda, salah satunya adalah Jepang mengaku sebagai saudara tua Indonesia. Sebagai saudara tua, Jepang akan membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda dan bersedia memperbaiki nasib rakyat pribumi.
Propaganda itu terus dilakukan untuk menggerakkan dukungan rakyat Indonesia.
Selain itu, berikut ini bentuk propaganda Jepang terhadap Indonesia:
– Radio Tokyo memperdengarkan lagu “Indonesia Raya” selain “Kimigayo”, lagu kebangsaan Jepang.
– Bendera merah putih juga boleh dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang, Hinomaru.
– Melalui siaran radio, dipropagandakan barang-barang buatan Jepang yang harganya murah agar rakyat Indonesia mudah membeli.
Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A dibentuk pada 29 April 1942, yang dipelopori oleh Kepala Departemen Propaganda (Sendenbu) Jepang, Hitoshi Shimizu. Shimizu menunjuk salah satu tokoh pergerakan nasional, yaitu Mr. Syamsudin, sebagai ketua dari Gerakan Tiga A.
Untuk menarik simpati bangsa Indonesia, Jepang mengumandangkan semboyan Tiga A, yang isinya:
– Nippon Pelindung Asia
– Nippon Pemimpin Asia
– Nippon Cahaya Asia
Kegiatan yang dilakukan Gerakan Tiga A meliputi bidang pendidikan, salah satunya dibentuk Sasan Aeneinen Kunrensyo atau Pendidikan Pemuda Tiga di Jatinegara.
Lembaga pendidikan ini menerima setiap pemuda dengan rentang usia 14-18 tahun. Selama menempuh pendidikan, para peserta harus bangun pagi, kemudian berolahraga, memasak, berkebun, dan menyapu.
Di siang hari, mereka melakukan kegiatan olahraga bela diri seperti sumo, jiu-jitsu, adu perang, dan sejenisnya. Malam harinya, pelajar akan belajar bahasa Jepang.
Lewat Gerakan Tiga A, Jepang berharap bisa menarik simpati masyarakat Indonesia, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Menurut rakyat Indonesia pada saat itu, Gerakan Tiga A terlalu menonjolkan Jepang bukannya gerakan kebangsaan. Akibatnya, Gerakan Tiga A pun dibubarkan tidak lama setelah digaungkan Jepang.
Melalui berbagai bentuk propaganda ini, Jepang berusaha keras untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa propaganda Jepang sering kali tidak sesuai dengan harapan rakyat Indonesia, yang menginginkan kebebasan dan kemerdekaan yang sesungguhnya. [UN]