Sulindomedia – Foky Ardiyanto, anggota Komisi D DPRD Kota Yogya dari Fraksi PDIP, tak sependapat jika kunjungan studi banding pejabar negara ke Yogya dibatasi. “Kunjungan dari luar daerah itu penting. Karena, selain bertukar ilmu, juga menumbuhkan nasionalisme. Di samping itu, kita jadi mengenal satu sama lain. Kata pepatah, ‘tidak kenal maka tidak sayang’,” ujar Foky dalam percakapannya dengan Sulindomedia, Jumat (5/2).
Foky mengatakan hal tersebut ketika dimintai tanggapannya atas kebijakan pihak Sekretariat DPRD Kota Yogya berupa aturan selektif dalam menerima kunjungan tamu. Peraturan itu dibuat karena tingginya tingkat kunjungan pejabat negara dari berbagai daerah ke Kota Yogya.
Menurut Kepala Sub-bagian Humas Sekretariat DPRD Kota Yogyakarta, Harry Sukmo beberapa waktu lalu kepada wartawan, dalam satu tahun, pihaknya bisa menerima permohonan hingga 300 kunjungan. Namun, tidak semua lantas disetujui atau diterima. “Kami terpaksa menerapkan sistem selektif agar penerimaan kunjungan tidak berimbas pada pemborosan anggaran, namun tetap menyumbang Pendapatan Asli Daerah, PAD,” tuturnya.
Salah satu seleksi yang dilakukan, menurut Harry, dengan mengarahkan para tamu menginap di hotel area Kota Yogya. Dengan begitu, imbasnya, pajak hotel yang akan disetor sebagai PAD juga akan terdongkrak. Begitu pula untuk kebutuhan makan dan minum serta buah tangan untuk dibawa pulang kampung.
Ia pun mengakui, pendapatan daerah dari peredaran uang selama para tamu mereka di jauh lebih besar daripada anggaran untuk jamuan selama setahun, yang sebesar Rp 140 juta.
Soal alasan penolakan terhadap tamu yang ingin melakukan studi banding tentang raperda penataan swalayan sebagaimana dikatakan Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Sujanarko, juga ditanggapi Foky. Beberapa waktu lalu, Sujanarko mengatakan, “Di Yogya kan masih sebatas perwal, belum ada perda, sehingga mohon maaf belum bisa kami jelaskan,” katanya.
Foky berpandangan, kalaupun materi atau topik.bahasan belum ada di Yogya, itu justru bisa jadi bahan diskusi. Misalnya soal penataan swalayan yang belum ada perda-nya dan hanya perwal. Di sini, lanjut Foky, kita bisa belajar fungsi pengawasan DPRD atas perwal tersebut. “Bagaimana Perwal itu dijalankan di lapangan dan di mana atau modus apa yang dilakukan? Semua itu ada di fungsi pengawasan DPRD, terutama komisi A. Artinya, daerah lain bisa belajar kelemahan dan kelebihan perwal itu dalam perspektif pengawasan DPRD. Dengan begitu, ketika DPRD daerah lain mau membuat perda-nya mereka menjadi mengerti antara apa yang menjadi harapan dan kenyataan yang terjadi di lapangan,” kata Foky lagi. [YUK/PUR}