Novel Baswedan/tribratanews.com

Koran Sulindo – Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menilai kerja polisi menangani kasus Novel tidak sistematis. Bahkan pernyataan polisi menurutnya asal jawab.

“Pertanyaan Kapolda Metro saat besuk Novel tentang usaha dari istrinya jualan baju muslim yang kemungkinan ada kaitan dengan pelaku penyiraman air keras sangat tidak masuk akal. Seandainya ada pun tidak di sana tempat bertanyanya,” kata Bambang, di Jakarta, Senin (1/5).

Dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu mengatakan langkah awal polisi melakukan pemetaan dari bener bidang untuk mengetahui siapa pelaku dan dalangnya serta apa latar belakang melakukan tindakan tersebut. Selain itu juga mengumpulkan data dan keterangan saksi-saksi.

“Pernyataan polisi yang disampaikan selama ini seperti asal jawab saja. Ini perlu diubah. Selain itu polisi harus obyektif dan mampu mengungkap kasus itu secara tuntas,” kata Bambang.

Bila polisi tetap tidak sistematis, Bambang meyakini kasus Novel ini menguap seperti teror terhadap politisi senior dari Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan penggiat antikorupsi Tama S Langkun.

Bambang mengatakan masyarakat menunjukkan sikap pesimistis polisi bisa menyelesaikan kasus ini. Selain itu muncul dugaan-dugaan kemungkinan ada kaitannya kelompok koruptor dalam kasus e-KTP yang sedang ditangani Novel Baswedan.

Berikut rentetan waktu kejadian hingga proses pengungkapannya:

11 April 2017

Kejadian penyiraman Air Keras

Novel Baswedan selesai menunaikan shalat Subuh di Masjid Al Ikhsan sekitar pukul 05.00 WIB. Ia hendak kembali ke rumahnya di Kelapa Gading, Jalarta Utara yang tak jauh dari masjid ketika dua orang berkendara motor menghampirinya.

Mereka menyiramkan cairan air asam ke wajah Novel menggunakan cangkir. Novel kesakitan dan berteriak minta tolong. Ia sempat menabrak pohon saat mau kembali ke masjid untuk membasuh wajahnya dengan air keran.

Novel langsung dibawa ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara. Polsek Kelapa Gading kemudian melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Pada sore harinya, Novel dirujuk ke Jakarta Eye Center (JEC) di Menteng, Jakarta Pusat untuk perawatan dengan alat yang lebih memadai.

Pada hari itu juga Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian membentuk tim khusus untuk menangani kasus penyerangan terhadap Novel. Tim tersebut merupakan gabungan dari Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya.

12 April 2017:

Novel Dirujuk ke Singapura

Setelah mendapat perawatan di JEC, Novel kemudian dirujuk ke rumah sakit di Singapura. Novel mendapatkan gangguan di mata sehingga harus menjalani pemulihan dengan peralatan yang lebih canggih.

Pemeriksaan saksi-saksi

Sebanyak 19 saksi telah diperiksa baik saksi mata dalam kejadian. Polisi juga meminta keterangan asisten rumah tangga dan tetangga Novel. Beberapa pekan belakangan, diketahui ada yang melihat orang mencurigakan mondar-mandir di sekitar rumah Novel.

Namun, mereka tidak melihat jelas ciri-ciri pelaku. Mereka hanya mengetahui ciri-ciri pelaku menggunakan jaket hitam, helm dan berboncengan menggunakan sepeda motor. Selain itu asisten rumah tangga juga pernah ada pria berperawakan besar mendatangi rumah Novel menanyakan baju gamis untuk laki-laki.

21 April 2017:

Dua Orang dalam Foto Diperiksa

Polisi berhasil mengidentifikasi kedua orang yang difoto oleh tetangga Novel. Keduanya bernama Hasan dan Muklis. Namun, dua orang yang berprofesi sebagai debt colector perusahaan lising motor iti tidak ada saat peristiwa. Mereka memiliki alibi yang kuat tidak berada di Jakarta saat itu. Selain itu Hasan dan Muklis juga diketahui sebagai informan polisi untuk membantu polisi dalam kasus pencurian kendaraan bermotor. [YMA]