Potret Para Pemenang

Ilustrasi/istimewa

Koran Sulindo – Mereka menjalani belasan tahun dalam penjara tanpa pengadilan, mereka disalahkan atas sesuatu yang mereka tak tahu sama sekali, tapi mereka tetap bertahan, tak ambruk, tak menyerah.

Ada 21 perempuan tangguh, hampir semua berada di atas 80 tahun, didokumentasikan Adrian Mulya antara 2007 hingga 2015. Para mbah itu lalu diwawancarai Lilik HS dan dituliskan menjadi narasi yang pendek-pendek. Jadilah buku “Pemenang Kehidupan” yang terbit pada 2016 lalu.

Foto-foto hitam putih dalam buku itu merekam para perempuan tangguh itu hampir dalam pose yang sama. Semua menghadap ke arah kamera. Ada yang tersenyum, mayoritas dengan ekpresi datar. Ada yang hanya memakai daster, ada yang tampil tak seperti dalam kehidupan sehari-hari.

Semuanya pernah bergabung dalam Gerwani, dan tergulung gelombang politik setelah kudeta dan pembantaian sejak 1965.Sebagian dari para penyintas itu tinggal di panti jompo Waluya Sejati Abadi di Jalan Kramat, Jakarta Pusat. Tempat yang didirikan dan dibiayai almarhum Taufik Kiemas.

Para ibu yang kalah dan dikalahkan itu melalui jalan gelap kehidupan, namun tetap mampu merawat martabatdan kemanusiaannya.

Mereka bahkan lebih tangguh dari para suami mereka yang kebanyakan telah dibunuh di tahanan atau bunuh diri. Mereka tetap kukuh melewati siksaan dan hinaan.

Dalam etalase foto-foto dari buku itu yang dipamerkan di Kedai Tempo di Utan Kayu, Jakarta, 5 Oktober 2016, fotografer menulis para mbah dalam kumpulan foto ini adalah para perempuan pada masa mudanya bersemangat menata diri untuk kemajuan bangsa, khususnya perempuan. Ini tercermin dari cerita-cerita mereka yang membuka Taman Kanak-Kanak (TK), merintis penitipan anak bagi buruh, memberantas buta huruf, menentang poligami.

“Kemudian peristiwa membuat mereka mengalami tahun-tahun yang pahit dan sakit, yang mereka lalui dengan tenang dan berani. Saya ingin menampilkan mereka sebagai pemenang kehidupan.”[DAS]