Ilustrasi: Aksi 1.000 lilin mendukung Ahok di Surabaya

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo harus mengeluarkan pernyataan untuk meredakan gejolak terkait maraknya aksi dukungan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) agar dibebaskan dari penjara yang berlangsung di berbagai daerah, negara, bahkan desakan dari PBB. Polri/TNI juga harus segera mengambil tindakan antisipatif dengan mengumpulkan tokoh masyarakat atau tokoh agama.

“Kalau dibiarkan seperti ini, ya… kesannya membiarkan isu ini berjalan tanpa kendali. Fungsi dasar dari pemerintah adalah menjaga ketertiban dan keamanan serta mendorong konsolidasi kebangsaan,” kata pengamat politik dari UGM, Dr. Mada Sukmajati, ketika berbincang-bincang dengan Koran Sulindo, di Yogyakarta, Jumat (12/5) malam.

Soal campur tangan negara asing termasuk tekanan PBB dalam kasus Ahok, menurut Mada, hal itu tidak bisa dianggap sebagai intervensi asing terhadap Indonesia. Sebab negara luar berpikir secara konstitusi global, dan norma yang berlaku umum di seluruh dunia.

“Dan lembaga dunia tentu saja tidak akan ceroboh dan ngawur dalam mengeluarkan pernyataan. Mereka pasti sudah mengaitkannya dengan standar global,” tuturnya.

Mada juga mempertanyakan respon partai politik (parpol) yang berbasis nasionalis. Sejauh pengamatannya, isu Ahok sangat berkaitan dengan ideologi mereka yang nasionalis nyatanya tidak ada respon yang signifikan dari partai berbasis nasionalis, dan bahkan PDI-P yang katanya akan all out mengawal pengajuan banding Ahok.

“Harus konkrit, jangan cuma wacana. Dan dimana partai-partai yang nasionalis itu dimana suara mereka?” kata Mada.

Diingatkan Mada bahwa parpol itu punya manajemen konflik untuk menyalurkan aspirasi. Kalau hal ini tidak direspon secepatnya, maka akan terjadi benturan-benturan di tingkat akar rumput. Ini, lanjut Mada, akan menjadi pertanyaan, ngapain kita mengeluarkan dana untuk Pemilu mahal-mahal, ngapain kita menggaji anggota Dewan kalau mereka tidak punya tindakan konkrit untuk mengatasi persoalan ini. Pertanyaan mendasar bagi parpol, apakah ideologi nationalisms sudah memudar? Kalau begitu, tambah Mada, jangan menyebut sebagai partai nasionalis.

“Jujur saja, saya sangat kecewa dengan parpol yang tidak mampu merespon isu ini dengan cepat. Sepertinya terjadi pembiaran. Ini menunjukkan parpol gagal menjalankan fungsi-fungsinya,” ujar Mada.

Mada juga menyoroti desakan massa yang ingin penangguhan penahanan Ahok yang kini mulai dibalas dengan permintaan yang sama pada tersangka kasus makar, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al-Khaththath juga harus dibebaskan dari tahanan.

Menurut Mada,  Ahok sendiri sudah menerima keputusan ini, dan akan menempuh jalur sesuai konstitusi yakni banding. Jadi bargaining politik itu tidak masuk akal justru akan memporak-porandakan sistem peradilan kita. Karena itu yudikatif harus konsisten menegakkan hukum kepada Ahok, kepada yang lain juga, termasuk Rizieq. Semua harus tunduk pada sistem peradilan di negara ini.

“Kalau hukum menjadi bargaining politik, maka tidak akan ada aturan main yang menjadi kesepakatan bersama yang bisa membuat stabil,” tegas Mada.

Dikatakan Mada, peristiwanya Ahok ini lebih kepada ekses dari lokal electoral, karena mau tidak mau kasus ini berasal dari statement Ahok di Kepulauan Seribu. Nah kasus ini menjalar sampai ke mana-mana dan ini sangat elitis, orientasinya electoral, tujuannya kekuasaan, dan sangat terkait dengan kekuatan-kekuatan politik di pusat.

Diingatkan, di belakang Anies-Sandi tidak saja Islam, namun juga ada kaum nasionalis. Kemudian implikasi ke bawah menjadi teragregasi dengan jelas antara kelompok Muslim dan non Muslim. Untuk itu, menurut Mada, harus ada rekonsiliasi agar ekses dari Pilkada ini bisa dikelola. Caranya dengan cara menyalurkan aspirasi ini ke parpol.

“Maka, respon negara dibutuhkan segera. Tidak sekedar cepat, tetapi juga sesuai dengan konstitusi. Baliklah semuanya ke yang normatif. Kalau tidak, tidak akan ada habisnya,” tegas Mada. [YUK]